Sunday, 13 March 2011

Berita Tragis

BERITA TRAGIS

“Ketika saya masih kecil dan melihat hal-hal menakutkan di dalam berita, ibu saya selalu berkata kepada saya, ‘Lihat para penolong itu. Kamu akan selalu menemukan orang yang bersedia menolongmu’.”

Pada saat dunia mengalami krisis, sungguh mudah menganggap anak-anak kecil takkan tahu apa yang tengah terjadi. Yang jelas, anak-anak sangat peka pada perasaan orangtuanya. Mereka menyadari ekspresi muka dan nada suara orangtuanya. Anak-anak tahu kapan orangtuanya benar-benar khawatir, entah saat orangtuanya menonton berita di TV atau saat berbicara dengan orang lain. Tak peduli apa yang diketahui anak-anak soal krisis, namun sungguh menakutkan bagi mereka mengetahui kalau orangtuanya ketakutan.

Siapa yang Akan Merawatku?

Di masa krisis, anak-anak ingin tahu, “Siapa yang akan merawatku?” Mereka bergantung pada orang dewasa untuk keberlangsungan hidup dan keamanannya. Secara alamiah anak-anak masih memikirkan dirinya sendiri. Mereka perlu mendengar dengan jelas bahwa orangtuanya akan melakukan segala hal untuk merawatnya dan menjaga mereka tetap aman. Mereka juga perlu tahu bahwa orang-orang di pemerintahan, di masyarakat dan di dunia, dan bahkan orang-orang yang tidak mereka kenal, juga bekerja keras untuk membuatnya tetap aman.

Agar Anak Merasa Lebih Aman

Bertmain adalah salah satu cara terpenting bagi anak kecil untuk menghadapi kekhawatiran-kekhawatirannya. Tetapi bahkan bermain pura-pura menirukan apa yang ada di dalam berita juga bisa menakutkan, bahkan tidak aman. Karenanya orang dewasa perlu di dekat anak-anak untuk mengarahkan permainan itu menjadi tema-tema yang lebih positif, seperti daripada bermain perang-perangan lebih baik bermain menjadi dokter atau perawat yang menolong orang terluka atau berpura-pura menjadi pekerja sosial yang menyiapkan makanan bagi korban bencana.
Bila anak-anak merasa takut dan cemas, mereka biasanyamenjadi lebih lengket, rewel dan takut tidur pada malam hari. Menangis, perilaku agresif atau ngompol merupakan caranya untuk meminta lebih banyak kenyamanan dari orangtuanya. Sedikit demi sedikit, ketika orang-orang dewasa di sekitarnya lebih yakin, aman dan punya harapan, anak-anak juga akan mengikuti.

Gambar-gambar yang Menakutkan dan Membingungkan
Cara berita disajikan di televisi bisa sangat membingungkan bagi anak kecil. Segmen video yang sama bisa disajikan berulang-ulang sepanjang hari, seakan-akan tiap tayangan itu adalah kejadian yang berbeda-beda. Orang yang sudah mati hidup kembali dan mati lagi dan lagi.
Anak-anak menjadi sangat cemas karena mereka tak mengerti banyak soal siaran ulangan, close-up, dan sudut pengambilan kamera. Setiap bahaya yang disiarkan televisi tampaknya dekat dengan rumahnya karena adegan-adegan tragis itu terjadi di pesawat televisi yang ada di ruang keluarganya. Anak-anak tak tahu perbedaan antara apa yang dekat dan yang jauh... apa yang nyata dan yang pura-pura... atau apa yang baru (langsung) dan yang siaran ulangan.
Semakin kecil anak Anda, semakin besar kemungkinan ia tertarik pada adegan-adegan berita dengan wajah-wajah close-up, utamanya jika orang-orang itu menunjukkan perasaan yang amat kuat. Bila ada berita-berita tragis, citra di TV acapkali terlalu grafis dan mengganggu anak-anak kecil.

Matikan TV
Ketika ada tragedi di berita, banyak orangtua bingung bagaimana menceritakannya kepada anak-anak. Kebanyakan diam saja atau malah diajak menonton bersama. Lebih sulit lagi kalau kita juga berjuang mengatasi perasaan kita sendiri terhadap apa yang kita lihat. Orang dewasa acap terkejut atas reaksinya terhadap berita begitu kuat. Ini karena berita bencana dan krisis di televisi membangunkan kembali rasa takut dan duka kita... bahkan jika sudah kita anggap terlupakan.
Kita jadi mudah membiarkan diri menonton berita krisis itu berlama-lama. (termasuk kisah tragedi dalam bentuk opera sabun, sinetron atau telenovela). Padahal, memaparkan diri kita pada begitu banyak tragedi bisa membuat kita merasa tak berdaya, tidak aman dan bahkan depresi. Nah, kalau ingin membantu anak-anak dan diri kita sendiri, kita harus mampu membatasi diri dalam menonton televisi. Anak-anak membutuhkan banyak waktu berama orangtuanya – jauh dari gambaran menakutkan dan menyedihkan di layar kaca.

Mengobrol
Bahkan kalau kita mau, rasanya tak mungkin memberi penjelasan yang bisa diterima anak-anak tentang begitu banyaknya perang, terorisme, pembunuhan, pemerkosaan, kebakaran, banjir, kemarau panjang, gempa bumi, dan taufan. Kalau mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan, jawaban terbaik kita adalah kembali bertanya kepadanya, “Menurutmu, apa yang terjadi?” Kalau jawaban mereka “Aku tak tahu,” maka balasan paling sederhana adalah seperti, “Mami sedih mendengar berita itu dan Mami khawatir. Tetapi Mami mencintaimu dan Mami maupun Papi selalu ada di sini untuk merawatmu.”
Kalau kita tidak membolehkan anak-anak menunjukkan perasaan sedih dan takut, mereka akan berusaha keras menyembunyikannya atau beranggapan dirinya salah atau tidak benar kapan pun perasaan seperti itu muncul. Mereka memang tidak memerlukan rincian peristiwa yang membuat diri kita sedih atau takut, tetapi kita dapat membantu anak-anak dengan menerima perasaan mereka sebagai hal yang alamiah dan normal. Maka mereka pun akan lebih gampang mengelola segala perasaannya.
Rasa marah juga bagian dari manusia, khususnya bila kita merasa tak berdaya. Salah satu pesan paling penting yang bisa kita berikan kepada anak-anak adalah, “Tidak apa-apa marah, tetapi sama sekali tidak boleh melukai orang lain.” Selain memberi anak-anak hak untuk marah, kita bisa mendorong mereka menemukan cara-cara konstruktif untuk melepaskan perasaannya. Dengan cara ini, kita memberi mereka peralatan bagus yang berguna sepanjang hidupnya dan membantu mereka menjadi “juru damai”, menjadi “para penolong” dunia masa depan.

Panduan Praktis
- Lakukan yang terbaik dengan tetap mematikan televisi, atau paling tidak batasi seberapa banyak anak Anda boleh melihat berita TV.
- Cobalah menenangkan diri Anda sendiri. Kehadiran Anda membuat anak-anak merasa lebih aman. Beri anak Anda tambahan kenyamanan dan rasa sayang jasmaniah, seperti pelukan atau berangkulan samabil membaca buku favorit. Kenyamanan fisik juga bisa menimbulkan rasa aman. Hal ini juga menguatkan ikatan emosional Anda berdua.
- Cobalah sebisa mungkin menjaga rutinitas. Anak-anak dan orang dewasa sangat bergantung pada pola hidup sehari-hari yang sudah diakrabinya.
- Rencanakan sesuatu yang bisa Anda nikmati bersama anak-anak, seperti berjalan-jalan, pergi piknik, meluangkan waktu hening, atau berdoa. Sungguh berguna mengetahui ada hal-hal kecil yang bisa kita lakukan untuk merasa lebih baik, baik pada saat suka maupun duka.
- Bahkan kalau anak-anak tidak menjelaskan apa yang sudah mereka lihat atau dengar dari berita, Anda perlu bertanya apa yang menurut mereka telah terjadi. Jika orangtua tak mengangkat tema itu, anak-anak akan dibiarkan dengan anggapannya sendiri yang keliru. Anda akan terkejut betapa banyak yang didengar anak Anda dari orang lain.
- Fokuskan perhatian pada para penolong, seperti polisi, regu pemadam kebakaran, perawat, dokter, dan sukarelawan. Sungguh menenangkan mengetahui ada banyak orang peduli yang berani menolong orang lain di dunia.
- Tunjukkan kepada anak-anak ketika Anda menyumbang atau ikut rapat organisasi sosial, menulis surat atau e-mail dukungan, atau mengambil langkah-langkah dukungan. Anak-anak akan menumbuhkan sikap positif jika melihat orang-orang dewasa di sekitarnya mengambil peran aktif yang berbeda-beda dan tidak menyerah dalam ketakberdayaan pada masa krisis. DB

Dr. Dono Baswardono, AISEC, MA, Ph.D


Untuk konsultasi dan permintaan seminar – workshop, silahkan menghubungi Intan di 0813-1641-0088.

No comments:

Post a Comment