Tuesday 29 June 2010

5 Langkah Deteksi Dini Keterlambatan Bicara

Orangtua harus memahami tahap-tahap perkembangan bicara anak. Artinya apabila pada usia tertentu kemampuan anak tidak sesuai dengan tahap perkembangannya, orangtua harus curiga. Tahap bicara musti diperhatikan sedini mungkin, karena dapat dijadikan parameter ada tidaknya gangguan perkembangan pada anak. Tentu saja, tanpa mengabaikan tahap-tahap perkembangan lain, seperti motorik kasar-halus dan sosialisasi/interaksi, yang punya peran penting juga dalam menentukan optimal tidaknya perkembangan anak.

Dengan mengerti tahap bicara si kecil, diharapkan gangguan bicara dapat segera ditemukan. Karena itu, 12 bulan pertama kehidupan bayi merupakan masa yang paling penting untuk mendeteksi tumbuh kembang bicaranya. Disarankan apabila pergi ke dokter jangan lupa menanyakan perkembangan bicara anak juga.

Multi Sebab
Ada beberapa penyebab terjadinya keterlambatan bicara pada anak: gangguan pendengaran, autisme, retardasi mental (keterbelakangan mental), gangguan perkembangan multi-sistem, kurang stimulasi, cacat neurologis, dan multi bahasa.

Bahasa Ekspresif
Sebenarnya, bicara atau berkomunikasi sudah dimulai sejak masa bayi. Normalnya, bayi menangis dan bergerak. Orangtua biasanya bereaksi terhadap tangisan dan gerakan bayi tersebut, sehingga terjadilah interaksi. Melalui interaksi inilah, bayi akan belajar bahwa sikap orangtua akan terpengaruh oleh tangisannya.

Bahasa bayi ada tiga, yaitu reseptif, visual, dan ekspresif. Yang dimaksud orangtua ketika mempertanyakan, “Apakah anakku terlambat berbicara?” sebenarnya merujuk pada bahasa ekspresif. Bahasa ekspresif adalah kemampuan anak untuk mengeluarkan kata-kata.

Padahal, sebelumnya bayi telah melalui tahap bahasa reseptif dan bahasa visual. Bahasa visual yang disebut juga ‘bahasa tubuh,’ tampak sebagai perubahan ekspresi muka atau sikap. Bahasa ini mencerminkan apakah seorang bayi atau anak dalam keadaan gembira, marah, tidak mau diganggu, atau keadaan yang berhubungan dengan emosi lainnya.

Bahasa visual ini kurang berkembang pada anak-anak yang termasuk golongan spektrum autisme. Bahasa visual ini merupakan salah satu tahapan bicara pada seorang anak yang dapat dipakai untuk mendeteksi apakah seorang anak terlambat bicara sebelum bahasa ekspresifnya timbul.

Terapi Wicara
Apabila setelah melakukan pemeriksaan gabungan antara dokter dan psikolog, sang buah hati positif mengalami keterlambatan bicara, maka penanganan yang dilakukan bisa berupa terapi okupasi atau terapi wicara.

Terapi yang diberikan berupa instruksi untuk melatih kemampuan bahasanya. Juga membantu anak lebih tenang dan mengerti perintah dengan teknik bermain.

Terapi ini penting dilakukan untuk menstimulasi kemampuan bicara anak. Karena apabila dibiarkan, akan berpengaruh pada emosi anak. Anak yang kemampuan bicaranya kurang akan lebih banyak bergerak, karena tidak bisa menggungkapkan dengan kata-kata. Dan akhirnya anak akan marah-marah. Hal ini akan berpengaruh pada saat dia masuk sekolah. Anak yang mengalami terlambat bicara percaya dirinya juga akan terganggu.

Tanda-tanda yang Musti Diwaspadai
Orangtua harus waspada apabila:
 Pada usia 6 bulan, bayi tidak melirik atau menoleh pada sumber suara yang datang dari belakang atau sampingnya
 Usia 10 bulan, bayi tidak merespons bila dipanggil namanya
 Pada umur 15 bulan, anak tidak mengerti atau merespons terhadap kata “tidak” atau “jangan”
 Pada usia 21 bulan, anak tidak merespons terhadap perintah “duduk,” “ke sini,” atau “berdiri”
 Umur 24 bulan, anak tidak dapat menunjuk dan menyebutkan bagian tubuh seperti mulut, hidung, mata atau kuping.

Apabila terjadi hal-hal di atas, orangtua musti segera berkonsultasi dengan ahli perkembangan anak supaya keterlambatan bicara dapat dideteksi dan ditangani lebih dini.

Tabel Perkembangan Bicara Anak

Usia Kemampuan
0-1 bulan Respons bayi saat mendengar suara dengan melebarkan mata atau perubahan irama pernapasan atau kecepatan mengisap susu
2-3 bulan Respons bayi dengan memerhatikan dan mendengar orang yang sedang bicara
4 bulan Menoleh atau mencari suara orang yang namanya dipanggil
6-9 bulan Babbling, mengerti bila namanya disebut
9 bulan Mengerti arti kata “jangan”
10-12 bulan Imitasi suara, mengucapkan mama/papa dari tidak berarti sampai berarti, kadang-kadang meniru 2-3 kata. Bayi juga mengerti perintah sederhana seperti “Ayo berikan pada mama”
13-15 bulan Perbendaharaan 4-7 kata, 20% bicara mulai dimengerti orang lain
16-18 bulan Perbendaharaan 10 kata, beberapa ekolalia (meniru kata yang diucapkan orang lain), 25% dapat dimengerti orang lain
22-24 bulan Perbendaharaan 50 kata, kalimat 2 kata, 75% dapat dimengerti orang lain
2-2,5 tahun Perbendaharan >400 kata, termasuk nama, kalimat 2-3 kata, mengerti 2 perintah sederhana sekaligus
3-4 tahun Kalimat dengan 3-6 kata; bertanya, bercerita, berhubungan dengan pengalaman, hampir semua dimengerti orang lain
4-5 tahun Kalimat dengan 6-8 kata, menyebut 4 warna, menghitung sampai 10

Monday 28 June 2010

AH, ITU “MASALAH KECIL”

Anda pernah pergi ke toko benang? Saya senang sekali mengantar istri saya berbelanja bahan-bahan pembuat kerajinan tangan. Toko itu sangat kaya warna. Melihat deretan benang itu bagai memandangi pelangi.

Ya seandainya saja hidup kita kaya warna seperti itu. Sesungguhnya, memang begitu. Hanya saja, kita kerap malah menginginkan hidup ‘yang lurus-lurus saja’ bagai benang. Tanpa kusut, tanpa masai. Kalau bisa, sejak bangun pagi sampai mau tidur malam, tidak terjadi masalah apa pun. Hmm...

Begitu mobil hendak meninggalkan garasi, eh terpaksa kembali lagi ke rumah karena kunci laci kantor belum terbawa. “Ah leganya bisa berangkat lima menit sebelum pk 06.00 sehingga tak bakal terjebak macet sejak Cibubur.” Eh baru saja terlontar kalimat itu, tampak mobil-mobil melambat... dan akhirnya berhenti total; rupanya ada kecelakaan. Kejengkelan pun mengisi kepala. Mulut bersungut-sungut, meracaukan padatnya jadwal kerja hari Senin, dan kepalan tangan berkali-kali menghentak gagang stir.

“Mumpung Nadja masih tidur, mau masak bolu kesukaannya ah.” Telur sudah dikocok, tepung, bubuk coklat, dan sedikit gula sudah disiapkan. Loyang sudah diolesi mentega. Mendadak gelap. “Aduh, koq pakai acara mati listrik segala sih!” Sumpah serapah terhadap janji Direktur PLN pun mengular tiada habis dari bibir. Apalagi sudah terlanjur berjanji akan mengadakan lelang baju anak-anak secara online siang ini. Aduh bagaimana ini?
***

Ini memang tak patut disebut krisis karena efeknya memang tidak fatal atau malah katastrofik. Tetapi daftarnya, memang panjangnya luar biasa: jalanan macet, antrean panjang, kunci tertinggal di dalam mobil, koin habis padahal sudah terlanjur membuka jendela mobil, cucian menumpuk, setrikaan rusak, sekring listrik longgar, isi bolpen tiba-tiba macet padahal kemarin baru saja dibeli, denging suara nyamuk di telinga, payung sulit terbuka padahal gerimis sudah membasahi kepala, suami memeluk padahal ia belum mandi dan Anda sudah hampir selesai dandan, anak-anak ribut bermain saat Anda ingin istirahat sejenak, sepatu kesukaan Anda mendadadak ujungnya terasa sakit padahal Anda sudah terlanjur mengenakan pakaian yang serasi dipadu dengannya, dan sejuta ‘gangguan’ kecil lainnya.

Tetapi ‘gangguan-gangguan kecil’ inilah yang kerap mengubah hidup kita. Gara-gara si kecil rewel tak mau mandi, Anda bersungut-sungut sepanjang perjalanan ke kantor, tidak bersemangat saat bekerja, makin jengkel saat makan siang karena ternyata si kecil juga sulit makan, dan terus dalam kegeraman sampai pulang kantor.

Apa yang yang kita alami sehari-hari itulah yang membentuk diri kita. Mengasah watak kita. Mencetak karakter kita.

Diri kita bukan terbentuk hanya oleh peristiwa-peristiwa besar seperti kelahiran, perkawinan, kematian, dan tindakan-tindakan heroik semacamnya, tetapi oleh ‘gangguan-gangguan kecil’ yang datang setiap hari. Bagaimana Anda menghadapi jutaan ‘masalah kecil’ inilah yang akhirnya menunjukkan siapa Anda. Apakah orang yang dengan mudah dikendalikan oleh si pengganggu kecil ini atau sebaliknya, orang yang sanggup mengendalikan diri sendiri?

Anda tak perlu menjawab saya, Anda termasuk yang mana. Cukuplah dengan melihat apa yang terjadi beberapa menit yang lalu atau kemarin; apakah ada momen dimana si pengganggu kecil ini mengubah suasana hati Anda bahkan perjalanan hidup Anda hari itu? Jika ya, tak perlu patah semangat. Selalu masih ada harapan untuk memperbaikinya.

Bagaimana caranya? Bukan cara-cara filosofis yang sulit dan bukan pula teknik-teknik pengembangan diri yang pelik. Cukup dengan cara-cara sederhana yang telah terbukti.

Pertama, mensyukuri setiap masalah kecil Anda. Seperti anak kecil yang mendapatkan kado dari Papanya sepulang kantor. Penuh kegembiraan, penuh suka cita. Ya, bukan sekadar syukur yang suam-suam kuku. Meluap-luaplah dari lubuk hati Anda. Jadi, cucilah baju-baju kotor penuh noda lumpur itu seperti menemukan lukisan yang memetakan kecerdasan anak Anda. Dan yang paling penting, sadarilah bahwa tiap ‘masalah kecil’ itu adalah dari Allah, sebagai penanda bahwa kita masih berguna, masih dipakaiNya sebagai alat perkakasNya. Ia sedang menajamkan Anda. Jadi, kalau ‘masalah kecil’ ini datangnya dari Allah, bagaimana mungkin kita menghadapinya dengan bersungut-sungut?

Kedua, belajar dari gangguan-gangguan kecil Anda. Lebih baik kita realistis saja; hadapi saja kenyataan bahwa tidak satu pun manusia yang hidupnya bagai benang lurus tanpa masalah. Semua orang, setiap orang mendapatkan masalah dan gangguannya sendiri-sendiri. Tanpa kecuali. Jadi, kalau sudah begitu, masih adakah gunanya berkeluh kesah? Bukankah lebih baik energi mental yang tadinya hendak dipakai untuk jengkel dan marah-marah itu diubah menjadi semangat untuk menebar senyum, kepada diri sendiri dan orang lain? Apakah memasak sambil bersungut-sungut akan membuat nasih menjadi lebih cepat matang? Apakah menonton TV sambil memberengut akan membuat acaranya berubah menjadi lebih lucu? Apakah marah-marah di SMS akan membuat si dia terlepas dari kemacetan dan lebih cepat datang menjemput Anda? Lihatlah setiap masalah kecil ini sebagai kesempatan emas untuk meningkatkan kesabaran kita. Pandanglah gangguan kecil ini sebagai peluang langka untuk memperbaiki ketekunan kita.

Ketiga, kenali dan sadari “masa-masa penuh serangga pengganggu” Anda. “Saya tahu, setiap hari Senin pasti macetnya dua kali lipat. Karena itu, setiap Senin saya berangkat ke kantor sejam lebih awal,” kiat seorang teman. Kawan yang lain punya pengamatan berbeda, “Setiap hari Rabu, antara pk 10-12, sinyal di stasiun Manggarai kerap rusak sehingga perjalanan kereta api bisa makan waktu 3 jam. Karena itu, setiap Rabu saya memilih naik bus.” Ya, kenalilah hari-hari atau masa-masa dimana Anda mengalami lebih banyak gangguan kecil. Kalau perlu, lakukan sedikit penelitian, apa saja yang biasa Anda lakukan pada hari iu yang bisa memicu timbulnya masalah kecil tersebut. Lalu lakukan hal-hal untuk mencegah atau menghindarinya. Dan jangan lupa, tambahkan esktra doa menjelang dan sepanjang hari itu.

Ingatlah, tidak satu pun dari masalah kecil itu yang membawa malapetaka. Semua masalah kecil itu hanya untuk kebaikan diri kita semata jika kita mengasihi dan menaati Allah.
Dono Baswardono