Rencanakan Metoda Parenting Anda
Selamat atas kelahiran bayi Anda. Kini Anda telah “menjadi orangtua” walau usia Anda masih muda. Kalau menjadi ‘tua’ adalah hal yang musti dijalani semua orang sesuai dengan makin menuanya tubuh kita, maka menjadi ‘orangtua’ adalah sebuah pilihan! Apalagi, ternyata memang ada beberapa gaya atau metoda parenting yang bisa dipilih. Kini saatnya para orangtua muda serius mempertimbangkan soal parenting yang bakal diterapkannya untuk bayinya kini dan anak-anaknya kelak.
Tidak seperti dalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia dan kebanyakan bahasa daerah tidak mengenal istilah khusus untuk ‘parents’ (yang berakar dari kata ‘pasangan’). Sebaliknya, dalam kultur kita, Anda dan pasangan sudah dianggap ‘tua’ atau ‘bijaksana’ begitu memiliki anak. Jadi, tak peduli Anda masih berumur 23 tahun atau 32 tahun, begitu mempunyai seorang bayi, Anda sudah menjadi ‘orangtua’ atau ‘parents’ berbeda dengan ‘orang tua’ – kata yang hanya menunjukkan umur orang itu memang sudah lanjut.
Konsep ‘parents’ menekankan pada kebersamaan istri dan suami, mom dan dad, papa dan mama. Menjadi orangtua atau parenting merupakan upaya bersama, bukan sendiri-sendiri.
Jadi, sudah saatnya Anda berdua duduk dan serius membicarakan akan memakai gaya parenting seperti apa. Banyak pilihan, karenanya Anda berdua musti memilih. Ada yang disebut ‘positive parenting,’ ‘happy parenting,’ ‘eclectic parenting’ maupun yang almarhum Benyamin Suaeb – seorang tokoh Betawi yang sesungguhnya peduli pendidikan – menyebutnya ‘asal nggelinding aje.’
Pentingnya Memilih Metoda Parenting
Pilihan ini sangat penting. Mengapa? Jawabannya bisa dengan mengajukan pertanyaan balik: Bisakah Anda mencegah anak terlahir dengan cacat bawaan? Bisa! Lalu, bisakah Anda mencegah anak dan remaja Anda terjerembab dalam perilaku menyimpang seperti kecanduan obat terlarang atau terlibat kriminalitas? Juga bisa! Caranya? Antara lain dengan memilih dan menerapkan gaya dan metoda parenting yang sesuai dengan dinamika keluarga Anda.
Bukankah parenting itu sebuah proses, yang bisa saja sekarang cenderung bebas, lalu setelah beberapa tahun berubah sedikit keras, dan sekian tahun lagi agak radikal, dan tahun-tahun berikutnya berjarak? Begitu kira-kira elakan sebagian orangtua. Sekarang coba pikirkan, “Bisakah Anda membuat anak sehat dengan hari ini diberi makanan bergizi seimbang, besok makan nasi dan lauk saja, lusa vegetarian, dan esok lusa junk food?”
Tentu, metoda parenting tidak harus diterapkan kaku, sejak dipilih sampai tua nanti. Tiap peristiwa dan situasi membutuhkan penyesuaian gaya parenting, namun prinsip-prinsip dasarnya tentu tidak berubah. Bagaimana jadinya anak kita, kalau hari ini kita pukul tangannya karena menghisap jempolnya dan kita paksa menghabiskan bubur susunya walau ia menangis kencang, tetapi esok kita biarkan ia bermain-main dengan buburnya?
Sayang, kebanyakan pasutri muda belum sampai pada tahap ‘merencanakan’ dengan matang dan penuh pertimbangan untuk ‘berketurunan,’ yaitu sejak hendak berhubungan seks, hamil, melahirkan sampai mengasuh bayinya. Mayoritas masih menganut prinsip, “Ya, jalani saja. Que sera sera. Yang terjadi, ya terjadilah.
Para dokter anak, dokter kandungan maupun ahli gizi misalnya, kerap menyesalkan betapa kebanyakan orangtua belum merencanakan kelahiran anaknya, sehingga kasus bayi lahir dengan cacat bawaan atau bahkan meninggal, masih sangat tinggi di Indonesia. Sebenarnya, hal serupa juga terjadi dalam bidang edukasi dan parenting. Masih sangat banyak orangtua yang sesungguhnya tidak tahu, apalagi memahami, apa filosofi parenting yang dijalankannya selama ini.
Kualitas vs Kuantitas Pertemuan
Tidak percaya? Coba, semua orangtua pasti mengaku peduli kepada anaknya. Semua mengatakan sayang dan cinta kepada anak-anaknya. Ingat-ingat saja bagaimana percakapan Anda dan teman-teman sekantor soal mendidik anak. Apakah obrolan Anda itu seperti artikel majalah atau tayangan di televisi tentang selebritas, entah artis, politisi, pejabat, atau pengusaha yang tengah membicarakan anak-anaknya? Bukankah mereka selalu mengatakan bahwa “Yang penting adalah kualitas waktu pertemuan dengan anak-anak, bukan kuantitasnya.” Nah, Anda juga bilang begitu kan?
Tetapi bagaimana mungkin menciptakan kualitas pertemuan jika nyaris tak punya waktu bertemu? Realistiskah, jika Anda orang yang supersibuk – dengan banyak peran dan tanggung jawab yang menyita waktu, pikiran dan perasaan – begitu sampai di rumah, dalam detik-detik atau menit-menit awal langsung bisa menciptakan pertemuan berkualitas dengan anak-anak Anda, sementara Anda hanya punya waktu ‘total’ sekitar satu jam bersama anak-anak? Tentu bisa, jika Anda jawara dalam ‘manajemen stres’ dan ‘manajemen perasaan.’ Tetapi, apakah Anda termasuk di dalamnya?
Ataukah Anda serumpun dengan orangtua di bawah ini? Waktu resmi pulang kantor sama, pukul lima sore. Sebagian menunda pulang – bahkan sampai 1-2 jam – karena ‘menunggu berkurangnya kemacetan.’ Sebagian lagi, memang baru bisa pulang lewat dari pukul tujuh malam karena lembur. Lalu, sebagian ‘kecil’ lainnya memilih untuk “play hard” dengan sekadar jalan-jalan di mal atau ngopi di cafe sampai menjelang mal tutup, bahkan clubbing sampai larut malam. Setiba di rumah, tentu saja, bayi atau anak-anak telah tidur. Sebagian, ditidurkan oleh baby sitter-nya – yang oleh sebagian orangtua, menyewa baby sitter dianggap sebagai bukti kasih sayang dan kepeduliannya kepada bayi dan anak-anaknya. Dalam kasus ini, saya cenderung mengatakan terus terang, itu HANYA bukti bahwa mereka tidak menelantarkan anak-anaknya.
Pagi hari, bayi atau balita Anda telah bangun, sementara orangtuanya masih tidur karena kelelahan. Atau sebaliknya, Anda termasuk yang harus bangun subuh karena sudah harus tiba di kantor sebelum pukul delapan atau sembilan karena bisa kena penalti kalau terlambat. Semuanya dilakukan serba tergesa-gesa. Mulai dari mandi sampai sarapan. Termasuk memandikan atau memberi sarapan balita Anda. (Lagi-lagi, tak sedikit orangtua yang menyerahkan dua hal ini, apalagi mengganti popok bayinya, kepada baby sitter).
Jadi, kapan Anda melakukan kontak fisik dan membangun ikatan emosional dengan balita Anda? Sebagian orangtua biasnya menjawab, “Waktu berkualitas saya dengan anak-anak sewaktu mengantar mereka ke sekolah/playgroup. Saya tanyakan bagaimana hari mereka kemarin. Saya tanyakan apa yang dipelajarinya di sekolah.”
Apakah itu disebut sebagai waktu berkualitas? Bukankah Anda bertanya jawab itu sambil menyetir mobil atau sibuk menyiapkan pekerjaan kantor? Ke mana arah tatapan Anda? Ke anak atau ke jalan? Tentu ke jalan, kalau tidak, bisa kecelakaan. Bisakah disebut berkualitas jika percakapan dilakukan tanpa saling berpandangan? Selain itu, apakah itu dialog atau interogasi? Bukankah Anda bertanya dan anak menjawab? Kapan Anda mendengarkan cerita-ceritanya, keluh kesahnya? Lebih-lebih lagi, kapan Anda mendengarkannya dengan penuh perhatian alias menyimak dengan fokus seratus persen?
Cinta Butuh Waktu!
Ya saya percaya, tidak satu pun orangtua yang tidak mencintai anaknya. Cinta. Tetapi, menurut anak-anak, kata ‘cinta’ itu harus dieja dengan lima huruf. C-I-N-T-A? Bukan! Anak-anak mengeja cinta sebagai W-A-K-T-U!!!”
Jadi, jika Anda ingin membuktikan bahwa Anda memang orangtua yang peduli pada masa depan anak-anak Anda, jika Anda memang mengasihi anak-anak Anda, jangan lagi berdalih di balik jargon usang, konsep yang sama sekali keliru: “Bahwa kualitas pertemuan lebih penting daripada kuantitasnya.”
Total waktu atau kuantitas pertemuan Anda dengan anak-anak juga sama pentingnya. Siapa bilang bahwa sepuluh menit pertemuan berkualitas lebih berharga dan bermanfaat bagi perkembangan anak-anak dibandingkan setengah jam perjumpaan tidak berkualitas?
Lagi pula, apakah Anda punya ukuran atau parameter dari ‘kualitas’ pertemuan itu? Para psikolog, pedagog dan mereka yang merasa mengerti soal parenting ini lalu mengagung-agungkan mitos pentingnya kualitas pertemuan, sudahkah mereka mengembangkan parameter kualitas itu yang bisa menjadi pedoman para orangtua? Apakah mereka sudah memberikan contoh-contoh konkrit berupa kejadian-kejadian yang biasa dialami oleh para orangtua sehari-hari yang menunjukkan seperti apa kualitas pertemuan itu?
Nah, semua ini menegaskan sekali lagi betapa sangat pentingnya menentukan gaya dan metoda parenting sejak dini, bahkan kalau bisa, sebelum Anda sengaja hendak punya anak. Salah satu metoda parenting yang bisa Anda pilih, Bonding Parenting, saya paparkan di tulisan berikutnya.
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
No comments:
Post a Comment