Siapkan Dongeng Sebelum Mudik
Senangnya, libur lebaran telah tiba! Waktunya berkumpul dengan keluarga. Namun tak jarang, saat mudik si kecil merasa bosan. Salah satu aktivitas yang dapat Bunda lakukan untuk menghibur si kecil adalah mendongeng. Tapi Bunda harus tahu bahwa aktivitas mendengarkan cerita membutuhkan konsentrasi dan perhatian yang cukup tinggi bagi anak. Sedangkan rentang perhatian si preschooler masih cukup pendek, biasanya untuk kegiatan yang monoton, mereka hanya mampu bertahan kurang dari 15 menit. Yuk coba ikuti ide-ide segar berikut agar mendongeng tak lagi monoton, utamanya saat Lebaran!
Agar Mendongeng Tak Membosankan
Cerita sesuai daerah asal
Memilih cerita rakyat untuk didongengkan memiliki kelebihan tersendiri. Cerita rakyat mengandung nilai budaya yang tinggi dan asli Indonesia. Anak akan senang jika apa yang diceritakan dapat dilihat secara visual. Maka Bunda dapat memilih cerita yang sesuai daerah asal. Misalnya Bunda berasal dari Aceh, maka dongengkan cerita 'Raja Ganje', 'Manusia Bersarung Kodok' atau 'Si Tulot'. Anda pun bisa sekaligus memperkenalkan beberapa kata atau ungkapan dalam bahasa daerah tempat Anda berasal pada si kecil.
Pilih cerita rakyat yang jarang terekspose
Agar pengetahuan anak akan budaya Indonesia kian bertambah, pilih cerita rakyat yang jarang terekspose. Jika selama ini cerita rakyat dari Sumatera Barat yang dikenal luas adalah 'Malin Kundang' maka carilah alternatif lain untuk diceritakan pada anak, misalnya cerita 'Pak Lebai Malang'.
Sebelum mudik lebaran sisihkan sedikit waktu untuk mencari cerita-cerita rakyat tersebut melalui internet atau dapat juga mencarinya bersama si kecil di toko buku.
Mendongeng sambil berwisata
Misalnya, Bunda akan menceritakan asal-usul terbentuknya 'Gunung Tangkuban Perahu' atau 'Danau Toba', pasti lebih seru jika dilakukan sambil mengunjungi tempat tersebut. Selain dapat melihat secara langsung apa yang Bunda dongengkan, si preschooler juga akan lebih mengenal daerah tempat Bunda dan Ayahnya berasal.
Mendongeng sambil bermain peran dan kuis
Mendongeng satu arah, dimana anak hanya mendengarkan Bunda bercerita, tergolong kuno. Anda sebagai story teller dapat menciptakan cara mendongeng yang lebih segar dan menyenagkan. Biarkan Anda dan orang-orang dewasa lainnya yang tengah berkumpul saat Lebaran terlibat lebih banyak dengan memerankan tokoh dalam dongeng. Putar musik sesuai tema cerita, karena musik merupakan faktor pendukung sebuah cerita dapat menjadi pelengkap momen kebersamaan anda sekeluarga. Pada akhir sesi cerita, Anda dapat mengajak si kecil berinteraksi dengan memberi pertanyaan seputar jalan cerita dongeng tersebut. Jika anak bisa menjawab, berikan hadiah, misalnya berupa angpao atau bingkisan Lebaran.
Mendongeng sambil menggambar
Sediakan beberapa kertas gambar polos, krayon atau spidol. Letakkan kertas tersebut di samping Anda menghadap ke arah si kecil. Lalu sambil bercerita gambarkan tokoh dan kejadian seputarnya. Untuk mengurangi kebosanan, berikan pula kertas dan alat menggambar pada si kecil, agar ia bisa ikut menggambar atau sekedar mencoret-coret sambil mendengarkan cerita yang Anda sampaikan.
Mendongeng sambil bermain alat musik
Saat ini mendongeng tak melulu soal melafalkan kalimat demi kalimat saja. Divariasikan dengan lantunan nada pun namanya tetap mendongeng! Bercerita lebih seru jika sambil bermain alat musik, misalnya gitar, gendang, suling dan lain-lain. Ajak pula si kecil dan sepupunya untuk bernyanyi bersama. n
Tip Mendongeng yang Baik
Pilih cerita yang baik
Isi cerita menjadi faktor penting yang menentukan menarik atau tidaknya suatu dongeng. Selain itu tema yang baik juga sangat berguna bagi pekembangan kepribadiaan anak kelak. Pilihlah cerita yang bertemakan kelembutan, kedamaian, semangat tinggi, serta nilai-nilai lain yang dapat menguandang inspirasi dan imajinasi anak. Hindari cerita-cerita yang mengandung kekerasan, iri hati dan dengki.
Pendongeng harus berpikiran cerdas dan kreatif
Kecerdasan diperlukan karena pendongeng harus dapat menafsirkan isi (naskah) dongeng secara tepat. Ia tidak boleh menafsirkan isi (naskah) dongeng sesuai dengan kehendaknya tanpa memperhatikan ide dasar (naskah) dongeng. Di sinilah ia dituntut secara cerdas mampu menangkapnya.
Kuasai materi cerita
Jangan pernah mencoba menghapal sebuah cerita karena hanya akan membuat Bunda terperangkap didalamnya dan akan menemukan kesulitan untuk berimprovisasi jika lupa pada cerita yang akan diberikan.
Pelajari tokoh-tokoh dengan baik
Ada baiknya Bunda juga menguasai mengenai tokoh-tokoh didalamnya. Karakter dan sifat dari masing-masing tokoh dalam sebuah cerita. Jadi, jika cerita harus mengalami improvisasi, tokoh-tokohnya tidak mengalami perubahan karakter.
Mengubah isi cerita
Jika alur cerita dan detil suatu cerita terlupakan, Anda bisa untuk merubah isi dongeng yang penting inti cerita yang akan diceritakan tidak mengalami perubahan.
Ciptakan suasana yang tepat
Ciptakan suasana dimana anak berada dalam kondisi sadar dan senang saat Bunda membacakan cerita. Namun hindari suasana formal karena suasana formal malah membuat kondisi kaku dan tidak menyenangkan. Hindari juga suasana bising selama bercerita, sebaliknya buatlah suasana tenang dan hening.
Gunakan vokal dan intonasi yang baik
Pastikan Bunda memilih teknik vokal dan intonasi yang tepat dan sesuai dengan isi cerita saat mendongeng. Jangan memaksakan membuat suara-suara aneh hanya untuk menekankan tokoh tertentu jika Bunda memang tidak bisa. Hal tersebut hanya akan mempersulit Anda dalam mendongeng. Cara yang lebih mudah adalah dapat memperkecil atau memperbesar suara dengan disertai gerak tubuh sesuai dengan tokoh dalam cerita dongeng yang Anda bawakan.
Lakukan kontak mata
Pastikan melakukan kontak mata dengan anak saat Bunda bercerita, jangan hanya fokus pada buku bacaan.
Visualisasikan cerita
Usai mendongeng, mintalah anak untuk memvisualisasikan cerita baik dengan lukisan maupun gambar-gambar sederhana, dengan demikian Bunda jadi tahu apakah si kecil menangkap makna yang benar dari cerita tersebut.
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Tuesday, 31 July 2012
Thursday, 26 July 2012
Awas! Anak Anda Korban Bullying di Sekolah
Awas! Anak Anda Korban Pemalakan dan Ejekan di Sekolah
Tanya: Saya merasa kesulitan dan sedih menghadapi masalah anak saya, Dedi, kelas IV SD. Ia mogok pergi ke sekolah selama hampir 2 minggu. Saya tanya mengapa dia malas pergi ke sekolah, dia bungkam. Bahkan, ketika gurunya datang ke rumah menanyakan hal tersebut, dia tetap tidak menjawabnya.
Kemudian saya dan gurunya mencoba menanyakan kepada beberapa teman dekat Dedi. Mulai ada sedikit kejelasan, mungkin dia takut pergi ke sekolah karena sering diolok-olok temannya sebagai anak manja, cengeng, dan selalu ingin diperhatikan gurunya. Ia juga pernah dimintai uang oleh teman-temannya.
Selain itu, anak saya lambat dalam mengikuti pelajaran dan kurang percaya diri dalam memulai suatu kegiatan. Mungkinkah anak saya malas pergi ke sekolah karena sering diganggu temannya? Kenapa hal tersebut bisa terjadi pada anak saya, dan anak-anak seperti apa yang bisa mengalaminya? Apa yang harus kami lakukan untuk mencegah ia malas ke sekolah? Terima kasih.
Jawab: Kasus di atas menunjukkan adanya kekerasan di sekolah, seperti cerita ibunda Dedi yang prihatin melihat anaknya menjadi korban olok-olok dan pemalakan. Kasus pemalakan tidak hanya terjadi di tingkat SMP dan SMA saja, kini masalah pemalakan juga dialami anak-anak sekolah dasar. Pemalakan merupakan salah satu bentuk kekerasan yang akhir-akhir ini sering terjadi di lingkungan sekolah.
Pemalakan biasanya didefinisikan dengan meminta uang secara paksa kepada orang lain. Padahal target pemalakan tidak hanya terbatas pada uang saja, bisa jam tangan, tas, cincin, gelang, kalung, dan sebagainya. Pemalakan merupakan salah satu contoh dari bullying.
Bullying Luas Cakupannya
Lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan bullying? Bullying mengarah kepada tindakan yang mengganggu orang lain, dilakukan secara sengaja dan sifatnya berupa agresi fisik ataupun psikologis.
Bullying terbagi menjadi tiga. Yang pertama, bullying fisik seperti memukul, menampar, mencubit, atau memalak. Kedua, bullying verbal seperti memaki, menggosip atau mengejek. Dan, bullying psikologis seperti mengintimidasi, mengabaikan dan tindakan diskriminatif.
Kasus-kasus bullying yang terjadi di sekolah belum mendapat perhatian khusus dari pihak guru. Mereka masih menganggap bullying sebagai hal biasa. Malahan, penggencetan atau olok-olok antar teman maupun antara senior dan yunior merupakan semacam tradisi yang harus dilewati oleh setiap anak baru di sekolah.
Penggencetan yang dilakukan oleh kakak kelas terhadap adik kelasnya disebut dengan hazing, yaitu kegiatan yang biasanya dilakukan oleh anggota kelompok yang sudah senior, yang berupa keharusan bagi yunior untuk melakukan tugas-tugas yang memalukan, melecehkan bahkan juga menyiksa atau setidaknya menimbulkan ketidaknyamanan fisik maupun psikis sebagai syarat penerimaan anggota baru sebuah kelompok.
Sebagai contoh konkrit, sebuah sekolah menengah atas khusus murid laki-laki di daerah Jakarta Selatan, para murid kelas dua dan tiga hampir tiap siang suka membikin lingkaran di sebuah taman perumahan yang kebetulan berada di samping sekolah. Di tengah lingkaran yang sengaja dibikin rapat agar orang tidak bisa melihat itu (dan alasan utama lainnya), mereka memaksa dua murid kelas satu untuk berkelahi dengan tangan telanjang. Tanpa aturan, tanpa batas waktu, dan sama sekali tidak boleh menerobos lingkaran (inilah alasan mengapa lingkaran dirapatkan). Baru selesai kalau salah satu berteriak menyerah kalah atau memang terluka cukup parah. Tentu saja, jika berteriak menyerah kalah, bisa-bisa sepanjang tiga tahun, ia akan diejek sebagai banci. Dan “tradisi” ini berjalan dengan mulus – sekali lagi, hampir tiap hari – selama bertahun-tahun; persis di samping pagar tembok tinggi sekolah yang memiliki aturan tertulis sangat ketat itu; termasuk melarang muridnya membawa mobil dan senjata tajam ke sekolah. Sementara para tukang warung dan pelanggan warung yang ada di sekitar tempat kejadian bukannya tidak pernah membubarkan gerombolan itu. Namun, setiap kali dibubarkan, keesokan harinya mereka akan “melanjutkan” ronde-ronde yang tertunda itu.
Penonton Ikut Bertanggungjawab
Malah, sebagian guru pun menganggap biasa kalau kakak kelas mengintimidasi adik kelas. Alasannya, si adik kelas juga akan melakukan hal sama kalau dia sudah duduk di kelas yang lebih tinggi. Suasana seperti itu sangat kondusif memunculkan bullying.
Terjadinya bullying di sekolah merupakan proses dinamika kelompok, di mana ada pembagian peran. Peran-peran tersebut adalah: Bully, Asisten Bully, Reinforcer, Victim, Defender dan Outsider. Bully, yaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin, yang berinisiatif dan aktif terlibat dalam perilaku bullying. Asisten juga terlibat aktif dalam perilaku bullying, namun ia cenderung tergantung atau mengikuti perintah Bully. Reinforcer adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi, ikut menyaksikan, menertawakan korban, memprovokasi Bully, mengajak siswa lain untuk menonton dan sebagainya. Outsider adalah orang-orang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak melakukan apapun, seolah-¬olah tidak peduli.
Perlu disadari bahwa bullying terjadi dan menjadi tradisi bukan hanya karena adanya Bully, Asisten Bully dan Victim (korban) saja, melainkan karena peran serta pihak-pihak yang pasif seperti misalnya Reinforcer dan juga Outsider. Ketika Bully melakukan kekerasan, ia merasa mendapat dukungan, baik dari asistennya maupun dari para penonton yang bersorak atau ikut tertawa (Reinforcer).
Selain itu, karena Bully juga tidak mendapatkan konsekuensi negatif dari pihak guru atau sekolah, maka dari sudut teori belajar, Bully mendapatkan reward atau penguatan atas perilakunya. Si Bully akan mempersepsikan bahwa perilakunya justru mendapatkan pembenaran bahkan memberinya identitas sosial yang membanggakan.
Banyak kasus pemalakan yang belum ditangani secara serius oleh pihak-pihak yang berwenang. Berbeda halnya dengan di luar negeri, masalah pemalakan mendapat perhatian yang cukup besar untuk ditangani.
Siapa Pembuli? Ciri-ciri Korban?
Anak-anak yang menjadi korban pemalakan biasanya anak-anak yang termasuk slow learner atau yang lemah dalam hal menangkap pelajaran, lemah secara fisik, sakit-sakitan, ‘anak mami’ yang selalu diantar, jemput dan ditunggui ibunya.
Lalu, untuk si pelaku pemalakan sendiri, tidak selalu didasari kebutuhan akan uang.
Pemalak melakukan tindakan pemalakan untuk mencari kekuasaan yang lebih atas orang lain, menjadi raja di kelas, menjadi pemimpin di antara gengnya. Dengan kata lain, ada kepuasan tersendiri bagi si pemalak ketika berhasil memaksa orang lain menyerahkan miliknya.
Dampak Bullying bagi Anak-anak.
Ada beberapa dampak yang terjadi pada anak korban pemalakan, di antaranya school phobia atau anak menjadi takut untuk sekolah, motivasi berprestasi menurun, takut untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, merasa cemas saat akan pergi ke sekolah dan lambat laun akan berpengaruh pada prestasi belajar anak itu sendiri.
Bagi anak-anak yang pernah menjadi korban pemalakan, pihak orangtua dan sekolah harus menanganinya dengan baik. Hal utama yang ditekankan kepada si anak adalah harga diri (self esteem) anak harus dibangkitkan terlebih dahulu. Anak tidak boleh memiliki konsep diri yang rendah tentang dirinya. Jangan sampai anak memiliki konsep bahwa dirinya anak yang lemah, anak yang bodoh, anak yang memang pantas menjadi sasaran untuk “dikerjai” oleh teman-temannya. Jika anak mengalami pemalakan ajarkan anak untuk berani melapor kepada gurunya, melatih anak lebih mandiri dan berani berkata “tidak” apabila dipaksa oleh temannya untuk menyerahkan uang.
Cara Menangani Bullying
Guru dapat mengajarkan cara berkomunikasi yang asertif kepada siswa. Jika pelaku bullying direspon dengan cukup asertif oleh korbannya, maka ia akan berfikir dua kali untuk meneruskan perbuatannya. Contoh, bila seorang anak dibentak dan dipaksa menyerahkan miliknya, ia dapat dengan tegas menolaknya, “Aku tidak mau, untuk apa kamu memintanya…”
Bersikap asertif artinya kita mampu untuk berkata "tidak," mampu meminta pertolongan, mampu mengekspresikan perasaan positif dan negatif secara wajar, dan mampu berkomunikasi tentang hal-hal yang bersifat umum. Jadi, orang yang memiliki sikap asertif adalah orang yang memiliki keberanian untuk mengekspresikan hak, pikiran, perasaan, dan kepercayaan secara langsung, jujur, terhormat dan tanpa menyakiti orang lain.
Komunikasi asertif ini intinya adalah melakukan penyadaran bagi pelaku bullying bahwa yang menjadi korbannya benar-benar tidak senang dengan perilaku tersebut, dan ia diarahkan untuk menyampaikan secara terbuka terhadap si pelaku.
Salah satu kunci untuk menangani kasus kekerasan di sekolah adalah dengan menciptakan suasana sekolah yang nyaman. Memang terkesan sangat teoritis sekali, menciptakan suasana sekolah yang nyaman tidak semudah yang dibayangkan, perlu ada kerjasama yang baik antara pihak sekolah, murid, orangtua dan tentunya lingkungan sekitar. Selain itu, pihak pengajar diharapkan memiliki hubungan yang dekat dengan murid, sehingga jika ada sesuatu yang tidak beres, guru dapat langsung menyadari dan ditangani lebih cepat.
Sebaiknya guru tidak hanya mengajar di kelas saja. Akan lebih baik jika guru mau berkeliling di area sekolah pada jam istirahat, seperti di kantin, toilet, lapangan olah raga, lorong-lorong sekolah, tempat-tempat lain yang cukup tersembunyi, untuk memantau kegiatan sehari-hari di sekolah.
Orangtua pun harus rajin mengamati dan bertanya, apa yang terjadi di sekolah. Laporkan ke pihak sekolah jika ada bukti intimidasi fisik dan psikis yang mengancam anak. Jika tidak ada tindakan dari pihak sekolah, bisa dipertimbangkan untuk memindahkan anak ke sekolah lain.
Tips untuk anak-anak saat menghadapi pembuli
• Jika ada teman atau kakak kelas yang meminta uang, jangan langsung diberikan, tanyakan lebih dahulu alasannya.
• Jangan takut untuk melapor kepada orangtua dan guru.
• Hati-hati jika diajak ke tempat sepi oleh orang yang tidak dikenal.
• Jangan ragu untuk berteriak meminta tolong, agar menarik perhatian orang-orang di sekeliling.
Tips untuk Orangtua Mencegah Anak Jadi Korban Bully
• Ajarkan kepada anak untuk lebih mandiri dan percaya diri.
• Latih anak untuk berani berkata ‘tidak’ kepada orang lain.
• Menjalin komunikasi yang baik dengan guru kelas atau pihak sekolah.
• Ajarkan kepada anak untuk membangun sosialisasi yang baik dengan teman-temannya.
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Tanya: Saya merasa kesulitan dan sedih menghadapi masalah anak saya, Dedi, kelas IV SD. Ia mogok pergi ke sekolah selama hampir 2 minggu. Saya tanya mengapa dia malas pergi ke sekolah, dia bungkam. Bahkan, ketika gurunya datang ke rumah menanyakan hal tersebut, dia tetap tidak menjawabnya.
Kemudian saya dan gurunya mencoba menanyakan kepada beberapa teman dekat Dedi. Mulai ada sedikit kejelasan, mungkin dia takut pergi ke sekolah karena sering diolok-olok temannya sebagai anak manja, cengeng, dan selalu ingin diperhatikan gurunya. Ia juga pernah dimintai uang oleh teman-temannya.
Selain itu, anak saya lambat dalam mengikuti pelajaran dan kurang percaya diri dalam memulai suatu kegiatan. Mungkinkah anak saya malas pergi ke sekolah karena sering diganggu temannya? Kenapa hal tersebut bisa terjadi pada anak saya, dan anak-anak seperti apa yang bisa mengalaminya? Apa yang harus kami lakukan untuk mencegah ia malas ke sekolah? Terima kasih.
Jawab: Kasus di atas menunjukkan adanya kekerasan di sekolah, seperti cerita ibunda Dedi yang prihatin melihat anaknya menjadi korban olok-olok dan pemalakan. Kasus pemalakan tidak hanya terjadi di tingkat SMP dan SMA saja, kini masalah pemalakan juga dialami anak-anak sekolah dasar. Pemalakan merupakan salah satu bentuk kekerasan yang akhir-akhir ini sering terjadi di lingkungan sekolah.
Pemalakan biasanya didefinisikan dengan meminta uang secara paksa kepada orang lain. Padahal target pemalakan tidak hanya terbatas pada uang saja, bisa jam tangan, tas, cincin, gelang, kalung, dan sebagainya. Pemalakan merupakan salah satu contoh dari bullying.
Bullying Luas Cakupannya
Lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan bullying? Bullying mengarah kepada tindakan yang mengganggu orang lain, dilakukan secara sengaja dan sifatnya berupa agresi fisik ataupun psikologis.
Bullying terbagi menjadi tiga. Yang pertama, bullying fisik seperti memukul, menampar, mencubit, atau memalak. Kedua, bullying verbal seperti memaki, menggosip atau mengejek. Dan, bullying psikologis seperti mengintimidasi, mengabaikan dan tindakan diskriminatif.
Kasus-kasus bullying yang terjadi di sekolah belum mendapat perhatian khusus dari pihak guru. Mereka masih menganggap bullying sebagai hal biasa. Malahan, penggencetan atau olok-olok antar teman maupun antara senior dan yunior merupakan semacam tradisi yang harus dilewati oleh setiap anak baru di sekolah.
Penggencetan yang dilakukan oleh kakak kelas terhadap adik kelasnya disebut dengan hazing, yaitu kegiatan yang biasanya dilakukan oleh anggota kelompok yang sudah senior, yang berupa keharusan bagi yunior untuk melakukan tugas-tugas yang memalukan, melecehkan bahkan juga menyiksa atau setidaknya menimbulkan ketidaknyamanan fisik maupun psikis sebagai syarat penerimaan anggota baru sebuah kelompok.
Sebagai contoh konkrit, sebuah sekolah menengah atas khusus murid laki-laki di daerah Jakarta Selatan, para murid kelas dua dan tiga hampir tiap siang suka membikin lingkaran di sebuah taman perumahan yang kebetulan berada di samping sekolah. Di tengah lingkaran yang sengaja dibikin rapat agar orang tidak bisa melihat itu (dan alasan utama lainnya), mereka memaksa dua murid kelas satu untuk berkelahi dengan tangan telanjang. Tanpa aturan, tanpa batas waktu, dan sama sekali tidak boleh menerobos lingkaran (inilah alasan mengapa lingkaran dirapatkan). Baru selesai kalau salah satu berteriak menyerah kalah atau memang terluka cukup parah. Tentu saja, jika berteriak menyerah kalah, bisa-bisa sepanjang tiga tahun, ia akan diejek sebagai banci. Dan “tradisi” ini berjalan dengan mulus – sekali lagi, hampir tiap hari – selama bertahun-tahun; persis di samping pagar tembok tinggi sekolah yang memiliki aturan tertulis sangat ketat itu; termasuk melarang muridnya membawa mobil dan senjata tajam ke sekolah. Sementara para tukang warung dan pelanggan warung yang ada di sekitar tempat kejadian bukannya tidak pernah membubarkan gerombolan itu. Namun, setiap kali dibubarkan, keesokan harinya mereka akan “melanjutkan” ronde-ronde yang tertunda itu.
Penonton Ikut Bertanggungjawab
Malah, sebagian guru pun menganggap biasa kalau kakak kelas mengintimidasi adik kelas. Alasannya, si adik kelas juga akan melakukan hal sama kalau dia sudah duduk di kelas yang lebih tinggi. Suasana seperti itu sangat kondusif memunculkan bullying.
Terjadinya bullying di sekolah merupakan proses dinamika kelompok, di mana ada pembagian peran. Peran-peran tersebut adalah: Bully, Asisten Bully, Reinforcer, Victim, Defender dan Outsider. Bully, yaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin, yang berinisiatif dan aktif terlibat dalam perilaku bullying. Asisten juga terlibat aktif dalam perilaku bullying, namun ia cenderung tergantung atau mengikuti perintah Bully. Reinforcer adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi, ikut menyaksikan, menertawakan korban, memprovokasi Bully, mengajak siswa lain untuk menonton dan sebagainya. Outsider adalah orang-orang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak melakukan apapun, seolah-¬olah tidak peduli.
Perlu disadari bahwa bullying terjadi dan menjadi tradisi bukan hanya karena adanya Bully, Asisten Bully dan Victim (korban) saja, melainkan karena peran serta pihak-pihak yang pasif seperti misalnya Reinforcer dan juga Outsider. Ketika Bully melakukan kekerasan, ia merasa mendapat dukungan, baik dari asistennya maupun dari para penonton yang bersorak atau ikut tertawa (Reinforcer).
Selain itu, karena Bully juga tidak mendapatkan konsekuensi negatif dari pihak guru atau sekolah, maka dari sudut teori belajar, Bully mendapatkan reward atau penguatan atas perilakunya. Si Bully akan mempersepsikan bahwa perilakunya justru mendapatkan pembenaran bahkan memberinya identitas sosial yang membanggakan.
Banyak kasus pemalakan yang belum ditangani secara serius oleh pihak-pihak yang berwenang. Berbeda halnya dengan di luar negeri, masalah pemalakan mendapat perhatian yang cukup besar untuk ditangani.
Siapa Pembuli? Ciri-ciri Korban?
Anak-anak yang menjadi korban pemalakan biasanya anak-anak yang termasuk slow learner atau yang lemah dalam hal menangkap pelajaran, lemah secara fisik, sakit-sakitan, ‘anak mami’ yang selalu diantar, jemput dan ditunggui ibunya.
Lalu, untuk si pelaku pemalakan sendiri, tidak selalu didasari kebutuhan akan uang.
Pemalak melakukan tindakan pemalakan untuk mencari kekuasaan yang lebih atas orang lain, menjadi raja di kelas, menjadi pemimpin di antara gengnya. Dengan kata lain, ada kepuasan tersendiri bagi si pemalak ketika berhasil memaksa orang lain menyerahkan miliknya.
Dampak Bullying bagi Anak-anak.
Ada beberapa dampak yang terjadi pada anak korban pemalakan, di antaranya school phobia atau anak menjadi takut untuk sekolah, motivasi berprestasi menurun, takut untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, merasa cemas saat akan pergi ke sekolah dan lambat laun akan berpengaruh pada prestasi belajar anak itu sendiri.
Bagi anak-anak yang pernah menjadi korban pemalakan, pihak orangtua dan sekolah harus menanganinya dengan baik. Hal utama yang ditekankan kepada si anak adalah harga diri (self esteem) anak harus dibangkitkan terlebih dahulu. Anak tidak boleh memiliki konsep diri yang rendah tentang dirinya. Jangan sampai anak memiliki konsep bahwa dirinya anak yang lemah, anak yang bodoh, anak yang memang pantas menjadi sasaran untuk “dikerjai” oleh teman-temannya. Jika anak mengalami pemalakan ajarkan anak untuk berani melapor kepada gurunya, melatih anak lebih mandiri dan berani berkata “tidak” apabila dipaksa oleh temannya untuk menyerahkan uang.
Cara Menangani Bullying
Guru dapat mengajarkan cara berkomunikasi yang asertif kepada siswa. Jika pelaku bullying direspon dengan cukup asertif oleh korbannya, maka ia akan berfikir dua kali untuk meneruskan perbuatannya. Contoh, bila seorang anak dibentak dan dipaksa menyerahkan miliknya, ia dapat dengan tegas menolaknya, “Aku tidak mau, untuk apa kamu memintanya…”
Bersikap asertif artinya kita mampu untuk berkata "tidak," mampu meminta pertolongan, mampu mengekspresikan perasaan positif dan negatif secara wajar, dan mampu berkomunikasi tentang hal-hal yang bersifat umum. Jadi, orang yang memiliki sikap asertif adalah orang yang memiliki keberanian untuk mengekspresikan hak, pikiran, perasaan, dan kepercayaan secara langsung, jujur, terhormat dan tanpa menyakiti orang lain.
Komunikasi asertif ini intinya adalah melakukan penyadaran bagi pelaku bullying bahwa yang menjadi korbannya benar-benar tidak senang dengan perilaku tersebut, dan ia diarahkan untuk menyampaikan secara terbuka terhadap si pelaku.
Salah satu kunci untuk menangani kasus kekerasan di sekolah adalah dengan menciptakan suasana sekolah yang nyaman. Memang terkesan sangat teoritis sekali, menciptakan suasana sekolah yang nyaman tidak semudah yang dibayangkan, perlu ada kerjasama yang baik antara pihak sekolah, murid, orangtua dan tentunya lingkungan sekitar. Selain itu, pihak pengajar diharapkan memiliki hubungan yang dekat dengan murid, sehingga jika ada sesuatu yang tidak beres, guru dapat langsung menyadari dan ditangani lebih cepat.
Sebaiknya guru tidak hanya mengajar di kelas saja. Akan lebih baik jika guru mau berkeliling di area sekolah pada jam istirahat, seperti di kantin, toilet, lapangan olah raga, lorong-lorong sekolah, tempat-tempat lain yang cukup tersembunyi, untuk memantau kegiatan sehari-hari di sekolah.
Orangtua pun harus rajin mengamati dan bertanya, apa yang terjadi di sekolah. Laporkan ke pihak sekolah jika ada bukti intimidasi fisik dan psikis yang mengancam anak. Jika tidak ada tindakan dari pihak sekolah, bisa dipertimbangkan untuk memindahkan anak ke sekolah lain.
Tips untuk anak-anak saat menghadapi pembuli
• Jika ada teman atau kakak kelas yang meminta uang, jangan langsung diberikan, tanyakan lebih dahulu alasannya.
• Jangan takut untuk melapor kepada orangtua dan guru.
• Hati-hati jika diajak ke tempat sepi oleh orang yang tidak dikenal.
• Jangan ragu untuk berteriak meminta tolong, agar menarik perhatian orang-orang di sekeliling.
Tips untuk Orangtua Mencegah Anak Jadi Korban Bully
• Ajarkan kepada anak untuk lebih mandiri dan percaya diri.
• Latih anak untuk berani berkata ‘tidak’ kepada orang lain.
• Menjalin komunikasi yang baik dengan guru kelas atau pihak sekolah.
• Ajarkan kepada anak untuk membangun sosialisasi yang baik dengan teman-temannya.
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Bentengi Anak dari Si Penggertak
Bentengi si Kecil dari Si Penggertak
"Hei gendut... habis makan bakso lima piring ya? Gede banget perutnya!” seru Bobi, sang kakak kelas kepada Manda, yang memang menderita obesitas. Ketika ejekan Bobi membuat Manda merasa direndahkan dan kehilangan rasa percaya diri, itu berarti Manda telah menjadi korban bullying secara verbal dan psikologis.
Belakangan ini memang marak terjadi kasus bullying, utamanya di lingkungan sekolah. Mungkin buah hati Bunda menjadi salah satu korbannya. Bagaimana menghindari si kecil dari si penggertak atau pembuli?
Berani Katakan 'Tidak!' Pada Pembuli
Berani berkata tidak dan mengacuhkannya merupakan salah satu cara untuk mengatasi jika si kecil menjadi korban bullying. Selain itu, ada baiknya Bunda juga mengajari sang buah hati untuk menahan amarah atau emosi negatif, seperti menangis. Pasalnya, reaksi itulah yang diharapkan dari para pembuli.
Perlu Bunda ketahui, pembuli jarang bisa berhenti begitu saja dengan tiba-tiba. Sehingga, anak yang dibuli (korban bullying) harus segera memberitahu dan meminta bantuan kepada orang yang lebih dewasa seperti orangtua atau guru. Hindari tempat di mana mereka biasa dibuli atau lebih baik menghindar dari pembuli. Sebaiknya, anak yang dibuli berkumpul dengan kelompok anak-anak yang baik, agar bisa saling membantu saat salah satu dari mereka dibuli.
Tiga Macam Bullying
Pada dasarnya Bullying merupakan tindakan yang bertujuan dengan sengaja untuk menyakiti orang lain.
Ada tiga bentuk bullying. Pertama, bersifat fisik seperti memukul, menjegal, mendorong dengan sengaja, menampar, memalak, menjatuhkan, hingga menggunakan alat-alat bantu. Kedua, bersifat verbal seperti memaki, menggosip, mengejek atau memanggil dengan sebutan yang memalukan, mengeluarkan kata-kata yang kotor atau tidak sepatutnya. Ketiga, bersifat psikologis secara tidak langsung (indirect), seperti menyebarkan rumor atau gosip, mengancam, mengintimidasi, ‘mengecilkan’, mengabaikan, mendiskriminasi, memanipulasi teman dan sebagainya.
Pada usia prasekolah (early chilhood) pun sebenarnya tindakan ini sudah banyak muncul. Namun terkadang kasus ini belum dimengerti atau tidak sengaja dilakukan oleh sang anak. Sebut saja seperti merebut mainan hingga mendorong temannya sampai terjatuh.
Pengaruh orangtua dan Lingkungan
Perilaku bullying bisa didapatkan langsung melalui perlakukan orangtuanya. Pun saat dia menonton televisi. Pasalnya, banyak acara tv yang tidak layak dilihat bagi si kecil. Lingkungan juga turut memengaruhi anak untuk melakukan bullying. Artinya, ketika si kecil dibesarkan dengan cara seperti itu, mereka belajar bahwa perilaku itu biasa dan wajar dilakukan. Dan biasanya si kecil kurang mendapat penghargaan dan kepercayaan dari lingkungannya. Jadi bisa dikatakan pelaku bullying sebenarnya juga merupakan korban. Sementara, yang menjadi korban bullying biasanya adalah anak-anak yang mempunyai konsep diri yang kurang baik, social skill yang kurang, tidak tahu bagaimana menolak atau mempertahankan diri mereka. Karakter ini bisa terbentuk dari pengasuhan dalam keluarga atau saat mereka berada di lingkungan. DB
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
"Hei gendut... habis makan bakso lima piring ya? Gede banget perutnya!” seru Bobi, sang kakak kelas kepada Manda, yang memang menderita obesitas. Ketika ejekan Bobi membuat Manda merasa direndahkan dan kehilangan rasa percaya diri, itu berarti Manda telah menjadi korban bullying secara verbal dan psikologis.
Belakangan ini memang marak terjadi kasus bullying, utamanya di lingkungan sekolah. Mungkin buah hati Bunda menjadi salah satu korbannya. Bagaimana menghindari si kecil dari si penggertak atau pembuli?
Berani Katakan 'Tidak!' Pada Pembuli
Berani berkata tidak dan mengacuhkannya merupakan salah satu cara untuk mengatasi jika si kecil menjadi korban bullying. Selain itu, ada baiknya Bunda juga mengajari sang buah hati untuk menahan amarah atau emosi negatif, seperti menangis. Pasalnya, reaksi itulah yang diharapkan dari para pembuli.
Perlu Bunda ketahui, pembuli jarang bisa berhenti begitu saja dengan tiba-tiba. Sehingga, anak yang dibuli (korban bullying) harus segera memberitahu dan meminta bantuan kepada orang yang lebih dewasa seperti orangtua atau guru. Hindari tempat di mana mereka biasa dibuli atau lebih baik menghindar dari pembuli. Sebaiknya, anak yang dibuli berkumpul dengan kelompok anak-anak yang baik, agar bisa saling membantu saat salah satu dari mereka dibuli.
Tiga Macam Bullying
Pada dasarnya Bullying merupakan tindakan yang bertujuan dengan sengaja untuk menyakiti orang lain.
Ada tiga bentuk bullying. Pertama, bersifat fisik seperti memukul, menjegal, mendorong dengan sengaja, menampar, memalak, menjatuhkan, hingga menggunakan alat-alat bantu. Kedua, bersifat verbal seperti memaki, menggosip, mengejek atau memanggil dengan sebutan yang memalukan, mengeluarkan kata-kata yang kotor atau tidak sepatutnya. Ketiga, bersifat psikologis secara tidak langsung (indirect), seperti menyebarkan rumor atau gosip, mengancam, mengintimidasi, ‘mengecilkan’, mengabaikan, mendiskriminasi, memanipulasi teman dan sebagainya.
Pada usia prasekolah (early chilhood) pun sebenarnya tindakan ini sudah banyak muncul. Namun terkadang kasus ini belum dimengerti atau tidak sengaja dilakukan oleh sang anak. Sebut saja seperti merebut mainan hingga mendorong temannya sampai terjatuh.
Pengaruh orangtua dan Lingkungan
Perilaku bullying bisa didapatkan langsung melalui perlakukan orangtuanya. Pun saat dia menonton televisi. Pasalnya, banyak acara tv yang tidak layak dilihat bagi si kecil. Lingkungan juga turut memengaruhi anak untuk melakukan bullying. Artinya, ketika si kecil dibesarkan dengan cara seperti itu, mereka belajar bahwa perilaku itu biasa dan wajar dilakukan. Dan biasanya si kecil kurang mendapat penghargaan dan kepercayaan dari lingkungannya. Jadi bisa dikatakan pelaku bullying sebenarnya juga merupakan korban. Sementara, yang menjadi korban bullying biasanya adalah anak-anak yang mempunyai konsep diri yang kurang baik, social skill yang kurang, tidak tahu bagaimana menolak atau mempertahankan diri mereka. Karakter ini bisa terbentuk dari pengasuhan dalam keluarga atau saat mereka berada di lingkungan. DB
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Utamakan Kedekatan Fisik dan Emosional? Pilihlah Bonding Parenting!
Bonding Parenting: Metoda Parenting yang Mengutamakan Kedekatan Fisik dan Emosional
Belakangan ini banyak dibicarakan soal Parenting Kelekatan. Banyak orang yang mungkin sudah akrab dengan istilah ini sesungguhnya belum memahami betul apa itu Parenting Kelekatan. Istilah “Parenting Kelekatan” dilahirkan oleh dokter anak William Sears dan istrinya Martha untuk menjelaskan gaya pengasuhan anak yang sangat responsif dan sangat perhatian.
Parenting Kelekatan meningkatkan kedekatan fisik dan emosional antara orangtua dan anak melalui apa yang disebut pasangan Sears sebagai “Baby Bs.” Baby B ini adalah bonding (ikatan emosional), breastfeeding (menyusui dengan ASI), babywearing (menggendong), bedsharing (tidur dalam satu ranjang) dan boundary building (menetapkan batasan-batasan bagi bayi).
Parenting Kelekatan mendorong orangtua untuk kerap memeluk, menggendong dan memegang bayinya pada minggu-minggu awal kehidupannya agar ikatan emosional berkembang pesat. Memberi ASI dianjurkan karena meningkatkan instink alamiah ibu dalam menanggapi bayinya melalui kedekatan fisik, pengaruh hormonal dan besarnya perhatian ibu.
Baik menggendong maupun tidur seranjang memberi banyak peluang berdekatan. Sedangkan menetapkan batas-batas adalah metoda pendisiplinan yang mengedepankan respon pada kebutuhan anak sesuai dengan usianya dan penerapan bimbingan anak secara lembut.
Semua aspek Baby B ini bertujuan meningkatkan hubungan intuitif dan saling percaya antara orangtua dan bayinya melalui kedekatan fisik dan emosional. Kedekatan ini memungkinkan orangtua untuk mengetahui dan merespon kebutuhan bayinya dengan tepat.
Berbeda dengan metoda parenting yang lebih keras, Baby B bukanlah sekumpulan aturan yang harus diikuti, melainkan sekadar rekomendasi yang bisa dan musti disesuaikan dengan keadaan keluarga masing-masing.
Bagaimana dengan soal makan dan tidur bayi misalnya? Gaya parenting kelekatan ini tidak berpatokan kaku pada urutan atau kalender perkembangan bayi, melainkan lebih berdasarkan pengamatan akan kesiapan bayi. Waktu tidur bayi misalnya, tidak harus kaku pada jam sekian. Kalau bayi menunjukkan tanda-tanda mengantuk, walau belum waktunya tidur, ya tidurkan saja. Begitu pula dengan soal makan, ditinggal bersama baby sitter, tidur sendiri atau perilaku baru lainnya.
Tentu saja, untuk memahami tanda-tanda kesiapan bayi, Anda harus mengenal bayi Anda dengan intim. Orangtua yang memutuskan untuk menerapkan metoda parenting ini musti meluangkan cukup waktu bersama bayinya. Kerap berdekatan dan memperhatikannya.
Salah satu keuntungan lain gaya parenting kelekatan ini, orangtua bisa segera tahu kalau mereka berbuat kesalahan sehingga cepat pula memperbaikinya. Maklum saja, pengenalan mendalam orangtua pada anaknya ini termasuk mengevaluasi reaksi-reaksi anaknya terhadap cara orangtua mengasuhnya.
Merespon Tiap Kali Bayi Menangis
Dengan demikian, pasangan yang menjalankan parenting kelekatan tentu tidak mungkin membiarkan bayinya 'menangis berkepanjangan.' Mereka musti merespon tangis bayinya, walau ada mitos bahwa bayi akan manja jika selalu diperhatikan tiap kali menangis. Sebaliknya, orangtua tipe ini tahu bahwa menangis adalah alat bertahan hidup bayi yang sangat ampuh; tangisan memang alat yang dimaksudkan untuk menimbulkan respon orangtua. Mereka yakin bahwa merespon tangisan bayi malah akan membangun rasa percaya yang kokoh, sekaligus mengajari orangtua untuk 'mendengarkan' anaknya dan langkah awal mengembangkan komunikasi orangtua-anak yang baik.
Filosofi parenting kelekatan ini tidak asal-asalan. Bahkan didukung oleh kenyataan biologi manusia. Setiap kali mendengar bayinya menangis, tubuh seorang ibu (juga ayah) akan mengeluarkan hormon yang akan membuatnya merasa tidak nyaman jika membiarkan anaknya. Jadi, kalau ada orang tua sampai tak peduli pada anaknya, itu berarti melawan 'hukum biologis'nya.
Menyusui dengan ASI
Pemakai gaya parenting kelekatan juga faham akan pentingnya memberi ASI. Menyusui berarti memberi nutrisi optimal dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, karena ASI lebih cepat dicerna, menyusui menjamin bayi sering dipeluk saat menyusu dan terus menerus dekat ibunya. Orangtua yakin bahwa memberi ASI eksklusif menunjukkan kebutuhan biologis bayi untuk terus menerus berlekatan dengan ibunya sebagai transisi alamiah dari kehidupan di dalam rahim. Sebaliknya, jika bayi tidak diberi ASI, ia seakan-akan dipaksa atau direnggut untuk berjauhan dengan ibunya.
Menggendong dan Tidur Seranjang
Menggendong dan tidur seranjang merupakan perluasan alamiah pemenuhan kebutuhan bayi untuk terus berdekatan dengan orang tuanya. Ada banyak teknik menggendong yang bisa dipakai (Baca kembali tulisan saya tentang menggendong di FILES akun Group FB Dono Baswardono Parenting).
Sebagian orangtua lebih suka mengendong bayinya tanpa alat bantu sama sekali. Ada yang senang memakai selendang tradisional agar bayinya merasa lebih ‘adem’ di iklim Indonesia yang panas ini. Namun ada pula yang ‘tahu’ kalau bayinya lebih suka duduk di dalam stroller saat berjalan-jalan di taman misalnya.
Begitu pula soal tidur bersama. Ada orangtua yang tak mau menidurkan bayinya di dalam boks atau crib. Sebaliknya, mereka lebih suka menaruh kasur kecil di lantai kamar tidur mereka agar sewaktu-waktu bisa tidur bersama. Sebagian lagi lebih memilih bayinya ditidurkan di ranjang mereka, walau dengan konsekuensi tidur dan kegiatan mesra orangtua terpaksa menyesuaikan. Yang lain lagi, tetap menaruh bayi di dalam boks saat berangkat tidur sore, tetapi langsung memindahkannya di ranjang mereka setelah bayi menangis pada malam hari. Bahkan ada pula orangtua yang sengaja membeli boks bayi yang bisa dilekatkan di samping ranjang orangtua.
Tiap keluarga memutuskan apa yang paling cocok dengan kebutuhan mereka dan yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan bayinya. Apa pun teknik yang diterapkan, yang penting bisa meningkatkan kedekatan antara orangtua dan bayinya.
Pendisiplinan dengan Lembut
Teknik pendisiplinan yang lembut jamak dilakukan oleh orangtua yang menerapkan Parenting Kelekatan. Metoda disiplin ini disesuaikan dengan umur bayi. Misalnya, orangtua memutuskan untuk meletakkan barang-barang yang gampang pecah di luar jangkauan bayinya daripada memberitahu balitanya untuk tidak menyentuh atau memegang barang-barang itu karena orang tua ini sadar betapa tidak realistis mengharapkan bayinya bisa menahan diri untuk tidak memegangi barang-barang yang menarik baginya.
Toh orangtua ini tentu tidak kesulitan untuk melarang anaknya yang telah berusia sekolah untuk tidak melempar-lemparkan bola di dalam ruang keluarga agar barang-barang di sana tidak pecah. Karena anak seumuran ini tentu sudah bisa diberitahu dan sudah bisa menahan diri.
Yang penting digarisbawahi, metoda parenting kelekatan ini tidak menerapkan hukuman badan melainkan memberikan bimbingan, suri tauladan, pujian dan hadiah untuk perilaku yang baik. Kalau pun terpaksa menerapkan hukuman, dipilih teknik yang lembut, seperti diminta untuk merenungi perbuatannya, diambil (sementara) hak-hak istimewanya. Intinya, musti sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Akan tetapi, orangtua jangan sampai keliru atau kebablasan dalam menjalankan metoda parenting kelekatan ini. Misalnya, dengan selalu atau terus menerus menggendong bayinya, atau selalu tidur seranjang. Memberi ASI musti diusahakan dengan sangat kuat, namun kalau kesehatan tidak memungkinkan, bisa saja memberikan susu formula.
Begitu pula, penerapan parenting kelekatan ini memang akan lebih berhasil jika ibu tidak bekerja di luar rumah. Namun bisa saja disesuaikan, dengan cara ibu memperpanjang masa ‘cuti’nya sampai anaknya mencapai usia balita, dan baru bekerja kembali ketika bayinya sudah masuk sekolah dasar.
Dengan demikian, parenting kelekatan adalah soal bagaimana mengenal bayi Anda dan merespon pada apa yang menurut naluri dan pengetahuan Anda sebagai hal yang benar. Metoda Baby B yang disarankan Dr. Sears hanyalah cara untuk mengenal bayi Anda dengan lebih baik. Ada banyak variasi metoda untuk menerapkan Parenting Kelekatan ini, sesuai dengan keunikan tiap orangtua dan bayinya. Parenting Kelekatan adalah sarana untuk mengenal bayi Anda dan mengembangkan gaya parenting Anda sendiri yang unik dan peka. DB
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Belakangan ini banyak dibicarakan soal Parenting Kelekatan. Banyak orang yang mungkin sudah akrab dengan istilah ini sesungguhnya belum memahami betul apa itu Parenting Kelekatan. Istilah “Parenting Kelekatan” dilahirkan oleh dokter anak William Sears dan istrinya Martha untuk menjelaskan gaya pengasuhan anak yang sangat responsif dan sangat perhatian.
Parenting Kelekatan meningkatkan kedekatan fisik dan emosional antara orangtua dan anak melalui apa yang disebut pasangan Sears sebagai “Baby Bs.” Baby B ini adalah bonding (ikatan emosional), breastfeeding (menyusui dengan ASI), babywearing (menggendong), bedsharing (tidur dalam satu ranjang) dan boundary building (menetapkan batasan-batasan bagi bayi).
Parenting Kelekatan mendorong orangtua untuk kerap memeluk, menggendong dan memegang bayinya pada minggu-minggu awal kehidupannya agar ikatan emosional berkembang pesat. Memberi ASI dianjurkan karena meningkatkan instink alamiah ibu dalam menanggapi bayinya melalui kedekatan fisik, pengaruh hormonal dan besarnya perhatian ibu.
Baik menggendong maupun tidur seranjang memberi banyak peluang berdekatan. Sedangkan menetapkan batas-batas adalah metoda pendisiplinan yang mengedepankan respon pada kebutuhan anak sesuai dengan usianya dan penerapan bimbingan anak secara lembut.
Semua aspek Baby B ini bertujuan meningkatkan hubungan intuitif dan saling percaya antara orangtua dan bayinya melalui kedekatan fisik dan emosional. Kedekatan ini memungkinkan orangtua untuk mengetahui dan merespon kebutuhan bayinya dengan tepat.
Berbeda dengan metoda parenting yang lebih keras, Baby B bukanlah sekumpulan aturan yang harus diikuti, melainkan sekadar rekomendasi yang bisa dan musti disesuaikan dengan keadaan keluarga masing-masing.
Bagaimana dengan soal makan dan tidur bayi misalnya? Gaya parenting kelekatan ini tidak berpatokan kaku pada urutan atau kalender perkembangan bayi, melainkan lebih berdasarkan pengamatan akan kesiapan bayi. Waktu tidur bayi misalnya, tidak harus kaku pada jam sekian. Kalau bayi menunjukkan tanda-tanda mengantuk, walau belum waktunya tidur, ya tidurkan saja. Begitu pula dengan soal makan, ditinggal bersama baby sitter, tidur sendiri atau perilaku baru lainnya.
Tentu saja, untuk memahami tanda-tanda kesiapan bayi, Anda harus mengenal bayi Anda dengan intim. Orangtua yang memutuskan untuk menerapkan metoda parenting ini musti meluangkan cukup waktu bersama bayinya. Kerap berdekatan dan memperhatikannya.
Salah satu keuntungan lain gaya parenting kelekatan ini, orangtua bisa segera tahu kalau mereka berbuat kesalahan sehingga cepat pula memperbaikinya. Maklum saja, pengenalan mendalam orangtua pada anaknya ini termasuk mengevaluasi reaksi-reaksi anaknya terhadap cara orangtua mengasuhnya.
Merespon Tiap Kali Bayi Menangis
Dengan demikian, pasangan yang menjalankan parenting kelekatan tentu tidak mungkin membiarkan bayinya 'menangis berkepanjangan.' Mereka musti merespon tangis bayinya, walau ada mitos bahwa bayi akan manja jika selalu diperhatikan tiap kali menangis. Sebaliknya, orangtua tipe ini tahu bahwa menangis adalah alat bertahan hidup bayi yang sangat ampuh; tangisan memang alat yang dimaksudkan untuk menimbulkan respon orangtua. Mereka yakin bahwa merespon tangisan bayi malah akan membangun rasa percaya yang kokoh, sekaligus mengajari orangtua untuk 'mendengarkan' anaknya dan langkah awal mengembangkan komunikasi orangtua-anak yang baik.
Filosofi parenting kelekatan ini tidak asal-asalan. Bahkan didukung oleh kenyataan biologi manusia. Setiap kali mendengar bayinya menangis, tubuh seorang ibu (juga ayah) akan mengeluarkan hormon yang akan membuatnya merasa tidak nyaman jika membiarkan anaknya. Jadi, kalau ada orang tua sampai tak peduli pada anaknya, itu berarti melawan 'hukum biologis'nya.
Menyusui dengan ASI
Pemakai gaya parenting kelekatan juga faham akan pentingnya memberi ASI. Menyusui berarti memberi nutrisi optimal dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, karena ASI lebih cepat dicerna, menyusui menjamin bayi sering dipeluk saat menyusu dan terus menerus dekat ibunya. Orangtua yakin bahwa memberi ASI eksklusif menunjukkan kebutuhan biologis bayi untuk terus menerus berlekatan dengan ibunya sebagai transisi alamiah dari kehidupan di dalam rahim. Sebaliknya, jika bayi tidak diberi ASI, ia seakan-akan dipaksa atau direnggut untuk berjauhan dengan ibunya.
Menggendong dan Tidur Seranjang
Menggendong dan tidur seranjang merupakan perluasan alamiah pemenuhan kebutuhan bayi untuk terus berdekatan dengan orang tuanya. Ada banyak teknik menggendong yang bisa dipakai (Baca kembali tulisan saya tentang menggendong di FILES akun Group FB Dono Baswardono Parenting).
Sebagian orangtua lebih suka mengendong bayinya tanpa alat bantu sama sekali. Ada yang senang memakai selendang tradisional agar bayinya merasa lebih ‘adem’ di iklim Indonesia yang panas ini. Namun ada pula yang ‘tahu’ kalau bayinya lebih suka duduk di dalam stroller saat berjalan-jalan di taman misalnya.
Begitu pula soal tidur bersama. Ada orangtua yang tak mau menidurkan bayinya di dalam boks atau crib. Sebaliknya, mereka lebih suka menaruh kasur kecil di lantai kamar tidur mereka agar sewaktu-waktu bisa tidur bersama. Sebagian lagi lebih memilih bayinya ditidurkan di ranjang mereka, walau dengan konsekuensi tidur dan kegiatan mesra orangtua terpaksa menyesuaikan. Yang lain lagi, tetap menaruh bayi di dalam boks saat berangkat tidur sore, tetapi langsung memindahkannya di ranjang mereka setelah bayi menangis pada malam hari. Bahkan ada pula orangtua yang sengaja membeli boks bayi yang bisa dilekatkan di samping ranjang orangtua.
Tiap keluarga memutuskan apa yang paling cocok dengan kebutuhan mereka dan yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan bayinya. Apa pun teknik yang diterapkan, yang penting bisa meningkatkan kedekatan antara orangtua dan bayinya.
Pendisiplinan dengan Lembut
Teknik pendisiplinan yang lembut jamak dilakukan oleh orangtua yang menerapkan Parenting Kelekatan. Metoda disiplin ini disesuaikan dengan umur bayi. Misalnya, orangtua memutuskan untuk meletakkan barang-barang yang gampang pecah di luar jangkauan bayinya daripada memberitahu balitanya untuk tidak menyentuh atau memegang barang-barang itu karena orang tua ini sadar betapa tidak realistis mengharapkan bayinya bisa menahan diri untuk tidak memegangi barang-barang yang menarik baginya.
Toh orangtua ini tentu tidak kesulitan untuk melarang anaknya yang telah berusia sekolah untuk tidak melempar-lemparkan bola di dalam ruang keluarga agar barang-barang di sana tidak pecah. Karena anak seumuran ini tentu sudah bisa diberitahu dan sudah bisa menahan diri.
Yang penting digarisbawahi, metoda parenting kelekatan ini tidak menerapkan hukuman badan melainkan memberikan bimbingan, suri tauladan, pujian dan hadiah untuk perilaku yang baik. Kalau pun terpaksa menerapkan hukuman, dipilih teknik yang lembut, seperti diminta untuk merenungi perbuatannya, diambil (sementara) hak-hak istimewanya. Intinya, musti sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Akan tetapi, orangtua jangan sampai keliru atau kebablasan dalam menjalankan metoda parenting kelekatan ini. Misalnya, dengan selalu atau terus menerus menggendong bayinya, atau selalu tidur seranjang. Memberi ASI musti diusahakan dengan sangat kuat, namun kalau kesehatan tidak memungkinkan, bisa saja memberikan susu formula.
Begitu pula, penerapan parenting kelekatan ini memang akan lebih berhasil jika ibu tidak bekerja di luar rumah. Namun bisa saja disesuaikan, dengan cara ibu memperpanjang masa ‘cuti’nya sampai anaknya mencapai usia balita, dan baru bekerja kembali ketika bayinya sudah masuk sekolah dasar.
Dengan demikian, parenting kelekatan adalah soal bagaimana mengenal bayi Anda dan merespon pada apa yang menurut naluri dan pengetahuan Anda sebagai hal yang benar. Metoda Baby B yang disarankan Dr. Sears hanyalah cara untuk mengenal bayi Anda dengan lebih baik. Ada banyak variasi metoda untuk menerapkan Parenting Kelekatan ini, sesuai dengan keunikan tiap orangtua dan bayinya. Parenting Kelekatan adalah sarana untuk mengenal bayi Anda dan mengembangkan gaya parenting Anda sendiri yang unik dan peka. DB
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Rencanakan Metoda Parenting Anda
Rencanakan Metoda Parenting Anda
Selamat atas kelahiran bayi Anda. Kini Anda telah “menjadi orangtua” walau usia Anda masih muda. Kalau menjadi ‘tua’ adalah hal yang musti dijalani semua orang sesuai dengan makin menuanya tubuh kita, maka menjadi ‘orangtua’ adalah sebuah pilihan! Apalagi, ternyata memang ada beberapa gaya atau metoda parenting yang bisa dipilih. Kini saatnya para orangtua muda serius mempertimbangkan soal parenting yang bakal diterapkannya untuk bayinya kini dan anak-anaknya kelak.
Tidak seperti dalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia dan kebanyakan bahasa daerah tidak mengenal istilah khusus untuk ‘parents’ (yang berakar dari kata ‘pasangan’). Sebaliknya, dalam kultur kita, Anda dan pasangan sudah dianggap ‘tua’ atau ‘bijaksana’ begitu memiliki anak. Jadi, tak peduli Anda masih berumur 23 tahun atau 32 tahun, begitu mempunyai seorang bayi, Anda sudah menjadi ‘orangtua’ atau ‘parents’ berbeda dengan ‘orang tua’ – kata yang hanya menunjukkan umur orang itu memang sudah lanjut.
Konsep ‘parents’ menekankan pada kebersamaan istri dan suami, mom dan dad, papa dan mama. Menjadi orangtua atau parenting merupakan upaya bersama, bukan sendiri-sendiri.
Jadi, sudah saatnya Anda berdua duduk dan serius membicarakan akan memakai gaya parenting seperti apa. Banyak pilihan, karenanya Anda berdua musti memilih. Ada yang disebut ‘positive parenting,’ ‘happy parenting,’ ‘eclectic parenting’ maupun yang almarhum Benyamin Suaeb – seorang tokoh Betawi yang sesungguhnya peduli pendidikan – menyebutnya ‘asal nggelinding aje.’
Pentingnya Memilih Metoda Parenting
Pilihan ini sangat penting. Mengapa? Jawabannya bisa dengan mengajukan pertanyaan balik: Bisakah Anda mencegah anak terlahir dengan cacat bawaan? Bisa! Lalu, bisakah Anda mencegah anak dan remaja Anda terjerembab dalam perilaku menyimpang seperti kecanduan obat terlarang atau terlibat kriminalitas? Juga bisa! Caranya? Antara lain dengan memilih dan menerapkan gaya dan metoda parenting yang sesuai dengan dinamika keluarga Anda.
Bukankah parenting itu sebuah proses, yang bisa saja sekarang cenderung bebas, lalu setelah beberapa tahun berubah sedikit keras, dan sekian tahun lagi agak radikal, dan tahun-tahun berikutnya berjarak? Begitu kira-kira elakan sebagian orangtua. Sekarang coba pikirkan, “Bisakah Anda membuat anak sehat dengan hari ini diberi makanan bergizi seimbang, besok makan nasi dan lauk saja, lusa vegetarian, dan esok lusa junk food?”
Tentu, metoda parenting tidak harus diterapkan kaku, sejak dipilih sampai tua nanti. Tiap peristiwa dan situasi membutuhkan penyesuaian gaya parenting, namun prinsip-prinsip dasarnya tentu tidak berubah. Bagaimana jadinya anak kita, kalau hari ini kita pukul tangannya karena menghisap jempolnya dan kita paksa menghabiskan bubur susunya walau ia menangis kencang, tetapi esok kita biarkan ia bermain-main dengan buburnya?
Sayang, kebanyakan pasutri muda belum sampai pada tahap ‘merencanakan’ dengan matang dan penuh pertimbangan untuk ‘berketurunan,’ yaitu sejak hendak berhubungan seks, hamil, melahirkan sampai mengasuh bayinya. Mayoritas masih menganut prinsip, “Ya, jalani saja. Que sera sera. Yang terjadi, ya terjadilah.
Para dokter anak, dokter kandungan maupun ahli gizi misalnya, kerap menyesalkan betapa kebanyakan orangtua belum merencanakan kelahiran anaknya, sehingga kasus bayi lahir dengan cacat bawaan atau bahkan meninggal, masih sangat tinggi di Indonesia. Sebenarnya, hal serupa juga terjadi dalam bidang edukasi dan parenting. Masih sangat banyak orangtua yang sesungguhnya tidak tahu, apalagi memahami, apa filosofi parenting yang dijalankannya selama ini.
Kualitas vs Kuantitas Pertemuan
Tidak percaya? Coba, semua orangtua pasti mengaku peduli kepada anaknya. Semua mengatakan sayang dan cinta kepada anak-anaknya. Ingat-ingat saja bagaimana percakapan Anda dan teman-teman sekantor soal mendidik anak. Apakah obrolan Anda itu seperti artikel majalah atau tayangan di televisi tentang selebritas, entah artis, politisi, pejabat, atau pengusaha yang tengah membicarakan anak-anaknya? Bukankah mereka selalu mengatakan bahwa “Yang penting adalah kualitas waktu pertemuan dengan anak-anak, bukan kuantitasnya.” Nah, Anda juga bilang begitu kan?
Tetapi bagaimana mungkin menciptakan kualitas pertemuan jika nyaris tak punya waktu bertemu? Realistiskah, jika Anda orang yang supersibuk – dengan banyak peran dan tanggung jawab yang menyita waktu, pikiran dan perasaan – begitu sampai di rumah, dalam detik-detik atau menit-menit awal langsung bisa menciptakan pertemuan berkualitas dengan anak-anak Anda, sementara Anda hanya punya waktu ‘total’ sekitar satu jam bersama anak-anak? Tentu bisa, jika Anda jawara dalam ‘manajemen stres’ dan ‘manajemen perasaan.’ Tetapi, apakah Anda termasuk di dalamnya?
Ataukah Anda serumpun dengan orangtua di bawah ini? Waktu resmi pulang kantor sama, pukul lima sore. Sebagian menunda pulang – bahkan sampai 1-2 jam – karena ‘menunggu berkurangnya kemacetan.’ Sebagian lagi, memang baru bisa pulang lewat dari pukul tujuh malam karena lembur. Lalu, sebagian ‘kecil’ lainnya memilih untuk “play hard” dengan sekadar jalan-jalan di mal atau ngopi di cafe sampai menjelang mal tutup, bahkan clubbing sampai larut malam. Setiba di rumah, tentu saja, bayi atau anak-anak telah tidur. Sebagian, ditidurkan oleh baby sitter-nya – yang oleh sebagian orangtua, menyewa baby sitter dianggap sebagai bukti kasih sayang dan kepeduliannya kepada bayi dan anak-anaknya. Dalam kasus ini, saya cenderung mengatakan terus terang, itu HANYA bukti bahwa mereka tidak menelantarkan anak-anaknya.
Pagi hari, bayi atau balita Anda telah bangun, sementara orangtuanya masih tidur karena kelelahan. Atau sebaliknya, Anda termasuk yang harus bangun subuh karena sudah harus tiba di kantor sebelum pukul delapan atau sembilan karena bisa kena penalti kalau terlambat. Semuanya dilakukan serba tergesa-gesa. Mulai dari mandi sampai sarapan. Termasuk memandikan atau memberi sarapan balita Anda. (Lagi-lagi, tak sedikit orangtua yang menyerahkan dua hal ini, apalagi mengganti popok bayinya, kepada baby sitter).
Jadi, kapan Anda melakukan kontak fisik dan membangun ikatan emosional dengan balita Anda? Sebagian orangtua biasnya menjawab, “Waktu berkualitas saya dengan anak-anak sewaktu mengantar mereka ke sekolah/playgroup. Saya tanyakan bagaimana hari mereka kemarin. Saya tanyakan apa yang dipelajarinya di sekolah.”
Apakah itu disebut sebagai waktu berkualitas? Bukankah Anda bertanya jawab itu sambil menyetir mobil atau sibuk menyiapkan pekerjaan kantor? Ke mana arah tatapan Anda? Ke anak atau ke jalan? Tentu ke jalan, kalau tidak, bisa kecelakaan. Bisakah disebut berkualitas jika percakapan dilakukan tanpa saling berpandangan? Selain itu, apakah itu dialog atau interogasi? Bukankah Anda bertanya dan anak menjawab? Kapan Anda mendengarkan cerita-ceritanya, keluh kesahnya? Lebih-lebih lagi, kapan Anda mendengarkannya dengan penuh perhatian alias menyimak dengan fokus seratus persen?
Cinta Butuh Waktu!
Ya saya percaya, tidak satu pun orangtua yang tidak mencintai anaknya. Cinta. Tetapi, menurut anak-anak, kata ‘cinta’ itu harus dieja dengan lima huruf. C-I-N-T-A? Bukan! Anak-anak mengeja cinta sebagai W-A-K-T-U!!!”
Jadi, jika Anda ingin membuktikan bahwa Anda memang orangtua yang peduli pada masa depan anak-anak Anda, jika Anda memang mengasihi anak-anak Anda, jangan lagi berdalih di balik jargon usang, konsep yang sama sekali keliru: “Bahwa kualitas pertemuan lebih penting daripada kuantitasnya.”
Total waktu atau kuantitas pertemuan Anda dengan anak-anak juga sama pentingnya. Siapa bilang bahwa sepuluh menit pertemuan berkualitas lebih berharga dan bermanfaat bagi perkembangan anak-anak dibandingkan setengah jam perjumpaan tidak berkualitas?
Lagi pula, apakah Anda punya ukuran atau parameter dari ‘kualitas’ pertemuan itu? Para psikolog, pedagog dan mereka yang merasa mengerti soal parenting ini lalu mengagung-agungkan mitos pentingnya kualitas pertemuan, sudahkah mereka mengembangkan parameter kualitas itu yang bisa menjadi pedoman para orangtua? Apakah mereka sudah memberikan contoh-contoh konkrit berupa kejadian-kejadian yang biasa dialami oleh para orangtua sehari-hari yang menunjukkan seperti apa kualitas pertemuan itu?
Nah, semua ini menegaskan sekali lagi betapa sangat pentingnya menentukan gaya dan metoda parenting sejak dini, bahkan kalau bisa, sebelum Anda sengaja hendak punya anak. Salah satu metoda parenting yang bisa Anda pilih, Bonding Parenting, saya paparkan di tulisan berikutnya.
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Selamat atas kelahiran bayi Anda. Kini Anda telah “menjadi orangtua” walau usia Anda masih muda. Kalau menjadi ‘tua’ adalah hal yang musti dijalani semua orang sesuai dengan makin menuanya tubuh kita, maka menjadi ‘orangtua’ adalah sebuah pilihan! Apalagi, ternyata memang ada beberapa gaya atau metoda parenting yang bisa dipilih. Kini saatnya para orangtua muda serius mempertimbangkan soal parenting yang bakal diterapkannya untuk bayinya kini dan anak-anaknya kelak.
Tidak seperti dalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia dan kebanyakan bahasa daerah tidak mengenal istilah khusus untuk ‘parents’ (yang berakar dari kata ‘pasangan’). Sebaliknya, dalam kultur kita, Anda dan pasangan sudah dianggap ‘tua’ atau ‘bijaksana’ begitu memiliki anak. Jadi, tak peduli Anda masih berumur 23 tahun atau 32 tahun, begitu mempunyai seorang bayi, Anda sudah menjadi ‘orangtua’ atau ‘parents’ berbeda dengan ‘orang tua’ – kata yang hanya menunjukkan umur orang itu memang sudah lanjut.
Konsep ‘parents’ menekankan pada kebersamaan istri dan suami, mom dan dad, papa dan mama. Menjadi orangtua atau parenting merupakan upaya bersama, bukan sendiri-sendiri.
Jadi, sudah saatnya Anda berdua duduk dan serius membicarakan akan memakai gaya parenting seperti apa. Banyak pilihan, karenanya Anda berdua musti memilih. Ada yang disebut ‘positive parenting,’ ‘happy parenting,’ ‘eclectic parenting’ maupun yang almarhum Benyamin Suaeb – seorang tokoh Betawi yang sesungguhnya peduli pendidikan – menyebutnya ‘asal nggelinding aje.’
Pentingnya Memilih Metoda Parenting
Pilihan ini sangat penting. Mengapa? Jawabannya bisa dengan mengajukan pertanyaan balik: Bisakah Anda mencegah anak terlahir dengan cacat bawaan? Bisa! Lalu, bisakah Anda mencegah anak dan remaja Anda terjerembab dalam perilaku menyimpang seperti kecanduan obat terlarang atau terlibat kriminalitas? Juga bisa! Caranya? Antara lain dengan memilih dan menerapkan gaya dan metoda parenting yang sesuai dengan dinamika keluarga Anda.
Bukankah parenting itu sebuah proses, yang bisa saja sekarang cenderung bebas, lalu setelah beberapa tahun berubah sedikit keras, dan sekian tahun lagi agak radikal, dan tahun-tahun berikutnya berjarak? Begitu kira-kira elakan sebagian orangtua. Sekarang coba pikirkan, “Bisakah Anda membuat anak sehat dengan hari ini diberi makanan bergizi seimbang, besok makan nasi dan lauk saja, lusa vegetarian, dan esok lusa junk food?”
Tentu, metoda parenting tidak harus diterapkan kaku, sejak dipilih sampai tua nanti. Tiap peristiwa dan situasi membutuhkan penyesuaian gaya parenting, namun prinsip-prinsip dasarnya tentu tidak berubah. Bagaimana jadinya anak kita, kalau hari ini kita pukul tangannya karena menghisap jempolnya dan kita paksa menghabiskan bubur susunya walau ia menangis kencang, tetapi esok kita biarkan ia bermain-main dengan buburnya?
Sayang, kebanyakan pasutri muda belum sampai pada tahap ‘merencanakan’ dengan matang dan penuh pertimbangan untuk ‘berketurunan,’ yaitu sejak hendak berhubungan seks, hamil, melahirkan sampai mengasuh bayinya. Mayoritas masih menganut prinsip, “Ya, jalani saja. Que sera sera. Yang terjadi, ya terjadilah.
Para dokter anak, dokter kandungan maupun ahli gizi misalnya, kerap menyesalkan betapa kebanyakan orangtua belum merencanakan kelahiran anaknya, sehingga kasus bayi lahir dengan cacat bawaan atau bahkan meninggal, masih sangat tinggi di Indonesia. Sebenarnya, hal serupa juga terjadi dalam bidang edukasi dan parenting. Masih sangat banyak orangtua yang sesungguhnya tidak tahu, apalagi memahami, apa filosofi parenting yang dijalankannya selama ini.
Kualitas vs Kuantitas Pertemuan
Tidak percaya? Coba, semua orangtua pasti mengaku peduli kepada anaknya. Semua mengatakan sayang dan cinta kepada anak-anaknya. Ingat-ingat saja bagaimana percakapan Anda dan teman-teman sekantor soal mendidik anak. Apakah obrolan Anda itu seperti artikel majalah atau tayangan di televisi tentang selebritas, entah artis, politisi, pejabat, atau pengusaha yang tengah membicarakan anak-anaknya? Bukankah mereka selalu mengatakan bahwa “Yang penting adalah kualitas waktu pertemuan dengan anak-anak, bukan kuantitasnya.” Nah, Anda juga bilang begitu kan?
Tetapi bagaimana mungkin menciptakan kualitas pertemuan jika nyaris tak punya waktu bertemu? Realistiskah, jika Anda orang yang supersibuk – dengan banyak peran dan tanggung jawab yang menyita waktu, pikiran dan perasaan – begitu sampai di rumah, dalam detik-detik atau menit-menit awal langsung bisa menciptakan pertemuan berkualitas dengan anak-anak Anda, sementara Anda hanya punya waktu ‘total’ sekitar satu jam bersama anak-anak? Tentu bisa, jika Anda jawara dalam ‘manajemen stres’ dan ‘manajemen perasaan.’ Tetapi, apakah Anda termasuk di dalamnya?
Ataukah Anda serumpun dengan orangtua di bawah ini? Waktu resmi pulang kantor sama, pukul lima sore. Sebagian menunda pulang – bahkan sampai 1-2 jam – karena ‘menunggu berkurangnya kemacetan.’ Sebagian lagi, memang baru bisa pulang lewat dari pukul tujuh malam karena lembur. Lalu, sebagian ‘kecil’ lainnya memilih untuk “play hard” dengan sekadar jalan-jalan di mal atau ngopi di cafe sampai menjelang mal tutup, bahkan clubbing sampai larut malam. Setiba di rumah, tentu saja, bayi atau anak-anak telah tidur. Sebagian, ditidurkan oleh baby sitter-nya – yang oleh sebagian orangtua, menyewa baby sitter dianggap sebagai bukti kasih sayang dan kepeduliannya kepada bayi dan anak-anaknya. Dalam kasus ini, saya cenderung mengatakan terus terang, itu HANYA bukti bahwa mereka tidak menelantarkan anak-anaknya.
Pagi hari, bayi atau balita Anda telah bangun, sementara orangtuanya masih tidur karena kelelahan. Atau sebaliknya, Anda termasuk yang harus bangun subuh karena sudah harus tiba di kantor sebelum pukul delapan atau sembilan karena bisa kena penalti kalau terlambat. Semuanya dilakukan serba tergesa-gesa. Mulai dari mandi sampai sarapan. Termasuk memandikan atau memberi sarapan balita Anda. (Lagi-lagi, tak sedikit orangtua yang menyerahkan dua hal ini, apalagi mengganti popok bayinya, kepada baby sitter).
Jadi, kapan Anda melakukan kontak fisik dan membangun ikatan emosional dengan balita Anda? Sebagian orangtua biasnya menjawab, “Waktu berkualitas saya dengan anak-anak sewaktu mengantar mereka ke sekolah/playgroup. Saya tanyakan bagaimana hari mereka kemarin. Saya tanyakan apa yang dipelajarinya di sekolah.”
Apakah itu disebut sebagai waktu berkualitas? Bukankah Anda bertanya jawab itu sambil menyetir mobil atau sibuk menyiapkan pekerjaan kantor? Ke mana arah tatapan Anda? Ke anak atau ke jalan? Tentu ke jalan, kalau tidak, bisa kecelakaan. Bisakah disebut berkualitas jika percakapan dilakukan tanpa saling berpandangan? Selain itu, apakah itu dialog atau interogasi? Bukankah Anda bertanya dan anak menjawab? Kapan Anda mendengarkan cerita-ceritanya, keluh kesahnya? Lebih-lebih lagi, kapan Anda mendengarkannya dengan penuh perhatian alias menyimak dengan fokus seratus persen?
Cinta Butuh Waktu!
Ya saya percaya, tidak satu pun orangtua yang tidak mencintai anaknya. Cinta. Tetapi, menurut anak-anak, kata ‘cinta’ itu harus dieja dengan lima huruf. C-I-N-T-A? Bukan! Anak-anak mengeja cinta sebagai W-A-K-T-U!!!”
Jadi, jika Anda ingin membuktikan bahwa Anda memang orangtua yang peduli pada masa depan anak-anak Anda, jika Anda memang mengasihi anak-anak Anda, jangan lagi berdalih di balik jargon usang, konsep yang sama sekali keliru: “Bahwa kualitas pertemuan lebih penting daripada kuantitasnya.”
Total waktu atau kuantitas pertemuan Anda dengan anak-anak juga sama pentingnya. Siapa bilang bahwa sepuluh menit pertemuan berkualitas lebih berharga dan bermanfaat bagi perkembangan anak-anak dibandingkan setengah jam perjumpaan tidak berkualitas?
Lagi pula, apakah Anda punya ukuran atau parameter dari ‘kualitas’ pertemuan itu? Para psikolog, pedagog dan mereka yang merasa mengerti soal parenting ini lalu mengagung-agungkan mitos pentingnya kualitas pertemuan, sudahkah mereka mengembangkan parameter kualitas itu yang bisa menjadi pedoman para orangtua? Apakah mereka sudah memberikan contoh-contoh konkrit berupa kejadian-kejadian yang biasa dialami oleh para orangtua sehari-hari yang menunjukkan seperti apa kualitas pertemuan itu?
Nah, semua ini menegaskan sekali lagi betapa sangat pentingnya menentukan gaya dan metoda parenting sejak dini, bahkan kalau bisa, sebelum Anda sengaja hendak punya anak. Salah satu metoda parenting yang bisa Anda pilih, Bonding Parenting, saya paparkan di tulisan berikutnya.
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Tips Agar Anak Mandiri
Kiat Praktis Jadikan si Kecil ‘Anak Mandiri’!
Sepulang sekolah Camilla dengan sigap melepas sepatu dan menaruhnya di rak sepatu. “Wah anak pintar...” puji sang Bunda. Gadis mungil berusia empat tahun itu membalas dengan senyuman lalu meraih sang Bunda ke dalam pelukannya.
Duh, senangnya kalau si buah hati sudah memiliki inisiatif untuk merapikan barang-barang miliknya seorang diri. Jika anak Bunda juga berlaku sama seperti Camilla, patutlah Bunda berbangga hati.
Ya, siapa yang tak senang memiliki anak yang mandiri. Apalagi kemandirian bisa diajarkan sedini mungkin. Tapi, bila si kecil Anda belum menjadi pribadi yang mandiri, jangan lantas berkecil hati. Yuk, ajarkan ia kemandirian sekarang juga! Bagaimana caranya?
Beri Kesempatan Kepada si Kecil
Langkah awal mengajarkan kemandirian pada si kecil adalah: beri si kecil kesempatan! Biarkan ia melakukan berbagai hal yang ingin dan boleh (secara normatif) dilakukan anak-anak.
Coba Anda kilas balik saat si kecil berusia 6 bulan. Ketika itu, Anda perhatikan tangan si kecil berusaha untuk menggapai-gapai sesuatu. Nah, sebenarnya pada usia tersebut, ia sudah ‘belajar’ untuk mandiri. Namun masalahnya, Anda mendukung atau malah menghambatnya? Karena kadangkala yang menghambat kemandirian si kecil justru orangtuanya, yang sering merasa tak ‘tega’ membiarkan anaknya berusaha sendiri. Mungkin dalam pikiran Anda bersemayam rasa kasihan atau menganggap si anak masih terlalu kecil untuk melakukan hal tersebut. Padahal, memberikan sedikit kesempatan kepadanya memungkinkan ia untuk belajar berusaha sendiri.
Awali dengan Hal Sederhana
Mengajarkan anak agar menjadi pribadi yang mandiri bisa dimulai dengan hal sederhana. Coba biasakan si kecil melakukan hal-hal berikut ini!
• Merapikan mainan setelah selesai bermain. Walaupun keadaannya seperti kapal pecah biarkan saja. Terapkan rasa tanggung jawab, seiring waktu berjalan si kecil akan terbiasa membereskan segala sesuatu milik mereka.
• Membereskan buku dan meja belajar sendiri. Usai belajar jangan lupa merapikan buku, tata kembali di tempat semula dan matikan lampu belajar setelahnya. Sebelum berangkat ke sekolah esok paginya, biarkan ia menyiapkan buku-buku dan alat tulisnya ke dalam tas sekolah. Jangan lupa untuk mengecek kembali kelengkapannya.
• Kerjakan PR sebisa mungkin. Biarkan ia mengerjakan PR-nya sendiri. Bila dirasa si kecil mengalami kesulitan, barulah Bunda menghampiri dan membantunya dengan senang hati.
• Bila waktu tidur tiba, biarkan ia mengganti pakaian dengan baju tidur dan menggosok gigi. Tak lupa ingatkan berdoa dan ucapkan “Selamat malam, mimpi indah, Sayang...”
• Latih si kecil untuk makan sendiri, walaupun masih belepotan. Usia boleh masih sangat kecil namun belajar makan sendiri tidak ada salahnya dilakukan sedini mungkin.
• Jangan biasakan si kecil berteriak tiap kali membutuhkan sesuatu. Contohnya “Mbak... minum!” Kalaupun harus meminta bantuan, ajarkan padanya untuk mengucapkan kata tolong. ‘Tolong ambilkan minum Mbak...”
• Biarkan si kecil mandi sendiri. Tapi jangan lupa setelah itu dicek kembali kebersihannya. Kalau masih ragu, boleh sambil diawasi.
• Ajarkan pakai baju dan celana sendiri setelah mandi. Keringkan badannya dengan handuk, setelah itu biarkan ia mengenakan pakaian sendiri. Ajarkan si kecil untuk menaruh kembali handuk di gantungan handuk agar mudah kering dan tak repot mencarinya bila hendak mandi.
• Memakai kaus kaki dan sepatu sendiri. Terapkan hal ini secara rutin ketika si kecil hendak pergi ke luar rumah, baik ke sekolah ataupun pergi ke tempat lain.
• Merapikan sepatu. Selesai bepergian jangan lupa katakan pada buah hati Anda agar tak lupa untuk menaruh sepatu di tempat yang sudah disediakan.
• Menaruh pakaian kotor di tempat cucian setelah dipakai. Bunda bisa menyontohkan hal ini kepada si kecil. Semakin sering ia melihat perilaku baik dari orangtua maka si kecil akan mendapatkan modelling yang baik.
• Tidak ditunggui di sekolah. Biasakan tidak menunggui si kecil ketika bersekolah, kecuali pada masa penyesuaian sekitar dua minggu pertama di sekolah baru.
• Membantu pekerjaan rumah tangga. Bila sudah agak besar, latih ia untuk membantu Bunda di rumah. Tak ada salahnya ia belajar untuk mencuci piring, sendok dan gelas setelah selesai makan.
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Sepulang sekolah Camilla dengan sigap melepas sepatu dan menaruhnya di rak sepatu. “Wah anak pintar...” puji sang Bunda. Gadis mungil berusia empat tahun itu membalas dengan senyuman lalu meraih sang Bunda ke dalam pelukannya.
Duh, senangnya kalau si buah hati sudah memiliki inisiatif untuk merapikan barang-barang miliknya seorang diri. Jika anak Bunda juga berlaku sama seperti Camilla, patutlah Bunda berbangga hati.
Ya, siapa yang tak senang memiliki anak yang mandiri. Apalagi kemandirian bisa diajarkan sedini mungkin. Tapi, bila si kecil Anda belum menjadi pribadi yang mandiri, jangan lantas berkecil hati. Yuk, ajarkan ia kemandirian sekarang juga! Bagaimana caranya?
Beri Kesempatan Kepada si Kecil
Langkah awal mengajarkan kemandirian pada si kecil adalah: beri si kecil kesempatan! Biarkan ia melakukan berbagai hal yang ingin dan boleh (secara normatif) dilakukan anak-anak.
Coba Anda kilas balik saat si kecil berusia 6 bulan. Ketika itu, Anda perhatikan tangan si kecil berusaha untuk menggapai-gapai sesuatu. Nah, sebenarnya pada usia tersebut, ia sudah ‘belajar’ untuk mandiri. Namun masalahnya, Anda mendukung atau malah menghambatnya? Karena kadangkala yang menghambat kemandirian si kecil justru orangtuanya, yang sering merasa tak ‘tega’ membiarkan anaknya berusaha sendiri. Mungkin dalam pikiran Anda bersemayam rasa kasihan atau menganggap si anak masih terlalu kecil untuk melakukan hal tersebut. Padahal, memberikan sedikit kesempatan kepadanya memungkinkan ia untuk belajar berusaha sendiri.
Awali dengan Hal Sederhana
Mengajarkan anak agar menjadi pribadi yang mandiri bisa dimulai dengan hal sederhana. Coba biasakan si kecil melakukan hal-hal berikut ini!
• Merapikan mainan setelah selesai bermain. Walaupun keadaannya seperti kapal pecah biarkan saja. Terapkan rasa tanggung jawab, seiring waktu berjalan si kecil akan terbiasa membereskan segala sesuatu milik mereka.
• Membereskan buku dan meja belajar sendiri. Usai belajar jangan lupa merapikan buku, tata kembali di tempat semula dan matikan lampu belajar setelahnya. Sebelum berangkat ke sekolah esok paginya, biarkan ia menyiapkan buku-buku dan alat tulisnya ke dalam tas sekolah. Jangan lupa untuk mengecek kembali kelengkapannya.
• Kerjakan PR sebisa mungkin. Biarkan ia mengerjakan PR-nya sendiri. Bila dirasa si kecil mengalami kesulitan, barulah Bunda menghampiri dan membantunya dengan senang hati.
• Bila waktu tidur tiba, biarkan ia mengganti pakaian dengan baju tidur dan menggosok gigi. Tak lupa ingatkan berdoa dan ucapkan “Selamat malam, mimpi indah, Sayang...”
• Latih si kecil untuk makan sendiri, walaupun masih belepotan. Usia boleh masih sangat kecil namun belajar makan sendiri tidak ada salahnya dilakukan sedini mungkin.
• Jangan biasakan si kecil berteriak tiap kali membutuhkan sesuatu. Contohnya “Mbak... minum!” Kalaupun harus meminta bantuan, ajarkan padanya untuk mengucapkan kata tolong. ‘Tolong ambilkan minum Mbak...”
• Biarkan si kecil mandi sendiri. Tapi jangan lupa setelah itu dicek kembali kebersihannya. Kalau masih ragu, boleh sambil diawasi.
• Ajarkan pakai baju dan celana sendiri setelah mandi. Keringkan badannya dengan handuk, setelah itu biarkan ia mengenakan pakaian sendiri. Ajarkan si kecil untuk menaruh kembali handuk di gantungan handuk agar mudah kering dan tak repot mencarinya bila hendak mandi.
• Memakai kaus kaki dan sepatu sendiri. Terapkan hal ini secara rutin ketika si kecil hendak pergi ke luar rumah, baik ke sekolah ataupun pergi ke tempat lain.
• Merapikan sepatu. Selesai bepergian jangan lupa katakan pada buah hati Anda agar tak lupa untuk menaruh sepatu di tempat yang sudah disediakan.
• Menaruh pakaian kotor di tempat cucian setelah dipakai. Bunda bisa menyontohkan hal ini kepada si kecil. Semakin sering ia melihat perilaku baik dari orangtua maka si kecil akan mendapatkan modelling yang baik.
• Tidak ditunggui di sekolah. Biasakan tidak menunggui si kecil ketika bersekolah, kecuali pada masa penyesuaian sekitar dua minggu pertama di sekolah baru.
• Membantu pekerjaan rumah tangga. Bila sudah agak besar, latih ia untuk membantu Bunda di rumah. Tak ada salahnya ia belajar untuk mencuci piring, sendok dan gelas setelah selesai makan.
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Tuesday, 17 July 2012
Uang Jajan, Perlukah?
Uang Jajan, Perlukah?
Ketika si kecil merengek ingin dibelikan snack atau kudapan jajanan lainnya, apa yang Anda lakukan? Meluluskan permintaannya dengan mudah, menolak mentah-mentah atau ‘terpaksa’ membeli karena tangisnya mulai menarik perhatian banyak orang?
Bagi banyak orangtua, urusan jajan menjadi tantangan tersendiri. Ibarat dua sisi mata uang yaitu ingin membahagiakan anak namun juga harus mendisiplinkannya. Apalagi, iklan di televisi dan film cukup memengaruhi kebiasaan jajan. Belum lagi pengaruh kebiasaan teman dan keluarga. Apalagi bila diiming-imingi hadiah jika membeli produk tertentu.
Akan tetapi, sebesar apa pun pengaruh dari luar, kendali ada di tangan kita, para orangtua! Sebelum menuruti keinginan anak-anak untuk jajan, cobalah kiat berikut:
Sediakan camilan sehat di rumah. Bunda akan lebih dihargai anak dan suami bila dapat menyediakan berbagai kudapan sedap sehingga anak-anak sudah tak ingin jajan di luar.
Bila Mum sibuk bekerja dan tidak memungkinkan membuat kudapan, bisa mendelegasikannya pada pengasuh. Dengan catatan, Anda memberikan resep yang sehat.
Memberi pengertian pada anak bahwa tidak semua jajanan itu sehat.
Menanamkan konsep berhemat, bahwa dengan tidak menghamburkan uang untuk jajan akan ada penghematan keluarga atau ada tabungan. Dan kelak tabungan tersebut dapat dipakai untuk membeli kebutuhan anak atau kebutuhan keluarga yang bisa dinikmati bersama.
Tanamkan kebiasaan bahwa uang jajan tak melulu untuk membeli makanan, snack, mainan, dan sebagainya. Sebaliknya uang jajan bisa digunakan untuk membeli buku, alat tulis atau hal bermanfaat lainnya.
Nah, berbeda halnya bagi anak yang sudah bersekolah. Biasanya orangtua sudah memberikan kepercayaan untuk memegang uang jajan sendiri. Tapi, jangan hanya memberi uang jajan dengan alasan ia sudah cukup umur atau tak tega karena semua teman sekolahnya punya uang jajan loh!
Mom perlu mempertimbangkan:
• Apakah di sekolah menjual makanan sehat atau bersih. Berikan pengertian dan pengetahuan pada anak pentingnya makanan sehat, yang baik dikonsumsi atau tidak. Berilah contoh konkrit bahaya kandungan bahan tidak sehat pada jajanan, misalnya dari berita di koran atau televisi.
• Saat ini orangtua harus lebih waspada, karena adanya kasus kriminal seperti keracunan makanan karena makanan kadaluarsa dan penyisipan narkoba pada jajanan anak.
• Buatlah secara bersama perencanaan penggunaan uang. Berilah pengertian pada anak bahwa bila ia tidak jajan, maka uang jajan tersebut bisa terkumpul untuk membeli kebutuhannya.
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Ketika si kecil merengek ingin dibelikan snack atau kudapan jajanan lainnya, apa yang Anda lakukan? Meluluskan permintaannya dengan mudah, menolak mentah-mentah atau ‘terpaksa’ membeli karena tangisnya mulai menarik perhatian banyak orang?
Bagi banyak orangtua, urusan jajan menjadi tantangan tersendiri. Ibarat dua sisi mata uang yaitu ingin membahagiakan anak namun juga harus mendisiplinkannya. Apalagi, iklan di televisi dan film cukup memengaruhi kebiasaan jajan. Belum lagi pengaruh kebiasaan teman dan keluarga. Apalagi bila diiming-imingi hadiah jika membeli produk tertentu.
Akan tetapi, sebesar apa pun pengaruh dari luar, kendali ada di tangan kita, para orangtua! Sebelum menuruti keinginan anak-anak untuk jajan, cobalah kiat berikut:
Sediakan camilan sehat di rumah. Bunda akan lebih dihargai anak dan suami bila dapat menyediakan berbagai kudapan sedap sehingga anak-anak sudah tak ingin jajan di luar.
Bila Mum sibuk bekerja dan tidak memungkinkan membuat kudapan, bisa mendelegasikannya pada pengasuh. Dengan catatan, Anda memberikan resep yang sehat.
Memberi pengertian pada anak bahwa tidak semua jajanan itu sehat.
Menanamkan konsep berhemat, bahwa dengan tidak menghamburkan uang untuk jajan akan ada penghematan keluarga atau ada tabungan. Dan kelak tabungan tersebut dapat dipakai untuk membeli kebutuhan anak atau kebutuhan keluarga yang bisa dinikmati bersama.
Tanamkan kebiasaan bahwa uang jajan tak melulu untuk membeli makanan, snack, mainan, dan sebagainya. Sebaliknya uang jajan bisa digunakan untuk membeli buku, alat tulis atau hal bermanfaat lainnya.
Nah, berbeda halnya bagi anak yang sudah bersekolah. Biasanya orangtua sudah memberikan kepercayaan untuk memegang uang jajan sendiri. Tapi, jangan hanya memberi uang jajan dengan alasan ia sudah cukup umur atau tak tega karena semua teman sekolahnya punya uang jajan loh!
Mom perlu mempertimbangkan:
• Apakah di sekolah menjual makanan sehat atau bersih. Berikan pengertian dan pengetahuan pada anak pentingnya makanan sehat, yang baik dikonsumsi atau tidak. Berilah contoh konkrit bahaya kandungan bahan tidak sehat pada jajanan, misalnya dari berita di koran atau televisi.
• Saat ini orangtua harus lebih waspada, karena adanya kasus kriminal seperti keracunan makanan karena makanan kadaluarsa dan penyisipan narkoba pada jajanan anak.
• Buatlah secara bersama perencanaan penggunaan uang. Berilah pengertian pada anak bahwa bila ia tidak jajan, maka uang jajan tersebut bisa terkumpul untuk membeli kebutuhannya.
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Pendidikan Karakter: Nilai Apa Saja yang Musti Ditanamkan?
KARAKTER: APA YANG MUSTI DIAJARKAN?
Orangtua memiliki pilihan saat memutuskan kebajikan apa yang akan mereka ajarkan kepada anak-anaknya. Ada tiga kebajikan kritis yang harus dimiliki seorang anak untuk menjadi orang yang peduli dan penuh kasih.
Empati
Keutamaan pertama adalah empati. Empati adalah kemampuan unik untuk menyadari dan merasakan keprihatinan orang lain. Empati menyediakan bahan penting yang diperlukan untuk menahan tindakan yang bersumber dari impuls negatif atau agresif. Empati dapat meningkatkan kemampuan seorang anak untuk bereaksi dengan baik dan melihat cakrawala yang lebih luas saat menghadapi tantangan sosial.
Banyak orangtua percaya bahwa kita belum bisa mengajarkan kebajikan untuk anak-anak sampai mereka duduk di sekolah dasar. Sebaliknya, kebajikan harus diajarkan sejak lahir! Mengapa? Mumpung anak-anak luar biasa itu secara intuitif sangat responsif untuk menjadi “baik.” Orangtua dapat menawarkan arah positif kepada anak-anak kecil selama mereka berada di kelompok bermain maupun di dalam keluarga sendiri. Ketika bersaing dengan saudaranya atau kesulitan mendera kepala mereka, mengubah fokus anak dapat mengubah seluruh dinamika kehidupannya. Alih-alih sekadar mengajari anak-anak nilai berbagi dan/atau memberi, gunakan kesempatan itu untuk membimbing anak-anak untuk menyadari apa yang anak lain rasakan. Ajukan pertanyaan-pertanyaan seperti, “Menurutmu, bagaimana perasaan Nadja kalau kamu berbuat ini?” bisa menjadi cara yang ampuh untuk memelihara empati dan menurunkan agresi. Bila sikap semacam ini disajikan untuk anak-anak sejak usia yang sangat muda, mereka akan terbiasa berperilaku penuh kasih. Membahas bagaimana perasaan orang-orang yang ada di televisi juga dapat menjadi kesempatan baik untuk menyemaikan empati.
Hati Nurani
Mengembangkan hati nurani yang kuat merupakan bagian penting dalam memelihara kemampuan seorang anak untuk mengembangkan karakter yang kuat. Kebanyakan anak dilahirkan dengan hati nurani. Jika anak benar-benar ingin mampu menahan tekanan di dunia saat ini, sebuah hati nurani yang kuat sangatlah penting. Ambillah waktu untuk mengembangkan kebajikan ini. Hal ini dapat dilakukan dengan menyimak penalaran moral anak Anda dan memahami mengapa mereka berperilaku seperti yang mereka perbuat. Komunikasi yang baik sangat penting untuk dapat menimbang perilakunya. Menurut Thomas Lickona, penulis Raising Good Kids, satu langkah penting adalah mengarahkan anak Anda untuk meluruskan kembali kesalahan yang mungkin telah mereka lakukan. Kemampuan untuk menebus kesalahan merupakan langkah penting untuk membangun hati nurani yang kuat.
Kontrol Diri
Kontrol diri adalah kebajikan ketiga yang perlu ditingkatkan pada anak-anak untuk membangun karakter yang kuat. Kebajikan ini membantu anak-anak mengerem diri ketika tergoda untuk menyerang sesuatu atau seseorang. Dengan menyisihkan waktu untuk mengajari anak-anak bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi dapat membuat perbedaan dalam kemampuannya menghentikan perilaku agresif.
Kami di School For Champions menyisihkan beberapa menit sehari untuk memraktekkan 1 + 3 + 10. Segera setelah Anda (anak Anda) merasa tubuh Anda mengirimkan tanda peringatan bahwa Anda kehilangan kontrol, lakukan tiga hal. Pertama, berhenti dan katakan kepada diri sendiri: “Tenang, tenang.” Itu yang 1. Kedua, mengambil tiga kali nafas sirkadian (tarik nafas dari hidung dan menghembuskannya lewat mulut; seperti berenang) Itu 3. Sekarang hitung perlahan-lahan sampai sepuluh di dalam kepala Anda. Itu 10. Lakukan semua berurutan, itulah 1 + 3 + 10. Melakukannya akan membantu Anda tenang dan mendapatkan kembali kontrol.
Hidup dalam masa ketika begitu banyak informasi dan arah untuk membesarkan anak membuat orangtua menghadapi dilema. Prioritaskan kejadian-kejadian dalam kehidupan anak-anak untuk memastikan mereka memiliki kecakapan terbaik dalam mengatasi berbagai masalah agar mereka memiliki kesempatan terbesar untuk sukses di dunia yang penuh tantangan. Penjadwalan waktu untuk menyemai karakter dalam diri anak-anak ini sesungguhnya untuk memastikan bahwa cinta dan perhatian yang Anda berikan kepada mereka terbayar: mereka memiliki karakter kuat.
Manfaatkan aneka tantangan yang dihadapi anak-anak untuk membimbing mereka ke arah kehormatan, kejujuran, keadilan, kasih sayang, kepedulian, dan kewargaan, pengendalian diri, dan kebajikan-kebajikan penting lainnya yang akan mempersenjatai anak-anak untuk hidup dengan hati yang penuh perhatian dan kasih. DB
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Marriage & Family Therapist, Pendiri “School For Champions” – summer camp pendidikan karakter di Gunung Kawi, Malang.
Orangtua memiliki pilihan saat memutuskan kebajikan apa yang akan mereka ajarkan kepada anak-anaknya. Ada tiga kebajikan kritis yang harus dimiliki seorang anak untuk menjadi orang yang peduli dan penuh kasih.
Empati
Keutamaan pertama adalah empati. Empati adalah kemampuan unik untuk menyadari dan merasakan keprihatinan orang lain. Empati menyediakan bahan penting yang diperlukan untuk menahan tindakan yang bersumber dari impuls negatif atau agresif. Empati dapat meningkatkan kemampuan seorang anak untuk bereaksi dengan baik dan melihat cakrawala yang lebih luas saat menghadapi tantangan sosial.
Banyak orangtua percaya bahwa kita belum bisa mengajarkan kebajikan untuk anak-anak sampai mereka duduk di sekolah dasar. Sebaliknya, kebajikan harus diajarkan sejak lahir! Mengapa? Mumpung anak-anak luar biasa itu secara intuitif sangat responsif untuk menjadi “baik.” Orangtua dapat menawarkan arah positif kepada anak-anak kecil selama mereka berada di kelompok bermain maupun di dalam keluarga sendiri. Ketika bersaing dengan saudaranya atau kesulitan mendera kepala mereka, mengubah fokus anak dapat mengubah seluruh dinamika kehidupannya. Alih-alih sekadar mengajari anak-anak nilai berbagi dan/atau memberi, gunakan kesempatan itu untuk membimbing anak-anak untuk menyadari apa yang anak lain rasakan. Ajukan pertanyaan-pertanyaan seperti, “Menurutmu, bagaimana perasaan Nadja kalau kamu berbuat ini?” bisa menjadi cara yang ampuh untuk memelihara empati dan menurunkan agresi. Bila sikap semacam ini disajikan untuk anak-anak sejak usia yang sangat muda, mereka akan terbiasa berperilaku penuh kasih. Membahas bagaimana perasaan orang-orang yang ada di televisi juga dapat menjadi kesempatan baik untuk menyemaikan empati.
Hati Nurani
Mengembangkan hati nurani yang kuat merupakan bagian penting dalam memelihara kemampuan seorang anak untuk mengembangkan karakter yang kuat. Kebanyakan anak dilahirkan dengan hati nurani. Jika anak benar-benar ingin mampu menahan tekanan di dunia saat ini, sebuah hati nurani yang kuat sangatlah penting. Ambillah waktu untuk mengembangkan kebajikan ini. Hal ini dapat dilakukan dengan menyimak penalaran moral anak Anda dan memahami mengapa mereka berperilaku seperti yang mereka perbuat. Komunikasi yang baik sangat penting untuk dapat menimbang perilakunya. Menurut Thomas Lickona, penulis Raising Good Kids, satu langkah penting adalah mengarahkan anak Anda untuk meluruskan kembali kesalahan yang mungkin telah mereka lakukan. Kemampuan untuk menebus kesalahan merupakan langkah penting untuk membangun hati nurani yang kuat.
Kontrol Diri
Kontrol diri adalah kebajikan ketiga yang perlu ditingkatkan pada anak-anak untuk membangun karakter yang kuat. Kebajikan ini membantu anak-anak mengerem diri ketika tergoda untuk menyerang sesuatu atau seseorang. Dengan menyisihkan waktu untuk mengajari anak-anak bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi dapat membuat perbedaan dalam kemampuannya menghentikan perilaku agresif.
Kami di School For Champions menyisihkan beberapa menit sehari untuk memraktekkan 1 + 3 + 10. Segera setelah Anda (anak Anda) merasa tubuh Anda mengirimkan tanda peringatan bahwa Anda kehilangan kontrol, lakukan tiga hal. Pertama, berhenti dan katakan kepada diri sendiri: “Tenang, tenang.” Itu yang 1. Kedua, mengambil tiga kali nafas sirkadian (tarik nafas dari hidung dan menghembuskannya lewat mulut; seperti berenang) Itu 3. Sekarang hitung perlahan-lahan sampai sepuluh di dalam kepala Anda. Itu 10. Lakukan semua berurutan, itulah 1 + 3 + 10. Melakukannya akan membantu Anda tenang dan mendapatkan kembali kontrol.
Hidup dalam masa ketika begitu banyak informasi dan arah untuk membesarkan anak membuat orangtua menghadapi dilema. Prioritaskan kejadian-kejadian dalam kehidupan anak-anak untuk memastikan mereka memiliki kecakapan terbaik dalam mengatasi berbagai masalah agar mereka memiliki kesempatan terbesar untuk sukses di dunia yang penuh tantangan. Penjadwalan waktu untuk menyemai karakter dalam diri anak-anak ini sesungguhnya untuk memastikan bahwa cinta dan perhatian yang Anda berikan kepada mereka terbayar: mereka memiliki karakter kuat.
Manfaatkan aneka tantangan yang dihadapi anak-anak untuk membimbing mereka ke arah kehormatan, kejujuran, keadilan, kasih sayang, kepedulian, dan kewargaan, pengendalian diri, dan kebajikan-kebajikan penting lainnya yang akan mempersenjatai anak-anak untuk hidup dengan hati yang penuh perhatian dan kasih. DB
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Marriage & Family Therapist, Pendiri “School For Champions” – summer camp pendidikan karakter di Gunung Kawi, Malang.
Monday, 16 July 2012
Tips Anak Belajar Berpuasa dan Tetap Sehat
Tips: Anak Belajar Berpuasa dan Tetap Sehat
“Bunda..aku mau ikut puasa ya!” rengek Moly yang baru berusia empat tahun kepada ibunya. Dalam hati mungkin Bunda bingung, di satu sisi ingin mengajari anak berpuasa tapi di sisi lain takut asupan gizi dan nutrisinya terganggu. Jangan khawatir Bunda! Jika dilakukan secara bertahap dan sesuai kemampuan, pasti anak tidak 'kaget', malah mungkin menikmati proses belajarnya tersebut! Soal gizinya tak perlu risau, asal Anda piawai mengatur menu makanan, semua pasti aman!
Mulai Usia 4 Tahun
Menurut para pakar kesehatan, anak dapat diajarkan puasa mulai usia 4 tahun. Hal ini berkaitan erat dengan faktor tumbuh kembang anak itu sendiri. Pada usia 4 tahun, anak dinilai telah siap secara fisik dan mental untuk beradaptasi dalam belajar berpuasa.
Pada dasarnya balita sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan di mana asupan nutrisi yang baik sangat diperlukan sebagai bahan dasar dan bahan bakar dari proses tersebut. Sebut saja balita, kerja enzim yang diproduksi dalam saluran cerna usia ini berbeda fungsi dengan orang dewasa. Pada anak, selain berfungsi pada sistem pencernaan, enzim yang terdapat dalam usus juga berfungsi untuk membantu proses tumbuh kembang yang ada. Lain halnya pada orang dewasa, fungsi enzim saluran cerna untuk proses tumbuh kembang sudah tidak ada. Selain itu keseimbangan cairan dalam tubuh anak juga berbeda dengan orang dewasa. Anak lebih banyak memerlukan cairan, karena anak cenderung lebih mudah terkena dehidrasi dibandingkan dengan orang dewasa pada umumnya.
Durasi Puasa Sesuai Usia
Dalam mengajarkan puasa pada anak prosesnya harus bertahap. Artinya, jangan langsung mengajarkan anak untuk berpuasa penuh selama kurang lebih 12 jam. Tapi sesuaikan dengan kemampuan dan kesanggupan anak. Hal yang lebih penting adalah peran orangtua dalam menjelaskan kepada si kecil bahwa saat itu ia sedang belajar puasa sesuai ajaran Islam. Jadi, anak pun mengerti mengapa hari itu ia tidak makan dan minum. Berikut tahapan durasi berpuasa sesuai usia si prasekolah yang dapat diterapkan:
Usia 4 Tahun
Sebagai pemula, pasti anak akan sedikit 'kaget' saat ia mulai tidak makan dan minum. Latihan puasa pada anak usia 4 tahun ini dapat dilakukan dari subuh hingga jam 8 pagi.
Usia 5 Tahun
Pada usia ini, durasi anak berpuasa dapat sedikit ditingkatkan. Kalau pada tahun sebelumnya ia berpuasa dari subuh hingga jam 8, maka kali ini ia berpuasa hingga jam 10 pagi atau biasa dikenal dengan istilah sawaduh.
Usia 6 Tahun
Pada usia enam tahun anak boleh puasa sampai adzan Zuhur. Secara bertahap lamanya puasa dapat ditingkatkan sesuai dengan kemampuan anak seiring dengan bertambahnya usia. Dengan begitu, puasa Ramadhan yang wajib hukumnya bagi umat Islam kelak bisa dijalankan dengan baik oleh anak-anak setelah mereka mencapai umur yang diwajibkan untuk berpuasa (akil baligh).
Pemenuhan Asupan Gizi Anak Saat Puasa
Pada dasarnya dibandingkan hari biasa, waktu makan di bulan puasa hanyalah mengubah jadwal makan saja. Dari tiga kali menjadi dua kali dan waktu sarapan menjadi lebih pagi, yaitu saat sahur. Asupan gizi waktu sahur biasanya lebih sedikit, mungkin hanya memenuhi 20 sampai 30 persen kebutuhan gizi satu hari. Oleh karena itu, Bunda harus pintar-pintar menyusun menu 'tinggi kalori dan tinggi protein' (TKTP) atau volume kecil padat gizi. Makanan yang mengandung TKTP, bisa ditemui pada semur daging giling isi telur puyuh, sup ayam, baso, telur puyuh, wortel, kembang kol, schotel makaroni dengan daging cincang, kacang polong dan telur sebagai campurannya.
Untuk memenuhi kecukupan gizi anak diperlukan 1.900 kilo kalori, terdiri dari 800 gram nasi, 40 hingga 54 gram protein bisa didapat dari 150 gram daging atau penggantinya seperti ayam, ikan atau telur dan 75 gram tempe atau penggantinya seperti tahu, kacang merah, kacang hijau atau kacang-kacangan lainnya, dan 150 gram sayur dan 200 gram buah-buahan seperti pepaya, pisang, jeruk, dan lain-lain.
Adapun asupan gizi yang relatif kurang selama anak berpuasa biasanya ditandai dengan adanya penurunan berat badan, terkadang sariawan, bibir kering dan pecah-pecah. Salah satu peran penting dari aspek memperhatikan menu untuk puasa buah hati kita adalah menjadikan puasa baginya sebagai sesuatu yang menyenangkan dan bukan beban apalagi sampai membuat si kecil sakit.
Contoh Menu Makanan Saat Anak Puasa:
Saat makan sahur: nasi, tahu isi daging giling dan wortel, sup jagung sosis.
Saat buka puasa: bubur kacang hijau
Saat makan malam: nasi, ayam bakar, sup bayam dengan telur puyuh dan bakso ikan, jus tomat serta susu.
Ingat Bunda, porsi makanan disesuaikan dengan pemenuhan gizi. Untuk waktu berbuka sebaiknya makanan tersebut tidak diberikan sekaligus dalam waktu dekat. Berilah anak makan secara bertahap, mulai dari yang ringan hingga makanan utama. n
Do's & Don't!
Biasanya rasa lapar saat berpuasa dipicu oleh turunnya kadar gula dalam tubuh. Nah, saat berbuka anak perlu diberi konsumsi makanan yang mengandung gula, semisal teh manis hangat, kue-kue manis, serta beragam makanan manis lainnya. Minuman hangat lebih dianjurkan mengingat kondisi lambung yang sebelumnya kosong. Namun bukan berarti minuman dingin dilarang.
Gula mudah diserap dalam tubuh menjadi sumber energi, sehingga anak bisa segera fit kembali setelah mengonsumsinya. Aktivitas bermain maupun beribadah bersama orangtua pun bisa tetap dilakukan.
Karena gula bersifat mudah diserap, maka energi yang dihasilkan juga memiliki waktu yang relatif singkat. Pada malam hari, ada baiknya anak makan lagi sebelum tidur atau pada saat-saat senggang di waktu malam.
Untuk sahur, perbanyaklah makanan dari jenis protein dan lemak seperti daging, nasi, telur, ikan, dan lainnya. Makin besar lemak dan protein yang dikonsumsi saat sahur, otomatis cadangan energi yang dimiliki si buah hati juga lebih besar. Sifat lemak dan protein yang proses pembakaran energinya lebih lama ketimbang gula, menjadikan rasa lapar yang muncul juga waktunya lebih lama.
Jenis makanan tambahan seperti vitamin atau susu juga tetap perlu diberikan. Apalagi saat berpuasa, anak tentu memerlukan energi yang lebih besar ketimbang saat hari-hari biasa.
Jangan sampai kita memberikan vitamin penambah nafsu makan, bisa-bisa membuat anak cepat lapar.
Jangan memberi makanan dan minuman yang asam, pedas atau bersantan saat berbuka puasa, karena akan mengganggu kerja lambung, bahkan membuat asam lambung naik. DB
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Psychoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
“Bunda..aku mau ikut puasa ya!” rengek Moly yang baru berusia empat tahun kepada ibunya. Dalam hati mungkin Bunda bingung, di satu sisi ingin mengajari anak berpuasa tapi di sisi lain takut asupan gizi dan nutrisinya terganggu. Jangan khawatir Bunda! Jika dilakukan secara bertahap dan sesuai kemampuan, pasti anak tidak 'kaget', malah mungkin menikmati proses belajarnya tersebut! Soal gizinya tak perlu risau, asal Anda piawai mengatur menu makanan, semua pasti aman!
Mulai Usia 4 Tahun
Menurut para pakar kesehatan, anak dapat diajarkan puasa mulai usia 4 tahun. Hal ini berkaitan erat dengan faktor tumbuh kembang anak itu sendiri. Pada usia 4 tahun, anak dinilai telah siap secara fisik dan mental untuk beradaptasi dalam belajar berpuasa.
Pada dasarnya balita sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan di mana asupan nutrisi yang baik sangat diperlukan sebagai bahan dasar dan bahan bakar dari proses tersebut. Sebut saja balita, kerja enzim yang diproduksi dalam saluran cerna usia ini berbeda fungsi dengan orang dewasa. Pada anak, selain berfungsi pada sistem pencernaan, enzim yang terdapat dalam usus juga berfungsi untuk membantu proses tumbuh kembang yang ada. Lain halnya pada orang dewasa, fungsi enzim saluran cerna untuk proses tumbuh kembang sudah tidak ada. Selain itu keseimbangan cairan dalam tubuh anak juga berbeda dengan orang dewasa. Anak lebih banyak memerlukan cairan, karena anak cenderung lebih mudah terkena dehidrasi dibandingkan dengan orang dewasa pada umumnya.
Durasi Puasa Sesuai Usia
Dalam mengajarkan puasa pada anak prosesnya harus bertahap. Artinya, jangan langsung mengajarkan anak untuk berpuasa penuh selama kurang lebih 12 jam. Tapi sesuaikan dengan kemampuan dan kesanggupan anak. Hal yang lebih penting adalah peran orangtua dalam menjelaskan kepada si kecil bahwa saat itu ia sedang belajar puasa sesuai ajaran Islam. Jadi, anak pun mengerti mengapa hari itu ia tidak makan dan minum. Berikut tahapan durasi berpuasa sesuai usia si prasekolah yang dapat diterapkan:
Usia 4 Tahun
Sebagai pemula, pasti anak akan sedikit 'kaget' saat ia mulai tidak makan dan minum. Latihan puasa pada anak usia 4 tahun ini dapat dilakukan dari subuh hingga jam 8 pagi.
Usia 5 Tahun
Pada usia ini, durasi anak berpuasa dapat sedikit ditingkatkan. Kalau pada tahun sebelumnya ia berpuasa dari subuh hingga jam 8, maka kali ini ia berpuasa hingga jam 10 pagi atau biasa dikenal dengan istilah sawaduh.
Usia 6 Tahun
Pada usia enam tahun anak boleh puasa sampai adzan Zuhur. Secara bertahap lamanya puasa dapat ditingkatkan sesuai dengan kemampuan anak seiring dengan bertambahnya usia. Dengan begitu, puasa Ramadhan yang wajib hukumnya bagi umat Islam kelak bisa dijalankan dengan baik oleh anak-anak setelah mereka mencapai umur yang diwajibkan untuk berpuasa (akil baligh).
Pemenuhan Asupan Gizi Anak Saat Puasa
Pada dasarnya dibandingkan hari biasa, waktu makan di bulan puasa hanyalah mengubah jadwal makan saja. Dari tiga kali menjadi dua kali dan waktu sarapan menjadi lebih pagi, yaitu saat sahur. Asupan gizi waktu sahur biasanya lebih sedikit, mungkin hanya memenuhi 20 sampai 30 persen kebutuhan gizi satu hari. Oleh karena itu, Bunda harus pintar-pintar menyusun menu 'tinggi kalori dan tinggi protein' (TKTP) atau volume kecil padat gizi. Makanan yang mengandung TKTP, bisa ditemui pada semur daging giling isi telur puyuh, sup ayam, baso, telur puyuh, wortel, kembang kol, schotel makaroni dengan daging cincang, kacang polong dan telur sebagai campurannya.
Untuk memenuhi kecukupan gizi anak diperlukan 1.900 kilo kalori, terdiri dari 800 gram nasi, 40 hingga 54 gram protein bisa didapat dari 150 gram daging atau penggantinya seperti ayam, ikan atau telur dan 75 gram tempe atau penggantinya seperti tahu, kacang merah, kacang hijau atau kacang-kacangan lainnya, dan 150 gram sayur dan 200 gram buah-buahan seperti pepaya, pisang, jeruk, dan lain-lain.
Adapun asupan gizi yang relatif kurang selama anak berpuasa biasanya ditandai dengan adanya penurunan berat badan, terkadang sariawan, bibir kering dan pecah-pecah. Salah satu peran penting dari aspek memperhatikan menu untuk puasa buah hati kita adalah menjadikan puasa baginya sebagai sesuatu yang menyenangkan dan bukan beban apalagi sampai membuat si kecil sakit.
Contoh Menu Makanan Saat Anak Puasa:
Saat makan sahur: nasi, tahu isi daging giling dan wortel, sup jagung sosis.
Saat buka puasa: bubur kacang hijau
Saat makan malam: nasi, ayam bakar, sup bayam dengan telur puyuh dan bakso ikan, jus tomat serta susu.
Ingat Bunda, porsi makanan disesuaikan dengan pemenuhan gizi. Untuk waktu berbuka sebaiknya makanan tersebut tidak diberikan sekaligus dalam waktu dekat. Berilah anak makan secara bertahap, mulai dari yang ringan hingga makanan utama. n
Do's & Don't!
Biasanya rasa lapar saat berpuasa dipicu oleh turunnya kadar gula dalam tubuh. Nah, saat berbuka anak perlu diberi konsumsi makanan yang mengandung gula, semisal teh manis hangat, kue-kue manis, serta beragam makanan manis lainnya. Minuman hangat lebih dianjurkan mengingat kondisi lambung yang sebelumnya kosong. Namun bukan berarti minuman dingin dilarang.
Gula mudah diserap dalam tubuh menjadi sumber energi, sehingga anak bisa segera fit kembali setelah mengonsumsinya. Aktivitas bermain maupun beribadah bersama orangtua pun bisa tetap dilakukan.
Karena gula bersifat mudah diserap, maka energi yang dihasilkan juga memiliki waktu yang relatif singkat. Pada malam hari, ada baiknya anak makan lagi sebelum tidur atau pada saat-saat senggang di waktu malam.
Untuk sahur, perbanyaklah makanan dari jenis protein dan lemak seperti daging, nasi, telur, ikan, dan lainnya. Makin besar lemak dan protein yang dikonsumsi saat sahur, otomatis cadangan energi yang dimiliki si buah hati juga lebih besar. Sifat lemak dan protein yang proses pembakaran energinya lebih lama ketimbang gula, menjadikan rasa lapar yang muncul juga waktunya lebih lama.
Jenis makanan tambahan seperti vitamin atau susu juga tetap perlu diberikan. Apalagi saat berpuasa, anak tentu memerlukan energi yang lebih besar ketimbang saat hari-hari biasa.
Jangan sampai kita memberikan vitamin penambah nafsu makan, bisa-bisa membuat anak cepat lapar.
Jangan memberi makanan dan minuman yang asam, pedas atau bersantan saat berbuka puasa, karena akan mengganggu kerja lambung, bahkan membuat asam lambung naik. DB
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Psychoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Sunday, 15 July 2012
Minuman untuk Ibu Hamil yang Berpuasa
Minuman untuk Ibu Hamil yang Berpuasa
Hmm... es cendol di atas meja makan bikin ngiler aja. Duh, lama banget jarum jam bergerak! Begitulah ‘suara hati’ seorang BuMil yang sedang menunggu adzan Maghrib berkumandang penanda waktu buka puasa tiba.
Menahan lapar mungkin tidak terlalu berat dibandingkan dahaga yang kerap melanda saat berpuasa. Lalu bagaimana agar BuMil yang berpuasa tidak kekurangan cairan? Bolehkah melepas dahaga dengan mengonsumsi minuman isotonik yang kini makin digemari?
Cairan merupakan komponen yang penting untuk ibu hamil. Mums harus bisa mengonsumsi sejumlah cairan yang akan mencukupi kebutuhan tubuh. Patut diingat bagi ibu hamil (trimester pertama) yang mengalami mual muntah, tidak dianjurkan untuk berpuasa karena sulit memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan hanya pada saat berbuka.
Perhatikan Kebutuhan Nutrisi! Hindari Kolak!
Sebenarnya sewaktu berpuasa, yang berubah hanyalah jam masuknya makanan ke dalam tubuh. Kalau makanan yang dapat diterima oleh tubuh hanya sedikit, tentu harus diimbangi dengan nutrisi yang mencukupi sekaligus memenuhi kebutuhan minimal wanita hamil. Karena itu, perlu diperhatikan menu saat sahur dan berbuka yang penting bagi BuMil yaitu kebutuhan asupan makanan sehat, sayur, vitamin, mineral, zat besi dan protein.
Saat berbuka, sebaiknya hindari asupan yang tidak terlalu bermanfaat misalnya kolak, karena kandungannya hanya pisang, gula dan santan (cenderung cepat membuat kenyang sehingga tidak dapat mengonsumsi makanan lain).
Minum Manis
Justru yang harus dilakukan BuMil adalah minum dan makan yang manis untuk menggantikan gula yang berkurang saat puasa. Jangan lupa konsumsi makanan yang berasal dari protein hewani dan nabati diperbanyak, seimbangkan asupan karbohidrat (nasi, biskuit, gula) dan protein.
Minuman manis dapat berupa manisan buah, jus, atau es buah. Minuman yang sekarang makin diminati seperti minuman ion dalam kemasan boleh saja dikonsumi BuMil, asalkan diteliti terlebih dahulu apakah mengandung bahan pengawet atau tidak. Jika kandungannya aman, BuMil boleh minum saat sahur atau buka, masing-masing satu kaleng. Jadi, tak perlu khawatir lagi ya Mums! Pastikan kesehatan dan kebersamaan Anda sekeluarga tetap terjaga saat berpuasa. DB
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Hmm... es cendol di atas meja makan bikin ngiler aja. Duh, lama banget jarum jam bergerak! Begitulah ‘suara hati’ seorang BuMil yang sedang menunggu adzan Maghrib berkumandang penanda waktu buka puasa tiba.
Menahan lapar mungkin tidak terlalu berat dibandingkan dahaga yang kerap melanda saat berpuasa. Lalu bagaimana agar BuMil yang berpuasa tidak kekurangan cairan? Bolehkah melepas dahaga dengan mengonsumsi minuman isotonik yang kini makin digemari?
Cairan merupakan komponen yang penting untuk ibu hamil. Mums harus bisa mengonsumsi sejumlah cairan yang akan mencukupi kebutuhan tubuh. Patut diingat bagi ibu hamil (trimester pertama) yang mengalami mual muntah, tidak dianjurkan untuk berpuasa karena sulit memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan hanya pada saat berbuka.
Perhatikan Kebutuhan Nutrisi! Hindari Kolak!
Sebenarnya sewaktu berpuasa, yang berubah hanyalah jam masuknya makanan ke dalam tubuh. Kalau makanan yang dapat diterima oleh tubuh hanya sedikit, tentu harus diimbangi dengan nutrisi yang mencukupi sekaligus memenuhi kebutuhan minimal wanita hamil. Karena itu, perlu diperhatikan menu saat sahur dan berbuka yang penting bagi BuMil yaitu kebutuhan asupan makanan sehat, sayur, vitamin, mineral, zat besi dan protein.
Saat berbuka, sebaiknya hindari asupan yang tidak terlalu bermanfaat misalnya kolak, karena kandungannya hanya pisang, gula dan santan (cenderung cepat membuat kenyang sehingga tidak dapat mengonsumsi makanan lain).
Minum Manis
Justru yang harus dilakukan BuMil adalah minum dan makan yang manis untuk menggantikan gula yang berkurang saat puasa. Jangan lupa konsumsi makanan yang berasal dari protein hewani dan nabati diperbanyak, seimbangkan asupan karbohidrat (nasi, biskuit, gula) dan protein.
Minuman manis dapat berupa manisan buah, jus, atau es buah. Minuman yang sekarang makin diminati seperti minuman ion dalam kemasan boleh saja dikonsumi BuMil, asalkan diteliti terlebih dahulu apakah mengandung bahan pengawet atau tidak. Jika kandungannya aman, BuMil boleh minum saat sahur atau buka, masing-masing satu kaleng. Jadi, tak perlu khawatir lagi ya Mums! Pastikan kesehatan dan kebersamaan Anda sekeluarga tetap terjaga saat berpuasa. DB
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Tuesday, 10 July 2012
Pedoman Untuk Ayah Baru
Guide For A Rookie Dad
Ketika anak lelaki pertama kami lahir, aku belum lulus kuliah dan masih baru mulai bekerja, yang berarti, selain karena belum punya banyak uang, aku cukup banyak berada di rumah menemani istri dan bayiku. Kadang-kadang, kalau aku melihat ia kelelahan, aku berusaha membantu dengan menyuruhnya tidur. “Jangan khawatir,” ucapku kepada Intan. “Aku akan menjaganya. Kau beristirahat saja.”
Sayangnya, Azza mulai rewel. Aku berusaha menenangkannya. Tetapi baru sebentar sudah terdengar duk, duk, duk, suara kaki Intan menuruni tangga seakan-akan rumah kebakaran. Walau ia tak pernah mengucapkan kata-kata ini, namun urgensi gerakannya dan bahasa tubuhnya meneriakkan, “Apa yang kau lakukan sampai membuat bayiku menangis?!” Seakan-akan ia tahu, hanya dalam sepersekian detik, apa yang tengah terjadi dan apa yang harus ia lakukan.
Lama kelamaan kami suka mencandai keadaan itu, namun pada awalnya aku menganggapnya sebagai ketakpercayaan dan interferensi. Aku ingin punya kesempatan belajar menenangkan Azza sendiri. Dan aku butuh waktu dan ruang agar berhasil. Aku tak akan mencapai apa-apa kalau setiap kali aku diselamatkan.
Apa yang tidak kusadari adalah bahwa perilaku istriku lebih banyak disebabkan oleh dirinya sendiri daripada soal diriku. Aku tak memahami tekanan yang ia rasakan untuk secara kilat menjadi seorang ibu yang mampu maupun kebutuhannya yang sangat besar untuk membawa keteraturan pada dunianya yang mendadak berubah. Dan itu berarti mampu tenang bersama bayinya.
Tampaknya janggal memulai tulisan tentang hubungan ayah dan bayinya dengan kisah mengenai ayah dan ibu. Akan tetapi, menurutku, memang dari titik itulah kita musti mulai karena, bila seorang ibu punya ikatan langsung dengan bayinya, hubungan seorang ayah adalah melalui sang ibu dan, pada awalnya, hubungan ayah-bayi tidak bisa sama sekali meniadakan sang ibu.
Bila seorang ayah baru ingin membangun hubungannya bayinya ia harus ingat bahwa hubungan itu berkembang di dalam konteks hubungan ibu-bayi. Kalau kita tidak memahami hal ini, kita akan tersandung masalah.
***
Ada kalanya kita merasa tak perlu memikirkan hal ini. Peran-peran jender jelas terbagi dan bayi dianggap wilayah wanita. Namun sekarang, para ayah sudah menginvasi kawasan itu. Dalam budaya kita, kebanyakan ayah ingin – dan mulai diharapkan oleh masyarakat – untuk terlibat dengan bayi mereka. Ini memang baik. Namun kita perlu ingat bahwa sebagian realitas masa lalu masih kukuh berdiri sampai sekarang.
Perempuan masih secara sosial dan biologis diprogram menjadi orangtua jauh lebih kuat daripada laki-laki. Para ibu merasa “berwenang” atas bayinya dan, di kebanyakan keluarga, mereka menerima peran itu sejak dini. Jadi, ketika seorang ayah melangkah untuk menggendong bayinya, ia seperti tentara asing yang masuk wilayah negara lain. Karenanya, ia perlu sedikit memahami dunia itu.
Hal pertama yang musti cepat disadari adalah betapa dalam hubungan ibu dengan anaknya. Ia mencintai, atau paling tidak jatuh cinta. Jelas tak sama dengan cinta kepada kekasih, tetapi intensitas emosionalnya dan obsesinya serupa. Kadang-kadang ia bertindak seakan-akan dunia ini milik mereka berdua – sisanya sama sekali tidak relevan.
Ayah yang perhatian akan segera menangkap hal ini dan merasakan kalau ada sesuatu yang sangat penting yang terjadi antara istrinya dan bayi barunya. Banyak ayah yang terpesona terhadap hubungan tersebut dan lebih memilih untuk menjaga jarak agar tak mengganggu relasi indah itu.
Dari satu sisi, sikap membiarkan ini baik karena hubungan ibu-bayi yang baru tumbuh itu perlu didukung. Dan ayah bisa memainkan peran penting dengan “mothering the mother.” Akan tetapi, ayah juga perlu mengembangkan ikatan emosional dengan bayinya, yang berarti ia juga harus turut campur mengasuh, merawat dan meluangkan cukup waktu dengan bayinya; meski itu berarti ia terpaksa menjadi seorang “intruder.” • Dono Baswardono (dono.baswardono@gmail.com)
Pedoman Praktis untuk Ayah Baru
Menggendong bayi. Selendang dan ransel memungkinkan Anda berdekatan dengan bayi tanpa harus menyibukkan kedua tangan Anda. Bayi biasanya tenang di dalam gendongan – dan ini kemudian menguatkan ikatan emosional antara ia dan Anda.
Lengan Anda = Bantal Nyaman. Kalau bayi Anda selalu mencari payudara ketika Anda menggendongnya, cobalah posisi ini: pegang bayi Anda telungkup dengan pipinya menempel pada bagian lembut lengan bawah Anda dan tangan Anda melingkupi kelangkangnya. Ada yang mengatakan posisi ini membuat bayi bisa mengeluarkan gas sehingga tidak kembung. Saya tak tahu pasti, namun yang jelas lengan lelaki tampaknya pas dengan kepala bayi.
Nyanyikan Lagu. Bernyanyi adalah cara terbaik untuk mendapat respon bayi Anda; ia akan menatap Anda lekat-lekat. Jangan pedulikan apa yang Anda nyanyikan dan bagaimana suara Anda.
Kembangkan Gaya Anda. Memang sulit bagi seorang ayah mengembangkan gaya pengasuhan sendiri kalau istrinya selalu mengawasi di balik bahunya. Bagaimanapun, usahakanlah karena itu penting. Berduaanlah dengan bayi Anda, bisa dimulai selama 10 – 15 menit, kemudian bertahap makin lama. Pagi hari adalah waktu yang tepat untuk mencoba ini karena biasanya bayi sedang dalam suasana hati enak, dan istri Anda masih membutuhkan tidur lebih lama.
Bermuka Badaklah. Istri Anda akan sering mengoreksi Anda. Acapkali ia seperti ingin segalanya dilakukan dengan caranya. Ini normal. Itu hanyalah caranya untuk mengatur keadaan yang kerap dirasanya tak terkendali (lagipula, kadang-kadang ia memang benar). Semua ini akan mereda begitu keyakinan dirinya menguat dan kepercayaannya terhadap kecakapan Anda makin besar. •
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, PH.D - Marriage & Family Therapist
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Ketika anak lelaki pertama kami lahir, aku belum lulus kuliah dan masih baru mulai bekerja, yang berarti, selain karena belum punya banyak uang, aku cukup banyak berada di rumah menemani istri dan bayiku. Kadang-kadang, kalau aku melihat ia kelelahan, aku berusaha membantu dengan menyuruhnya tidur. “Jangan khawatir,” ucapku kepada Intan. “Aku akan menjaganya. Kau beristirahat saja.”
Sayangnya, Azza mulai rewel. Aku berusaha menenangkannya. Tetapi baru sebentar sudah terdengar duk, duk, duk, suara kaki Intan menuruni tangga seakan-akan rumah kebakaran. Walau ia tak pernah mengucapkan kata-kata ini, namun urgensi gerakannya dan bahasa tubuhnya meneriakkan, “Apa yang kau lakukan sampai membuat bayiku menangis?!” Seakan-akan ia tahu, hanya dalam sepersekian detik, apa yang tengah terjadi dan apa yang harus ia lakukan.
Lama kelamaan kami suka mencandai keadaan itu, namun pada awalnya aku menganggapnya sebagai ketakpercayaan dan interferensi. Aku ingin punya kesempatan belajar menenangkan Azza sendiri. Dan aku butuh waktu dan ruang agar berhasil. Aku tak akan mencapai apa-apa kalau setiap kali aku diselamatkan.
Apa yang tidak kusadari adalah bahwa perilaku istriku lebih banyak disebabkan oleh dirinya sendiri daripada soal diriku. Aku tak memahami tekanan yang ia rasakan untuk secara kilat menjadi seorang ibu yang mampu maupun kebutuhannya yang sangat besar untuk membawa keteraturan pada dunianya yang mendadak berubah. Dan itu berarti mampu tenang bersama bayinya.
Tampaknya janggal memulai tulisan tentang hubungan ayah dan bayinya dengan kisah mengenai ayah dan ibu. Akan tetapi, menurutku, memang dari titik itulah kita musti mulai karena, bila seorang ibu punya ikatan langsung dengan bayinya, hubungan seorang ayah adalah melalui sang ibu dan, pada awalnya, hubungan ayah-bayi tidak bisa sama sekali meniadakan sang ibu.
Bila seorang ayah baru ingin membangun hubungannya bayinya ia harus ingat bahwa hubungan itu berkembang di dalam konteks hubungan ibu-bayi. Kalau kita tidak memahami hal ini, kita akan tersandung masalah.
***
Ada kalanya kita merasa tak perlu memikirkan hal ini. Peran-peran jender jelas terbagi dan bayi dianggap wilayah wanita. Namun sekarang, para ayah sudah menginvasi kawasan itu. Dalam budaya kita, kebanyakan ayah ingin – dan mulai diharapkan oleh masyarakat – untuk terlibat dengan bayi mereka. Ini memang baik. Namun kita perlu ingat bahwa sebagian realitas masa lalu masih kukuh berdiri sampai sekarang.
Perempuan masih secara sosial dan biologis diprogram menjadi orangtua jauh lebih kuat daripada laki-laki. Para ibu merasa “berwenang” atas bayinya dan, di kebanyakan keluarga, mereka menerima peran itu sejak dini. Jadi, ketika seorang ayah melangkah untuk menggendong bayinya, ia seperti tentara asing yang masuk wilayah negara lain. Karenanya, ia perlu sedikit memahami dunia itu.
Hal pertama yang musti cepat disadari adalah betapa dalam hubungan ibu dengan anaknya. Ia mencintai, atau paling tidak jatuh cinta. Jelas tak sama dengan cinta kepada kekasih, tetapi intensitas emosionalnya dan obsesinya serupa. Kadang-kadang ia bertindak seakan-akan dunia ini milik mereka berdua – sisanya sama sekali tidak relevan.
Ayah yang perhatian akan segera menangkap hal ini dan merasakan kalau ada sesuatu yang sangat penting yang terjadi antara istrinya dan bayi barunya. Banyak ayah yang terpesona terhadap hubungan tersebut dan lebih memilih untuk menjaga jarak agar tak mengganggu relasi indah itu.
Dari satu sisi, sikap membiarkan ini baik karena hubungan ibu-bayi yang baru tumbuh itu perlu didukung. Dan ayah bisa memainkan peran penting dengan “mothering the mother.” Akan tetapi, ayah juga perlu mengembangkan ikatan emosional dengan bayinya, yang berarti ia juga harus turut campur mengasuh, merawat dan meluangkan cukup waktu dengan bayinya; meski itu berarti ia terpaksa menjadi seorang “intruder.” • Dono Baswardono (dono.baswardono@gmail.com)
Pedoman Praktis untuk Ayah Baru
Menggendong bayi. Selendang dan ransel memungkinkan Anda berdekatan dengan bayi tanpa harus menyibukkan kedua tangan Anda. Bayi biasanya tenang di dalam gendongan – dan ini kemudian menguatkan ikatan emosional antara ia dan Anda.
Lengan Anda = Bantal Nyaman. Kalau bayi Anda selalu mencari payudara ketika Anda menggendongnya, cobalah posisi ini: pegang bayi Anda telungkup dengan pipinya menempel pada bagian lembut lengan bawah Anda dan tangan Anda melingkupi kelangkangnya. Ada yang mengatakan posisi ini membuat bayi bisa mengeluarkan gas sehingga tidak kembung. Saya tak tahu pasti, namun yang jelas lengan lelaki tampaknya pas dengan kepala bayi.
Nyanyikan Lagu. Bernyanyi adalah cara terbaik untuk mendapat respon bayi Anda; ia akan menatap Anda lekat-lekat. Jangan pedulikan apa yang Anda nyanyikan dan bagaimana suara Anda.
Kembangkan Gaya Anda. Memang sulit bagi seorang ayah mengembangkan gaya pengasuhan sendiri kalau istrinya selalu mengawasi di balik bahunya. Bagaimanapun, usahakanlah karena itu penting. Berduaanlah dengan bayi Anda, bisa dimulai selama 10 – 15 menit, kemudian bertahap makin lama. Pagi hari adalah waktu yang tepat untuk mencoba ini karena biasanya bayi sedang dalam suasana hati enak, dan istri Anda masih membutuhkan tidur lebih lama.
Bermuka Badaklah. Istri Anda akan sering mengoreksi Anda. Acapkali ia seperti ingin segalanya dilakukan dengan caranya. Ini normal. Itu hanyalah caranya untuk mengatur keadaan yang kerap dirasanya tak terkendali (lagipula, kadang-kadang ia memang benar). Semua ini akan mereda begitu keyakinan dirinya menguat dan kepercayaannya terhadap kecakapan Anda makin besar. •
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, PH.D - Marriage & Family Therapist
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Mood Swing: Jika BuMil Galau
Wah... senangnya saat mendapati tanda positif pada alat tes kehamilan. Namun kebahagiaan itu menjadi sedikit ‘tercoreng’ saat Anda secara tiba-tiba mengalami mood yang berubah-ubah. Pagi hari happy, menjelang siang berubah kesal dan marah-marah, malamnya malah menangis tanpa sebab sampai tidak bisa tidur. Kalau sudah begini, kasihan juga si dedek ya. Jangan khawatir, mood swing bisa diatasi kok! Nah, ayo cari tahu penyebab dan solusinya.
Faktor Penyebab
Selama hamil, sangat normal apabila calon ibu mengalami mood swing, emosi dan suasana hati yang naik-turun secara fluktuatif. Meskipun mood swing adalah hal umum yang terjadi, namun 1 dari 10 BuMil yang mengalaminya bahkan dapat mengalami fluktuasi ekstrim dan mengalami masalah yang signifikan menurut sebuah penelitian di Universitas Melbourne, Australia.
Keadaan yang menyebabkan BuMil mengalami gangguan suasana hati antara lain:
• Kehamilan yang tak diinginkan.
• Kehamilan berisiko.
• Jarak kehamilan yang terlalu dekat atau terlalu jauh.
• Riwayat keguguran.
• Kehamilan normal namun memiliki pengalaman anak pertama sakit berat atau kesulitan dalam mengasuh anak pertama.
Mood Swing atau Depresi Kehamilan?
Untuk membedakan antara keduanya, tentu calon ibu dan ayah perlu teliti membaca beberapa tanda. Apabila Anda sesekali mengalami perasaan sedih, kesal atau marah yang tak jelas alasannya, tak perlu terlalu khawatir karena hal tersebut masih tergolong normal.
Perlu diwaspadai jika Anda mengalaminya lebih dari seminggu bahkan beberapa minggu dan tak lagi bisa mengendalikan diri. Segera cari bantuan profesioanal (dokter kandungan atau psikolog) jika mengalami keadaan di bawah ini:
• Calon ibu tidak bisa berkonsentrasi, mengingat atau mengambil keputusan.
• Mengganggu pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.
• Mengganggu hubungan BuMil dengan orang-orang sekitarnya termasuk suami.
• BuMil tak bisa mengurus diri sendiri, keluarga dan anak (untuk kasus kehamilan kedua).
• Kondisi calon ibu mengancam keselamatan janin, misalnya dengan menolak makan atau makan berlebihan, timbul keinginan untuk bunuh diri.
Mari Bersenang-senang!
Masa kehamilan memang penuh kejutan. Banyak perubahan yang terjadi, mulai dari mual, ngidam, belum lagi perubahan bentuk tubuh yang terjadi. Jangan khawatir, solusinya sederhana kok. Lakukanlah hal-hal yang menyenangkan hati Anda Mom, seperti:
• Misalnya Anda hobi membaca buku, maka ajaklah suami menemani Anda ke toko buku. Jika Anda merasa 'jelek' karena tubuh menggemuk dan wajah berjerawat, sesekali manjakan tubuh di salon atau spa.
• Kalau malas ke luar rumah, minta suami untuk memijati tubuh sambil mendengarkan keluh-kesah Anda, setelah itu berendamlah di air hangat agar tubuh rileks.
• Untuk suami dan keluarga terdekat berilah BuMil perhatian ekstra, ketenangan, kenyamanan serta kasih-sayang. Yang tak boleh dilupakan berikan asupan zat gizi dan istirahat yang cukup!
• Jika mood swing yang dialami BuMil karena pernah mengalami kesulitan saat mengasuh anak terdahulu maka berkonsultasilah dengan para ahli. DB
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D - Marriage & Family Therapist
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Wah... senangnya saat mendapati tanda positif pada alat tes kehamilan. Namun kebahagiaan itu menjadi sedikit ‘tercoreng’ saat Anda secara tiba-tiba mengalami mood yang berubah-ubah. Pagi hari happy, menjelang siang berubah kesal dan marah-marah, malamnya malah menangis tanpa sebab sampai tidak bisa tidur. Kalau sudah begini, kasihan juga si dedek ya. Jangan khawatir, mood swing bisa diatasi kok! Nah, ayo cari tahu penyebab dan solusinya.
Faktor Penyebab
Selama hamil, sangat normal apabila calon ibu mengalami mood swing, emosi dan suasana hati yang naik-turun secara fluktuatif. Meskipun mood swing adalah hal umum yang terjadi, namun 1 dari 10 BuMil yang mengalaminya bahkan dapat mengalami fluktuasi ekstrim dan mengalami masalah yang signifikan menurut sebuah penelitian di Universitas Melbourne, Australia.
Keadaan yang menyebabkan BuMil mengalami gangguan suasana hati antara lain:
• Kehamilan yang tak diinginkan.
• Kehamilan berisiko.
• Jarak kehamilan yang terlalu dekat atau terlalu jauh.
• Riwayat keguguran.
• Kehamilan normal namun memiliki pengalaman anak pertama sakit berat atau kesulitan dalam mengasuh anak pertama.
Mood Swing atau Depresi Kehamilan?
Untuk membedakan antara keduanya, tentu calon ibu dan ayah perlu teliti membaca beberapa tanda. Apabila Anda sesekali mengalami perasaan sedih, kesal atau marah yang tak jelas alasannya, tak perlu terlalu khawatir karena hal tersebut masih tergolong normal.
Perlu diwaspadai jika Anda mengalaminya lebih dari seminggu bahkan beberapa minggu dan tak lagi bisa mengendalikan diri. Segera cari bantuan profesioanal (dokter kandungan atau psikolog) jika mengalami keadaan di bawah ini:
• Calon ibu tidak bisa berkonsentrasi, mengingat atau mengambil keputusan.
• Mengganggu pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.
• Mengganggu hubungan BuMil dengan orang-orang sekitarnya termasuk suami.
• BuMil tak bisa mengurus diri sendiri, keluarga dan anak (untuk kasus kehamilan kedua).
• Kondisi calon ibu mengancam keselamatan janin, misalnya dengan menolak makan atau makan berlebihan, timbul keinginan untuk bunuh diri.
Mari Bersenang-senang!
Masa kehamilan memang penuh kejutan. Banyak perubahan yang terjadi, mulai dari mual, ngidam, belum lagi perubahan bentuk tubuh yang terjadi. Jangan khawatir, solusinya sederhana kok. Lakukanlah hal-hal yang menyenangkan hati Anda Mom, seperti:
• Misalnya Anda hobi membaca buku, maka ajaklah suami menemani Anda ke toko buku. Jika Anda merasa 'jelek' karena tubuh menggemuk dan wajah berjerawat, sesekali manjakan tubuh di salon atau spa.
• Kalau malas ke luar rumah, minta suami untuk memijati tubuh sambil mendengarkan keluh-kesah Anda, setelah itu berendamlah di air hangat agar tubuh rileks.
• Untuk suami dan keluarga terdekat berilah BuMil perhatian ekstra, ketenangan, kenyamanan serta kasih-sayang. Yang tak boleh dilupakan berikan asupan zat gizi dan istirahat yang cukup!
• Jika mood swing yang dialami BuMil karena pernah mengalami kesulitan saat mengasuh anak terdahulu maka berkonsultasilah dengan para ahli. DB
Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D - Marriage & Family Therapist
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Agar Anak Gemar Membaca
Awali Gemar Membaca dari Dalam Rumah!
Kerugian besar tidak dapat dihindari, jika anak-anak dibesarkan di rumah yang tanpa buku, dan tanpa orangtua yang suka membaca. Kerugian semakin besar karena kebanyakan kecintaan membaca hanya bisa diajarkan oleh orangtua dan semua berawal dari rumah!
Dari pengamatan, kegiatan membaca akan memudahkan pengembangan konsentrasi lisan karena anak sering menerima masukan informasi lisan dari buku yang dibacanya. Melalui membaca, anak-anak akan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang luas sehingga mereka bisa mengikuti dan menikmati suatu diskusi dibandingkan dengan teman-temannya yang tidak suka membaca. Mereka lebih mudah mengolah informasi baru, mempunyai lebih banyak tambahan ide, dan lebih cepat melihat kepelikan yang ada.
Selain itu, karena mereka mempunyai kosa kata yang banyak dan beragam, mereka akan mudah menulis dengan baik dan mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Yang lebih menggembirakan, anak yang gemar membaca akan mampu mengatasi masalah pribadi dan mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk meraih kehidupan yang sukses.
Membaca itu Menyenangkan, Asal...
Anda kesulitan menciptakan rumah gemar membaca? Simak tip berikut ini:
• Pertama yang harus diingat adalah tidak memaksa anak-anak membaca banyak bacaan.
• Biarkanlah mereka membaca sedikit di rumah pada awalnya, daripada mereka membaca banyak hanya karena kita memaksanya.
• Anak mencontoh perilaku yang ditunjukkan orang-orang terdekatnya. Maka cara mudah untuk menumbuhkan minat baca anak adalah sering-seringlah Anda membaca dalam keseharian. Tunjukkan pada anak bahwa membaca adalah suatu kegiatan yang mengasyikkan, terutama bagi kedua orangtuanya!
• Bacakan cerita untuk anak. Namun sebelum membaca pahami terlebih dahulu isi buku yang Anda baca disertai dengan improvisasi saat menyampaikannya pada anak.
• Untuk mempersiapkan anak berusia 3-4 tahun (usia prasekolah) menjadi seorang pembaca yang andal adalah dengan membacakan cerita setiap saat. Hal ini akan menghindarinya mendapat kesulitan belajar di sekolah.
• Ketika sedang berjalan-jalan di sekitar lingkungan rumah, tiap kali melewati plang nama jalan atau spanduk warna-warni yang menarik perhatiannya, ajak anak untuk membaca kata-kata di dalamnya.
• Berikanlah anak-anak bahan bacaan yang mudah untuk dinikmati dan menyenangkan Biarkanlah anak-anak membaca buku-buku yang membuat mereka merasa bahwa mereka adalah pembaca yang baik dengan menanyakan pendapat mereka tentang buku yang mereka baca. Jika Anda sudah mengetahui, buku-buku macam apa yang mereka sukai dan mengasyikkan bagi mereka, berusahalah untuk mencari dan memberikannya kepada mereka.
• Berikan anak buku dan majalah yang penuh dengan gambar-gambar yang menarik Biarkan ia membolak-balik buku-buku atau majalah tersebut. Sekali-kali, cobalah memintanya memilih buku/majalah sendiri untuk mengetahui minatnya
• Biarkan anak membaca komik, majalah ataupun koran -sesuai dengan usia anak. Janganlah berpikir bahwa ketiga jenis bacaan tersebut bacaan yang buruk atau tidak bermutu. Untuk anak yang minat bacanya rendah atau kemampuan membacanya rendah, bacaan tersebut memiliki beberapa kelebihan, yaitu: komik memiliki karakter, garis cerita, jenis bahasa, dan nada yang sama. Sedangkan, majalah dan koran memiliki artikel dan cerita pendek yang dapat dibaca dalam waktu yang singkat oleh orang yang tidak suka membaca. Di samping itu, ada gambar yang bisa membantunya menerka arti kata yang tidak ia mengerti. Selanjutnya sedikit demi sedikit mulailah untuk menggerakkan minat anak untuk membaca jenis bacaaan lainnya. DB
Pentingnya Perpustakaan Rumah
Orangtua harus menciptakan rumah sebagai tempat yang menyenangkan. Salah satu hal yang mungkin terjadi yaitu rumah Anda akan berantakan karena bisa jadi buku-buku akan tercecer di mana-mana. Selain itu, kesenangan membaca akan membutuhkan banyak biaya sehingga orangtua harus siap mengeluarkan sejumlah uang untuk pembelian buku-buku atau bahan bacaan lainnya.
Walaupun saat ini mulai tersedia perpustakaan baik di kantor, institusi pendidikan, kafe atau beberapa tempat publik lainnya, namun penyediaan sebuah perpustakaan di dalam rumah sendiri cukuplah penting. Mengapa demikian ? Berikut alasannya :
1. Perpustakaan di dalam rumah dapat menciptakan suasana belajar dan gemar membaca
2. Menggugah minat baca dan belajar bagi orang yg tinggal didalamnya
3. Kita dapat menikmati bacaan dengan lebih nyaman dan bebas karena berada di dalam rumah sendiri. DB
Disain Perpustakaan Rumah
Sedangkan untuk disainnya sendiri disarankan sebagai berikut :
1. Bentuk dan lokasi harus disesuaikan dengan kebutuhan penghuni rumah
2. Cukup cahaya dan sirkulasi udara dan jauh dari kebisingan sehingga tidak mengganggu dan menyehatkan penggunanya
3. Gunakan disain tata ruang yang menarik agar tidak terkesan membosankan
4. Ruang sebaiknya jauh dari tempat-tempat lembab karena dikuatirkan dapat merusak koleksi yang dimiliki
5. Gunakan rak buku sesuai ukuran koleksi dan tema buku
6. Gunakan penomoran klasifikasi dan nomor induk bila perlu
7. Agar perpustakaan lebih nyaman lagi, bisa juga ditambahkan meja baca atau sofa Penambahan beberapa aksesoris atau pot tanaman serta adanya alunan musik akan semakin mempercantik ruang dan suasana perpustakaan rumah Anda
Apakah di rumah Anda sudah memiliki Perpustakaan pribadi ? Jika belum , mengapa tidak mencobanya?
Dr. Dono Baswardono, Graph, Psych, AISEC, MA, Ph.D – Marriage & Family Therapist
Untuk konsultasi, hubungi 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Kerugian besar tidak dapat dihindari, jika anak-anak dibesarkan di rumah yang tanpa buku, dan tanpa orangtua yang suka membaca. Kerugian semakin besar karena kebanyakan kecintaan membaca hanya bisa diajarkan oleh orangtua dan semua berawal dari rumah!
Dari pengamatan, kegiatan membaca akan memudahkan pengembangan konsentrasi lisan karena anak sering menerima masukan informasi lisan dari buku yang dibacanya. Melalui membaca, anak-anak akan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang luas sehingga mereka bisa mengikuti dan menikmati suatu diskusi dibandingkan dengan teman-temannya yang tidak suka membaca. Mereka lebih mudah mengolah informasi baru, mempunyai lebih banyak tambahan ide, dan lebih cepat melihat kepelikan yang ada.
Selain itu, karena mereka mempunyai kosa kata yang banyak dan beragam, mereka akan mudah menulis dengan baik dan mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Yang lebih menggembirakan, anak yang gemar membaca akan mampu mengatasi masalah pribadi dan mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk meraih kehidupan yang sukses.
Membaca itu Menyenangkan, Asal...
Anda kesulitan menciptakan rumah gemar membaca? Simak tip berikut ini:
• Pertama yang harus diingat adalah tidak memaksa anak-anak membaca banyak bacaan.
• Biarkanlah mereka membaca sedikit di rumah pada awalnya, daripada mereka membaca banyak hanya karena kita memaksanya.
• Anak mencontoh perilaku yang ditunjukkan orang-orang terdekatnya. Maka cara mudah untuk menumbuhkan minat baca anak adalah sering-seringlah Anda membaca dalam keseharian. Tunjukkan pada anak bahwa membaca adalah suatu kegiatan yang mengasyikkan, terutama bagi kedua orangtuanya!
• Bacakan cerita untuk anak. Namun sebelum membaca pahami terlebih dahulu isi buku yang Anda baca disertai dengan improvisasi saat menyampaikannya pada anak.
• Untuk mempersiapkan anak berusia 3-4 tahun (usia prasekolah) menjadi seorang pembaca yang andal adalah dengan membacakan cerita setiap saat. Hal ini akan menghindarinya mendapat kesulitan belajar di sekolah.
• Ketika sedang berjalan-jalan di sekitar lingkungan rumah, tiap kali melewati plang nama jalan atau spanduk warna-warni yang menarik perhatiannya, ajak anak untuk membaca kata-kata di dalamnya.
• Berikanlah anak-anak bahan bacaan yang mudah untuk dinikmati dan menyenangkan Biarkanlah anak-anak membaca buku-buku yang membuat mereka merasa bahwa mereka adalah pembaca yang baik dengan menanyakan pendapat mereka tentang buku yang mereka baca. Jika Anda sudah mengetahui, buku-buku macam apa yang mereka sukai dan mengasyikkan bagi mereka, berusahalah untuk mencari dan memberikannya kepada mereka.
• Berikan anak buku dan majalah yang penuh dengan gambar-gambar yang menarik Biarkan ia membolak-balik buku-buku atau majalah tersebut. Sekali-kali, cobalah memintanya memilih buku/majalah sendiri untuk mengetahui minatnya
• Biarkan anak membaca komik, majalah ataupun koran -sesuai dengan usia anak. Janganlah berpikir bahwa ketiga jenis bacaan tersebut bacaan yang buruk atau tidak bermutu. Untuk anak yang minat bacanya rendah atau kemampuan membacanya rendah, bacaan tersebut memiliki beberapa kelebihan, yaitu: komik memiliki karakter, garis cerita, jenis bahasa, dan nada yang sama. Sedangkan, majalah dan koran memiliki artikel dan cerita pendek yang dapat dibaca dalam waktu yang singkat oleh orang yang tidak suka membaca. Di samping itu, ada gambar yang bisa membantunya menerka arti kata yang tidak ia mengerti. Selanjutnya sedikit demi sedikit mulailah untuk menggerakkan minat anak untuk membaca jenis bacaaan lainnya. DB
Pentingnya Perpustakaan Rumah
Orangtua harus menciptakan rumah sebagai tempat yang menyenangkan. Salah satu hal yang mungkin terjadi yaitu rumah Anda akan berantakan karena bisa jadi buku-buku akan tercecer di mana-mana. Selain itu, kesenangan membaca akan membutuhkan banyak biaya sehingga orangtua harus siap mengeluarkan sejumlah uang untuk pembelian buku-buku atau bahan bacaan lainnya.
Walaupun saat ini mulai tersedia perpustakaan baik di kantor, institusi pendidikan, kafe atau beberapa tempat publik lainnya, namun penyediaan sebuah perpustakaan di dalam rumah sendiri cukuplah penting. Mengapa demikian ? Berikut alasannya :
1. Perpustakaan di dalam rumah dapat menciptakan suasana belajar dan gemar membaca
2. Menggugah minat baca dan belajar bagi orang yg tinggal didalamnya
3. Kita dapat menikmati bacaan dengan lebih nyaman dan bebas karena berada di dalam rumah sendiri. DB
Disain Perpustakaan Rumah
Sedangkan untuk disainnya sendiri disarankan sebagai berikut :
1. Bentuk dan lokasi harus disesuaikan dengan kebutuhan penghuni rumah
2. Cukup cahaya dan sirkulasi udara dan jauh dari kebisingan sehingga tidak mengganggu dan menyehatkan penggunanya
3. Gunakan disain tata ruang yang menarik agar tidak terkesan membosankan
4. Ruang sebaiknya jauh dari tempat-tempat lembab karena dikuatirkan dapat merusak koleksi yang dimiliki
5. Gunakan rak buku sesuai ukuran koleksi dan tema buku
6. Gunakan penomoran klasifikasi dan nomor induk bila perlu
7. Agar perpustakaan lebih nyaman lagi, bisa juga ditambahkan meja baca atau sofa Penambahan beberapa aksesoris atau pot tanaman serta adanya alunan musik akan semakin mempercantik ruang dan suasana perpustakaan rumah Anda
Apakah di rumah Anda sudah memiliki Perpustakaan pribadi ? Jika belum , mengapa tidak mencobanya?
Dr. Dono Baswardono, Graph, Psych, AISEC, MA, Ph.D – Marriage & Family Therapist
Untuk konsultasi, hubungi 087881705466 atau pin 2849C490. :)
Sunday, 8 July 2012
Tuhan Yang Tersayang
Tuhan Yang Tersayang
Selamat pagi, Tuhan yang Mahabaik. Aku tahu Engkau sudah mengenalku sejak lama, tapi kata Mama, kepada siapa pun aku harus memperkenalkan diri terlebih dahulu; jadi, namaku Talitha. Bulan lalu, aku ulang tahun ke sebelas dan sekarang kelas empat SD. Kau tahu, surat ini kuketik dengan menggunakan laptop pemberian Papa dan Mama dan kucetak dengan printer kado dari Paman, adik ayahku.
Sejak kecil aku memang sulit sekali menulis dengan jari-jariku yang jumlahnya genap itu. Kata dokter yang memeriksaku ketika TK dulu, aku menderita disgrafia dan aspesger. Dia bilang kalau IQ-ku 138, tiga angka lagi aku bisa disebut genius. Tapi entah kenapa, aku kadang-kadang malah sulit sekali menangkap pelajaran di sekolah. Dan kalau melihat tulisanku yang miring ke sana ke mari, kebanyakan teman menyebutku bodoh. Bahkan ada beberapa guru yang juga menganggapku begitu. Baru melihat kertas ulanganku saja, mereka sudah memberi nilai jelek, padahal belum sempat membaca seluruh jawabanku.
Mama membawaku ke dokter setelah ia lelah mengajariku memegang pinsil. Ya, aku memang tak pernah bisa memegang krayon, pinsil, kapur, dan bolpen dengan baik. Kalau ia menyodorkan buku mewarnai, coretan krayonku malah mencuat ke mana-mana. Aku sudah berusaha keras, tapi tanganku terasa kaku, akibatnya huruf yang kubuat nyaris tak terbaca. Tanganku selalu kotor terkena spidol dan tinta yang belepotan di seluruh jariku.
Begitu aku naik ke kelas dua SD, tidak satu pun teman sekelasku yang mau memeriksa kertas ulanganku; padahal Ibu Guru selalu meminta kami untuk saling bertukar kertas ulangan untuk memberi nilai sesuai jawaban yang dia diktekan di depan. Aku bisa memaklumi teman-temanku, karena mereka tak bisa membaca tulisanku. Ada satu orang yang bisa, Maria, tapi sayangnya, dia sudah pindah ke Yogya.
Tuhan, kata dokter, otakku tidak bisa mengontrol apa yang dilakukan tanganku. Dia bilang, syaraf-syaraf di jari dan tanganku sebenarnya sehat saja. Jariku bisa merasakan kalau aku sedang memegang krayon atau pinsil. Tapi entah kenapa, otakku tidak bisa memberi perintah yang benar pada syaraf di tanganku. Jadi, aku musti memegang pinsil itu dengan erat, nyaris mencengkeramnya, agar otakku tahu kalau aku benar-benar sedang memegang pinsil.
Karena itulah aku sebenarnya lebih senang menyampaikan segala sesuatu dengan mulutku. Aku mahir sekali bercerita dan mendongeng, juga mendikte. Sayangnya, tidak semua guru membolehkanku menjawab dengan ucapan. Mereka memaksaku untuk menulis. Kalau diminta membuat karangan tertulis tentang perjalanan liburan, aku merasa seperti mendapat hukuman seumur hidup. Seandainya aku boleh bercerita di depan, aku dengan senang hati akan menceritakan rumah masa kecil Bung Karno di Blitar. Aku juga akan bercerita bahwa pahatan wayang kulit di sana berbeda dari gaya Yogya, Solo maupun Madura.
Tuhan, aku sangat sedih karena dalam bidang seni, nilai-nilaiku sangat buruk. Banyak sekali pemandangan indah di dalam kepalaku, tetapi tak satu pun yang bisa kutorehkan di atas kertas.
Meski sedih, aku tidak mengeluh koq, Tuhan. Karena aku tahu, Engkau memberiku pikiran-pikiran yang tajam dan sedikit selera humor. Setiap kali pelajaran berdebat, aku menyambutnya dengan bersemangat. Wajahku berbinar-binar, dan teman-teman memujiku kalau sangat hebat dalam berpidato. Setiap kali ada diskusi di kelas, aku selalu menonjol. Dengan cara itulah aku berusaha mendapatkan nilai-nilaiku.
Bila ada orang bertanya apa cita-citaku, dengan cepat kujawab, “Pengacara!” Aku yakin kalau aku akan berhasil di bidang itu. Aku ingin memeriksa kasus-kasus, seperti yang kulihat di televisi. Aku akan memaparkan semua kasus itu dengan jujur. Kata Papa, semuanya akan sia-sia kalau aku tidak jujur. Aku setuju.
Tuhan, aku menulis surat ini sebagai ungkapan terimakasihku karena Engkau telah membuatku sebagai anak yang istimewa. Kau menegaskan bahwa aku adalah ciptaanMu yang luar biasa. Kau juga meyakinkanku kalau Engkau akan setia menjagaku. Engkau tidak akan pernah meninggalkanku. Kau punya rencana sempurna untukku. Kau pasti memberiku masa depan dan harapan.
Mama dan Papa juga selalu mendorongku. Karena itulah, mereka menghadiahiku laptop untuk kubawa ke sekolah. Dan, syukurlah, Kepala Sekolah dan guru-guruku membolehkannya.
Tuhan, sekali lagi, aku sangat bersyukur karena Engkau memberiku karunia luar biasa. Memang hidupku kadang terasa berat, tapi aku malah senang karena Engkau memberi kesempatan-kesempatan yang hanya khusus untukku. Terimakasih telah memercayaiku untuk bisa mengatasi segala tantangan ini. Terimakasih telah menyintaiku tanpa syarat.
Aku yang juga menyintaimu,
Talitha.
Selamat pagi, Tuhan yang Mahabaik. Aku tahu Engkau sudah mengenalku sejak lama, tapi kata Mama, kepada siapa pun aku harus memperkenalkan diri terlebih dahulu; jadi, namaku Talitha. Bulan lalu, aku ulang tahun ke sebelas dan sekarang kelas empat SD. Kau tahu, surat ini kuketik dengan menggunakan laptop pemberian Papa dan Mama dan kucetak dengan printer kado dari Paman, adik ayahku.
Sejak kecil aku memang sulit sekali menulis dengan jari-jariku yang jumlahnya genap itu. Kata dokter yang memeriksaku ketika TK dulu, aku menderita disgrafia dan aspesger. Dia bilang kalau IQ-ku 138, tiga angka lagi aku bisa disebut genius. Tapi entah kenapa, aku kadang-kadang malah sulit sekali menangkap pelajaran di sekolah. Dan kalau melihat tulisanku yang miring ke sana ke mari, kebanyakan teman menyebutku bodoh. Bahkan ada beberapa guru yang juga menganggapku begitu. Baru melihat kertas ulanganku saja, mereka sudah memberi nilai jelek, padahal belum sempat membaca seluruh jawabanku.
Mama membawaku ke dokter setelah ia lelah mengajariku memegang pinsil. Ya, aku memang tak pernah bisa memegang krayon, pinsil, kapur, dan bolpen dengan baik. Kalau ia menyodorkan buku mewarnai, coretan krayonku malah mencuat ke mana-mana. Aku sudah berusaha keras, tapi tanganku terasa kaku, akibatnya huruf yang kubuat nyaris tak terbaca. Tanganku selalu kotor terkena spidol dan tinta yang belepotan di seluruh jariku.
Begitu aku naik ke kelas dua SD, tidak satu pun teman sekelasku yang mau memeriksa kertas ulanganku; padahal Ibu Guru selalu meminta kami untuk saling bertukar kertas ulangan untuk memberi nilai sesuai jawaban yang dia diktekan di depan. Aku bisa memaklumi teman-temanku, karena mereka tak bisa membaca tulisanku. Ada satu orang yang bisa, Maria, tapi sayangnya, dia sudah pindah ke Yogya.
Tuhan, kata dokter, otakku tidak bisa mengontrol apa yang dilakukan tanganku. Dia bilang, syaraf-syaraf di jari dan tanganku sebenarnya sehat saja. Jariku bisa merasakan kalau aku sedang memegang krayon atau pinsil. Tapi entah kenapa, otakku tidak bisa memberi perintah yang benar pada syaraf di tanganku. Jadi, aku musti memegang pinsil itu dengan erat, nyaris mencengkeramnya, agar otakku tahu kalau aku benar-benar sedang memegang pinsil.
Karena itulah aku sebenarnya lebih senang menyampaikan segala sesuatu dengan mulutku. Aku mahir sekali bercerita dan mendongeng, juga mendikte. Sayangnya, tidak semua guru membolehkanku menjawab dengan ucapan. Mereka memaksaku untuk menulis. Kalau diminta membuat karangan tertulis tentang perjalanan liburan, aku merasa seperti mendapat hukuman seumur hidup. Seandainya aku boleh bercerita di depan, aku dengan senang hati akan menceritakan rumah masa kecil Bung Karno di Blitar. Aku juga akan bercerita bahwa pahatan wayang kulit di sana berbeda dari gaya Yogya, Solo maupun Madura.
Tuhan, aku sangat sedih karena dalam bidang seni, nilai-nilaiku sangat buruk. Banyak sekali pemandangan indah di dalam kepalaku, tetapi tak satu pun yang bisa kutorehkan di atas kertas.
Meski sedih, aku tidak mengeluh koq, Tuhan. Karena aku tahu, Engkau memberiku pikiran-pikiran yang tajam dan sedikit selera humor. Setiap kali pelajaran berdebat, aku menyambutnya dengan bersemangat. Wajahku berbinar-binar, dan teman-teman memujiku kalau sangat hebat dalam berpidato. Setiap kali ada diskusi di kelas, aku selalu menonjol. Dengan cara itulah aku berusaha mendapatkan nilai-nilaiku.
Bila ada orang bertanya apa cita-citaku, dengan cepat kujawab, “Pengacara!” Aku yakin kalau aku akan berhasil di bidang itu. Aku ingin memeriksa kasus-kasus, seperti yang kulihat di televisi. Aku akan memaparkan semua kasus itu dengan jujur. Kata Papa, semuanya akan sia-sia kalau aku tidak jujur. Aku setuju.
Tuhan, aku menulis surat ini sebagai ungkapan terimakasihku karena Engkau telah membuatku sebagai anak yang istimewa. Kau menegaskan bahwa aku adalah ciptaanMu yang luar biasa. Kau juga meyakinkanku kalau Engkau akan setia menjagaku. Engkau tidak akan pernah meninggalkanku. Kau punya rencana sempurna untukku. Kau pasti memberiku masa depan dan harapan.
Mama dan Papa juga selalu mendorongku. Karena itulah, mereka menghadiahiku laptop untuk kubawa ke sekolah. Dan, syukurlah, Kepala Sekolah dan guru-guruku membolehkannya.
Tuhan, sekali lagi, aku sangat bersyukur karena Engkau memberiku karunia luar biasa. Memang hidupku kadang terasa berat, tapi aku malah senang karena Engkau memberi kesempatan-kesempatan yang hanya khusus untukku. Terimakasih telah memercayaiku untuk bisa mengatasi segala tantangan ini. Terimakasih telah menyintaiku tanpa syarat.
Aku yang juga menyintaimu,
Talitha.
Adaptasi pada Sekolah Baru? Mudah, Kok!
Wah, senangnya! Akhirnya si kecil mulai memasuki dunia baru: sekolah. Jangan sampai Anda malah yang gugup dan deg-degan menghadapi hari pertamanya di Play Group atau TK, ya? Bisa-bisa si kecil bukannya bersemangat, malah enggan ke sekolah. Nah, apa yang musti Anda persiapkan? Yuk, intip kiat agar ia gampang beradaptasi!
1. Kenalkan Situasi Baru
Biasakan anak mengenal situasi baru dan beradaptasi di dalamnya. Tekankan bahwa ia tak perlu takut pada situasi yang baru karena ia berada di lingkungan aman. Anda bisa menerapkan hal ini saat mengajak ia berkunjung ke acara pernikahan, pesta ulang tahun anak sahabat Anda atau taman bermain sekitar rumah.
2. Sesuaikan dengan Keadaan Sekolah
Dari jauh-jauh hari, siapkan informasi tentang sekolah barunya. Entah peraturan sekolah atau kebiasaan guru-guru mengajar. Nah, tetapkan keteraturan kegiatan sekolah dengan di rumah. Misalnya, sesuaikan jadwal bangunnya dengan jadwal masuk sekolah. Bila ia biasa bangun pagi pukul 07.30 WIB padahal jadwal masuk sekolah pukul 07.15 WIB, maka percepatlah jam bangunnya seminggu sebelum harinya agar ia terbiasa.
3. ‘Berkenalan’ Lebih Dini
Sebelum ia masuk sekolah, ajarkan untuk mengenal lebih dekat lingkungan sekolahnya. Bawalah ia mengunjungi ‘calon sekolahnya’ dahulu.
Sosialisasikan bahwa ‘school is fun', hilangkan kesan seram tentang sekolah. Jangan selalu kaitkan masalah sekolah dengan belajar. Cukup gunakan kata ‘bermain’ seperti ‘bermain di sekolah itu menyenangkan, nanti bisa punya teman baru’. Atau ceritakan betapa banyaknya teman yang akan ia jumpai, bagaimana ia bisa bermain perosotan atau bermain petak umpet dengan teman-teman barunya.
4. Rajin Berlatih di Rumah.
Lakukan role play di rumah bersama si kecil, misalnya permainan sekolah-sekolahan. Ajarkan bagaimana ia berkenalan dengan teman barunya. Cobalah Anda berperan sebagai si calon teman. “Halo, namaku Vania. Nama kamu siapa?” Ucapkan itu kepadanya dan jabatlah tangannya. Semakin sering dilakukan maka akan semakin baik untuknya.
5. Kesepakatan dengan Pihak Sekolah
Tentunya Anda ingin agar si kecil mandiri dan tidak ditunggui selama bersekolah. Anda bisa mengusulkan pada pihak sekolah bahwa pada dua minggu pertama maka orangtua atau penunggu lain harus keluar dari kelas. Tujuannya agar anak tidak tergantung secara emosional dan tidak pecah konsentrasinya saat berkegiatan. n
Moms, Let’s Do It!
Sekarang, saatnya Anda mengantar si kecil ke sekolah barunya. Hari pertama ini sangat penting, loh! So, apa yang musti Moms dan si kecil lakukan?
➢ Pede Aja
Orangtua manapun ingin anaknya pintar bergaul, artinya si kecil mudah menyesuaikan diri di tempat barunya. Kunci untuk orangtua sederhana saja: PERCAYA DIRI. Mengapa? Seringkali yang kurang pede adalah orangtua. Awalnya sih si kecil antusias sekali diajak ke sekolah barunya. Tapi begitu ia melihat wajah Anda berbalut kecemasan saat tiba di gerbang sekolah, ia jadi melempem.
Jadi, percaya saja bahwa anak Anda bisa beradaptasi dengan baik. Jangan tunjukkan kepanikan Anda di depannya – cukup di dalam hati – tapi tampilkanlah raut muka yang cerah dan riang gembira. Dengan begitu si kecil akan larut dalam kegembiraan, seakan-akan ia diajak ke taman bermain favoritnya.
➢ Datang Lebih Awal
Datanglah ke sekolah 15 - 20 menit sebelum bel berbunyi. Ajak si kecil untuk mengenal likungan barunya. Biarkan ia bermain dengan permainan yang ada di sekolah seperti ayunan atau perosotan. Semoga saja ia juga bisa bertemu dengan anak baru lainnya dan mau dijadikan partner untuk bermain jungkat-jungkit. Hitung-hitung ia sudah dapat teman, kan? Nah, biarkan energi dan emosinya keluar bebas, jangan sampai ia stres.
➢ Kenalkan kepada Guru
Kenalkan si kecil kepada guru-guru utamanya guru kelas. Katakan bahwa Ibu Guru adalah orangtua di sekolah, sama halnya ketika Mama berada di rumah.
➢ Angkat Percaya Dirinya
Bila si kecil ngambek karena ada temannya yang didampingi oleh orangtua tau pengasuhnya di kelas, besarkan hatinya dan katakan "Anak Mama kan berbeda karena pintar, jagoan, mandiri, pemberani. Jadi sudah tidak perlu ditunggui" atau kalimat lain yang mengangkat rasa bangga akan dirinya.
➢ Senyum dan Lambaikan Tangan
Begitu bel berbunyi, serahkan anak ke guru, biar ia ikut berbaris sendiri. Bila sang anak 'celingak-celinguk', cukup tersenyum dan berikan lambaian dari jarak jauh. n
‘Back To School’ Seusai Liburan!
Liburan telah usai, kini saatnya menyiapkan segala keperluan untuk kembali ke sekolah. Jangan biarkan si kecil terlena dengan rutinitas liburan. Biarkan ia beradaptasi dengan suasana sekolah yang sebentar lagi akan dimulai! Yuk, ikuti tip berikut!
1. Kembalilah dari liburan kurang lebih dua minggu sebelum masa sekolah dimulai. Moms dan si kecil membutuhkan masa peralihan. Jika Moms tidak menyediakan waktu beberapa minggu, maka Moms akan direpotkan oleh ulah si kecil yang rewel dengan segala persiapan untuk kembali bersekolah.
2.Percepat jadwal tidur si kecil seminggu sebelum hari pertama masuk sekolah. Ia perlu waktu untuk belajar bangun lebih pagi dan tidur lebih awal. Walau dibutuhkan kesabaran ektra untuk mengatur jadwal tidur dan bangun-nya, itu sangat membantu kok saat masa bersekolah dimulai.
3. Kenalkan kembali si kecil dengan buku. Jika selama liburan, waktu belajar tidak banyak dilakukan dan kebanyakan waktu dihabiskan untuk menonton televisi, maka kini saatnya Moms untuk memulai kembali. Kenalkan lagi ia dengan buku menggambar, menggunting, berhitung agar si kecil tidak melupakan pelajaran yang lalu. Bila ia memiliki PR, selesaikan sebelum masa sekolah dimulai.
4. Bentuklah rasa aman dan nyaman. Cukup lumrah bila pada minggu pertama seusai liburan sekolah, ia menjadi rewel dan gampang menangis. Berikan pengertian mengenai teman baru, guru baru, atau ruang kelas baru.
5. Pastikan setiap pagi si kecil mendapatkan sarapan. Asupan gizi dan nutrisi yang cukup dapat membuatnya berkonsentrasi pada saat di kelas. n
Dr. Dono Baswardono, AISEC, Graph, Psych, MA, Ph.D – Marriage & Family Therapist
Untuk konsultasi, hubungi 087881705466 atau pin 2849C490.
Wah, senangnya! Akhirnya si kecil mulai memasuki dunia baru: sekolah. Jangan sampai Anda malah yang gugup dan deg-degan menghadapi hari pertamanya di Play Group atau TK, ya? Bisa-bisa si kecil bukannya bersemangat, malah enggan ke sekolah. Nah, apa yang musti Anda persiapkan? Yuk, intip kiat agar ia gampang beradaptasi!
1. Kenalkan Situasi Baru
Biasakan anak mengenal situasi baru dan beradaptasi di dalamnya. Tekankan bahwa ia tak perlu takut pada situasi yang baru karena ia berada di lingkungan aman. Anda bisa menerapkan hal ini saat mengajak ia berkunjung ke acara pernikahan, pesta ulang tahun anak sahabat Anda atau taman bermain sekitar rumah.
2. Sesuaikan dengan Keadaan Sekolah
Dari jauh-jauh hari, siapkan informasi tentang sekolah barunya. Entah peraturan sekolah atau kebiasaan guru-guru mengajar. Nah, tetapkan keteraturan kegiatan sekolah dengan di rumah. Misalnya, sesuaikan jadwal bangunnya dengan jadwal masuk sekolah. Bila ia biasa bangun pagi pukul 07.30 WIB padahal jadwal masuk sekolah pukul 07.15 WIB, maka percepatlah jam bangunnya seminggu sebelum harinya agar ia terbiasa.
3. ‘Berkenalan’ Lebih Dini
Sebelum ia masuk sekolah, ajarkan untuk mengenal lebih dekat lingkungan sekolahnya. Bawalah ia mengunjungi ‘calon sekolahnya’ dahulu.
Sosialisasikan bahwa ‘school is fun', hilangkan kesan seram tentang sekolah. Jangan selalu kaitkan masalah sekolah dengan belajar. Cukup gunakan kata ‘bermain’ seperti ‘bermain di sekolah itu menyenangkan, nanti bisa punya teman baru’. Atau ceritakan betapa banyaknya teman yang akan ia jumpai, bagaimana ia bisa bermain perosotan atau bermain petak umpet dengan teman-teman barunya.
4. Rajin Berlatih di Rumah.
Lakukan role play di rumah bersama si kecil, misalnya permainan sekolah-sekolahan. Ajarkan bagaimana ia berkenalan dengan teman barunya. Cobalah Anda berperan sebagai si calon teman. “Halo, namaku Vania. Nama kamu siapa?” Ucapkan itu kepadanya dan jabatlah tangannya. Semakin sering dilakukan maka akan semakin baik untuknya.
5. Kesepakatan dengan Pihak Sekolah
Tentunya Anda ingin agar si kecil mandiri dan tidak ditunggui selama bersekolah. Anda bisa mengusulkan pada pihak sekolah bahwa pada dua minggu pertama maka orangtua atau penunggu lain harus keluar dari kelas. Tujuannya agar anak tidak tergantung secara emosional dan tidak pecah konsentrasinya saat berkegiatan. n
Moms, Let’s Do It!
Sekarang, saatnya Anda mengantar si kecil ke sekolah barunya. Hari pertama ini sangat penting, loh! So, apa yang musti Moms dan si kecil lakukan?
➢ Pede Aja
Orangtua manapun ingin anaknya pintar bergaul, artinya si kecil mudah menyesuaikan diri di tempat barunya. Kunci untuk orangtua sederhana saja: PERCAYA DIRI. Mengapa? Seringkali yang kurang pede adalah orangtua. Awalnya sih si kecil antusias sekali diajak ke sekolah barunya. Tapi begitu ia melihat wajah Anda berbalut kecemasan saat tiba di gerbang sekolah, ia jadi melempem.
Jadi, percaya saja bahwa anak Anda bisa beradaptasi dengan baik. Jangan tunjukkan kepanikan Anda di depannya – cukup di dalam hati – tapi tampilkanlah raut muka yang cerah dan riang gembira. Dengan begitu si kecil akan larut dalam kegembiraan, seakan-akan ia diajak ke taman bermain favoritnya.
➢ Datang Lebih Awal
Datanglah ke sekolah 15 - 20 menit sebelum bel berbunyi. Ajak si kecil untuk mengenal likungan barunya. Biarkan ia bermain dengan permainan yang ada di sekolah seperti ayunan atau perosotan. Semoga saja ia juga bisa bertemu dengan anak baru lainnya dan mau dijadikan partner untuk bermain jungkat-jungkit. Hitung-hitung ia sudah dapat teman, kan? Nah, biarkan energi dan emosinya keluar bebas, jangan sampai ia stres.
➢ Kenalkan kepada Guru
Kenalkan si kecil kepada guru-guru utamanya guru kelas. Katakan bahwa Ibu Guru adalah orangtua di sekolah, sama halnya ketika Mama berada di rumah.
➢ Angkat Percaya Dirinya
Bila si kecil ngambek karena ada temannya yang didampingi oleh orangtua tau pengasuhnya di kelas, besarkan hatinya dan katakan "Anak Mama kan berbeda karena pintar, jagoan, mandiri, pemberani. Jadi sudah tidak perlu ditunggui" atau kalimat lain yang mengangkat rasa bangga akan dirinya.
➢ Senyum dan Lambaikan Tangan
Begitu bel berbunyi, serahkan anak ke guru, biar ia ikut berbaris sendiri. Bila sang anak 'celingak-celinguk', cukup tersenyum dan berikan lambaian dari jarak jauh. n
‘Back To School’ Seusai Liburan!
Liburan telah usai, kini saatnya menyiapkan segala keperluan untuk kembali ke sekolah. Jangan biarkan si kecil terlena dengan rutinitas liburan. Biarkan ia beradaptasi dengan suasana sekolah yang sebentar lagi akan dimulai! Yuk, ikuti tip berikut!
1. Kembalilah dari liburan kurang lebih dua minggu sebelum masa sekolah dimulai. Moms dan si kecil membutuhkan masa peralihan. Jika Moms tidak menyediakan waktu beberapa minggu, maka Moms akan direpotkan oleh ulah si kecil yang rewel dengan segala persiapan untuk kembali bersekolah.
2.Percepat jadwal tidur si kecil seminggu sebelum hari pertama masuk sekolah. Ia perlu waktu untuk belajar bangun lebih pagi dan tidur lebih awal. Walau dibutuhkan kesabaran ektra untuk mengatur jadwal tidur dan bangun-nya, itu sangat membantu kok saat masa bersekolah dimulai.
3. Kenalkan kembali si kecil dengan buku. Jika selama liburan, waktu belajar tidak banyak dilakukan dan kebanyakan waktu dihabiskan untuk menonton televisi, maka kini saatnya Moms untuk memulai kembali. Kenalkan lagi ia dengan buku menggambar, menggunting, berhitung agar si kecil tidak melupakan pelajaran yang lalu. Bila ia memiliki PR, selesaikan sebelum masa sekolah dimulai.
4. Bentuklah rasa aman dan nyaman. Cukup lumrah bila pada minggu pertama seusai liburan sekolah, ia menjadi rewel dan gampang menangis. Berikan pengertian mengenai teman baru, guru baru, atau ruang kelas baru.
5. Pastikan setiap pagi si kecil mendapatkan sarapan. Asupan gizi dan nutrisi yang cukup dapat membuatnya berkonsentrasi pada saat di kelas. n
Dr. Dono Baswardono, AISEC, Graph, Psych, MA, Ph.D – Marriage & Family Therapist
Untuk konsultasi, hubungi 087881705466 atau pin 2849C490.
Wednesday, 4 July 2012
BAGAIMANA CARA MENYEMAIKAN KARAKTER DI RUMAH
BAGAIMANA CARA MENYEMAIKAN KARAKTER DI RUMAH
Pendidikan karakter terstruktur masih belum berkembang, walau kini sebagian sekolah sudah berusaha menanamkan nilai-nilai integritas, rasa hormat, tanggung jawab, keadilan, kejujuran, peduli, dan kewargaan pada siswa mereka untuk memperkuat struktur sosial sekolah dan masyarakat . Meskipun bukan tanpa kritik, upaya untuk memperkuat karakter anak-anak melalui program berbasis sekolah disambut oleh orangtua yang ingin anaknya dididik dalam budaya rasa hormat, integritas, dan pengendalian diri.
Pengembangan karakter anak-anak tentu tidak dapat berasal dari kelas saja. Kualitas karakter berkembang melalui interaksi pengaruh keluarga, sekolah, tempat ibadah, dan masyarakat, dengan temperamen, pengalaman, dan pilihan-pilihan anak. Apa yang bisa orangtua lakukan untuk mendorong perkembangan kualitas karakter yang baik pada diri anak mereka? Kita memiliki banyak kesempatan dan sarana untuk tugas penting ini. Dengan menggunakannya akan memberi kita sukacita dan kepuasan melihat anak kita tumbuh menjadi orang yang memiliki integritas, belas kasih, dan karakter.
Belajar Sosial - Sebuah Budaya Keluarga Karakter
Orangtua yang menunjukkan kualitas karakter yang baik menyampaikan nilai-nilai mereka dengan meneladankan pilihan-pilihan dan tindakan-tindakan yang penting untuk menjadi orang dengan karakter yang baik. Apakah kita jujur, dapat dipercaya, adil, penuh kasih, hormat, terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial (demi kepentingan yang lebih besar daripada diri sendiri)? Bagaimana anak-anak mengetahui hal ini? Mereka melihatnya dalam tindakan dan pilihan kita sehari-hari. Mereka melihat bahwa itu membawa rasa sukacita, kepuasan, dan kedamaian pada kehidupan keluarga mereka. Anak-anak juga belajar bahwa ketika mereka melanggar etika pembimbing ini, orangtua akan menerapkan konsekuensi dengan adil dan bermartabat.
Dalam buku-bukunya tentang perkembangan moral pada anak-anak, Michelle Borba mengajarkan bahwa langkah pertama adalah empati. Empati adalah kondisi yang diperlukan dalam hubungan orangtua-anak yang memungkinkan kita untuk mengajar semua nilai karakter untuk anak-anak kita. Ketika anak-anak merasa bahwa kita mengerti dan peduli terhadap mereka secara mendalam, mereka akan memiliki motivasi intrinsik untuk belajar kasih dan karakter yang kita tunjukkan.
Instruksi Langsung – Momen-momen untuk Membangun Karakter
Strategi pendisiplinan adalah alat penting yang memanfaatkan momen-momen tertentu untuk membangun karakter. Kita musti selalu menjelaskan mengapa perilakunya salah pada saat kita mengoreksi anak kita. Biasakan mengidentifikasi dalam pikiran Anda sendiri nilai yang ingin Anda ajarkan kepada anak berdasarkan perilaku tertentu. Pilih satu konsekuensi yang sesuai untuk mengajarkan nilai tersebut. Salah satu konsekuensi alamiah yang dapat kita gunakan adalah untuk 'menebus kesalahan'. Sebagai contoh, ketidakjujuran dapat diatasi jika kita mengaku dan bertanggung jawab. Kadang-kadang permintaan maaf kepada orang yang bersalah sudah cukup; pada saat lain kita harus mengambil tindakan untuk meluruskan tindakan yang keliru tadi. Instruksi langsung dan singkat tentang mengapa kita memiliki aturan keluarga dan nilai-nilai dasar yang kita pegang erat akan membantu anak belajar dari berbagai konsekuensi dan disiplin.
Mendongeng - Belajar Sifat-sifat Karakter dari Sastra dan Kehidupan
Orangtua dan guru sudah menggunakan cerita untuk mengajarkan moral jauh sebelum buku ditemukan. Dan sampai kini kita masih melakukannya. Ketika kita menceritakan kisah-kisah hidup kita dan dunia di sekitar kita, kita menyampaikan kebajikan dan etika kepada anak-anak kita. Berdiskusi tentang cerita yang kita lihat di TV juga merupakan kesempatan untuk memperkuat nilai-nilai tersebut. Mendengarkan dan menanggapi cerita anak tentang sekolah dan teman sebayanya akan membantu mereka memikirkan apa yang tepat untuk dilakukan. Berhati-hatilah, karena anak-anak juga mendengarkan apa-apa yang kita ucapkan kepada orang dewasa lain; melalui percakapan tersebut kita mengajarkan nilai-nilai kita yang menuntun seluruh aspek kehidupan kita.
Literatur anak-anak penuh dengan buku-buku hebat yang menggambarkan nilai-nilai luhur. Buku yang luar biasa akan menyentuh jiwa anak dan mengajarkan nilai-nilai tertentu tanpa instruksi atau interpretasi orangtua. Selain itu, berbagi cerita kehidupan nyata dari berita dan internet dengan anak-anak akan kita mengilhami kita semua untuk mengejar nilai-nilai kita dalam kehidupan sehari-hari.
Belajar Lewat Pengalaman – Memraktekkan Sifat-sifat Karakter
Kita tahu dari model-model pendidikan bahwa kita harus memraktekkan apa yang kita pelajari agar terbiasa. Kita bisa belajar dengan mendalam jika kita melihat dan belajar langsung pada saat kita mendengarnya. Tapi, kita harus melakukannya dan merasakannya untuk mengetahui arti sebenarnya dari karakter di dalam diri kita. Kita dapat menggunakan kesempatan-kesempatan pengambilan keputusan untuk membantu anak kita mengambil tindakan etis dan melihat hasil-hasil positifnya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kita juga dapat menemukan kesempatan untuk terlibat dalam aksi sosial dan masyarakat yang dapat diakses untuk anak-anak kita. Temukan beragam cara bagi anak-anak Anda untuk belajar altruisme melalui perbuatan baik. DB
Dr. Dono Baswardono, AISEC, MA, Ph.D – Marriage & Family Therapist, Pendiri “School For Champions” – summer camp pendidikan karakter di Gunung Kawi, Malang.
Subscribe to:
Posts (Atom)