Sunday 13 March 2011

Lima Tahap Berduka




Berduka merupakan perasaan yang agak rumit dan sering disalah mengerti. Meskipun begitu, berduka, sayang sekali, harus dialami oleh semua orang, suatu saat, entah dulu atau nanti. Kita semua pasti akan mengalami suatu kehilangan. Entah disebabkan oleh kematian, perceraian, atau kehilangan lainnya, tahap-tahap berduka sama saja.

Ada lima tahap berduka. Kalau kita terjebak di dalam satu tahap, maka proses berduka tidak lengkap dan tidak mungkin bisa selesai. Tak mungkin sembuh. Orang HARUS melewati kelima tahap itu agar bisa baik kembali, agar sembuh total.

Tidak semua orang melewati tahap-tahapan itu pada waktu yang sama. Berbeda-beda untuk tiap orang. Kita tidak bisa memaksa seseorang untuk menyelesaikan satu atau semua tahap itu, mereka musti mengarunginya dengan irama dan kecepatannya sendiri. Bisa saja ia maju satu langkah, tapi kemudian mundur dua langkah; namun itu semua adalah bagian dari proses duka yang bersifat sangat individual. Tetapi, seperti ditekankan di depan, SELURUH lima tahap itu harus dilalui agar kesembuhan tumbuh.

Lima tahap berduka adalah:
1. Penyangkalan – “Ini tak mungkin terjadi padaku.” Terus mencari mantan pasangan (jika bercerai) di tempat-tempat yang biasa. Atau kalau ia sudah mati, tetap menyediakan kopi dan sarapan paginya seakan-akan ia masih hidup. Tiada tangisan. Tidak mau menerima atau bahkan mengakui kehilangan itu.
2. Marah – “Mengapa aku?” Bermacam perasaan ingin melawan atau balas dendam atas perceraian dengan suami/istri, atau atas kematian orang tercinta. Marah kepada yang meninggal, menyalahkan mereka karena meninggalkannya ‘sendirian’ di dunia.
3. Tawar-menawar. Hal ini kadang-kadang terjadi sebelum kehilangan. Berusaha membuat perjanjian dengan pasangan yang meninggalkan, atau bernegosiasi dengan Tuhan agar menghentikan atau mengubah kehilangan itu. Memohon, meminta, berdoa agar mereka kembali.
4. Depresi. Dibanjiri perasaan frustrasi, tanpa daya, pahit, mengasihani diri sendiri, menangisi kehilangan orang yang dicintai maupun hilangnya harapan-harapan, mimpi-mimpi dan rencana-rencana masa depan. Merasa tidak bisa mengontrol diri, merasa lumpuh dan kosong. Mungkin juga timbul perasaan ingin bunuh diri.
5. Menerima. Ada perbedaan antara mundur kalah dan menerima. Anda harus menerima kehilangan itu, bukan cuma mencoba menanggungnya diam-diam. Musti menyadari bahwa perlu kedua belah pihak untuk memisahkan perkawinan. Menyadari bahwa orang yang Anda cintai sudah pergi (mati) dan bukan kesalahan mereka karena mereka bukan sengaja mau meninggalkan Anda (bahkan dalam kasus bunuh diri, seringkali orang yang mati tidak berada dalam kerangka berfikir yang benar). Anda musti menyadari bahwa ada hikmah dan kebaikan dalam kehilangan ini, sehingga Anda bisa menemukan rasa nyaman dan kesembuhan diri.

Tujuan kita adalah menumbuhkan diri. Kenanglah orang yang Anda cintai. Mintalah bantuan. Anda akan sanggup bertahan. Anda akan sembuh, bahkan jika Anda tidak mempercayainya sekarang, asal tahu saja bahwa hal itu memang benar.

Merasa sakit setelah kehilangan besar sungguh normal. Itu membuktikan bahwa kita hidup, kita manusia biasa. Dan kita tidak bisa berhenti hidup. Kita harus menjadi lebih kuat, sambil tidak menutup keran perasaan-perasaan kita dari harapan bahwa suatu hari akan sembuh dan menemukan cinta dan/atau kebahagiaan lagi. Membantu orang lain melewati sesuatu yang telah kita alami merupakan cara luar biasa untuk mempermudah kesembuhan kita sendiri dan menumbuhkan hal baik dari kejadian tragis. DB
Dr. Dono Baswardono, AISEC, MA, Ph.D
Untuk konsultasi dan permintaan seminar – workshop, silahkan menghubungi Intan di 0813-1641-0088.

No comments:

Post a Comment