Jadilah Sahabat Bagi Penderita Learning Disabilities
Orangtua sering bingung jika anaknya kehilangan dorongan belajar. Mereka juga tidak menyadari kalau sebenarnya terdapat gangguan pada sistem saraf otak si anak, sehingga mereka sering mengalami kesulitan dalam belajar (learning disabilities). Sebenarnya apa saja yang menyebabkan buah hati mereka sulit atau lemah dalam belajar?
Orangtua kadang marah atau menyalahkan anak jika mereka mengalami kesulitan belajar. Orangtua menjatuhkan vonis bahwa kesulitan belajar itu karena anak tidak fokus dalam menerima pelajaran di sekolah. Sebaiknya, orangtua hendaknya memahami terlebih dahulu apa yang menjadi masalah anak dalam menerima pelajaran. Karena dengan sikap dan cara yang tepat bukan mustahil potensi besar yang terpendam pada diri anak akan menjadi prestasi luar biasa.
Learning Disabilities. Sindrom sulit belajar pada anak sebenarnya bisa diatasi. Orangtua harus benar-benar memahami atas kemampuan dasar yang dimiliki anak-anak mereka. Kita harus menyadari bahwa setiap orang itu sangat berbeda dalam hal kemampuan dasar. Misalnya ada satu keluarga yang memiliki tiga orang anak, sudah pasti kemampuan anak-anak mereka berbeda. Kalaupun ada beberapa hal yang sama, itu lebih karena bakat. Ini didapat melalui keturunan yang diperoleh dari orangtua.
Lalu apa sebenarnya learning disabilities itu sendiri? Ini adalah kesulitan belajar yang disebabkan oleh adanya kelainan fungsi syaraf otak. Hal ini ditunjukkan oleh ketidaksempurnaan membaca, menulis, berbicara atau yang berhubungan dengan bahasa dan berhitung.
Salah Ucap, Salah Tulis, Salah Hitung.
Ada tiga macam kesulitan belajar yang sering dialami anak. Yang pertama adalah kesulitan membaca (disleksia), yaitu kesulitan belajar yang berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis. Ini disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan dan tulisan. Beberapa ciri anak yang menderita gangguan ini adalah sulit mengeja secara benar, sulit mengeja kata atau suku kata yang bentuknya serupa, kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata, dan kesalahan mengeja terus-menerus.
Jenis kedua adalah disgrafia, yaitu kesulitan belajar mengharmonisasi ingatan dan penguasaan gerak tangan ketika menuliskan angka dan huruf. Bagi anak-anak yang menderita gangguan ini, mereka akan kesulitan dalam menulis setiap kata-kata yang diucapkan gurunya saat pelajaran mendikte. Beberapa cirinya adalah bentuk huruf sering berubah, sulit memegang alat tulis (pulpen atau pensil sering terlepas dari tangan karena gugup atau tegang), sering salah menulis kata-kata (kelapa menjadi kepala), terlalu fokus pada tangannya ketika menulis, sering salah tulis walaupun sudah menyalin tulisan orang lain.
Yang terakhir adalah diskalkulia, yaitu kesulitan pada kemampuan kalkulasi secara sistematis, baik berhitung ataupun kalkulasi. Gejala anak penderita gangguan ini adalah sulit menghitung hitungan sistematis seperti misalnya menghitung jumlah uang kembalian, sulit menggunakan konsep waktu misalnya bingung mengurutkan masa lampau dan masa sekarang, dan sulit menghitung skor pertandingan.
Belum Tentu Underachiever.
Lantas, benarkah anak yang mengalami kesulitan atau lemah dalam belajar bisa dikatakan kalau dia juga underachiever? Underachiever atau overachiever lebih ke arah suatu ciri pribadi. Sehingga hubungannya dengan kemampuan belajar seorang anak tidak terlalu dekat.
Begitu pula dengan harga diri. Hal ini juga merupakan ciri pribadi seseorang. Karena pada dasarnya kelemahan seorang anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor psikologik, lingkungan, dan faktor jasmani.
Sedangkan untuk anak yang menyandang autis tidak bisa dikatakan menderita kesulitan belajar (learning disabilities). Tidak semua anak-anak yang menyandang autis itu menderita lemah dalam menerima pelajaran yang diberikan.
Namun, jangan pernah menganggap remeh anak-anak yang menderita ganguan kesulitan belajar ini. Karena walaupun mereka mengalami gangguan tersebut, mereka juga mempunyai beberapa kelebihan. Diantara mereka tidak jarang yang berbakat di bidang musik, seni lukis atau aktivitas kreatif lainnya.
Cara Menumbuhkan Rasa Percaya Diri pada Anak Penderita Learning Disabilities
Mungkin banyak orang yang berpendapat bahwa anak yang menderita gangguan kesulitan belajar ini adalah anak yang idiot, bodoh, ataupun cacat jiwa. Semua anggapan itu salah. Gangguan ini dapat disembuhkan asalkan menggunakan metoda yang tepat. Orangtua bisa mengatasi masalah ini, antara lain dengan cara:
• Cobalah untuk memahami keadaan anak dengan cara jangan membandingkan dia dengan anak-anak lain dan jadilah motivator bagi si anak.
• Jangan terlalu banyak menuntut pada anak-anak
• Biarkan dia menulis dengan media selain buku, misalnya dengan komputer atau mesin ketik. Dengan menggunakan komputer diharapkan si anak akan tahu kesalahannya dalam mengeja dengan fasilitas yang ada di media tersebut.
• Yang tidak kalah penting adalah orangtua harus mampu membangun rasa percaya diri pada anak. Janganlah melecehkan atau menghina bila si anak berbuat kesalahan, karena ini dapat menyebabkan mereka rendah diri dan menjadi frustrasi.
• Selain itu latih mereka untuk terus menulis. Untuk menulis, orangtua tidak hanya memberikan tugas dalam bentuk tulisan, tapi juga bisa dalam bentuk gambar. Berikan tugas dan memang diminati mereka.
Tidak hanya itu, orangtua juga wajib menemukan potensi yang terpendam dalam diri anak-anaknya. Biarkan mereka menemukan potensinya selain menulis, membaca dan berhitung. Bebaskan mereka memilih bidang apa yang mereka minati, misalnya saja melukis, bermusik atau yang lainnya. Biarkan mereka bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, karena ini juga dapat melatih mereka dalam berkomunikasi. DB
Dr. Dono Baswardono, AISEC, MA, Ph.D
Untuk konsultasi mengenai gangguan belajar dan masalah belajar lainnya maupun permintaan seminar-training-workshop, silahkan menghubungi Intan di 0813-1641-0088.
No comments:
Post a Comment