Thursday 21 February 2013

Memahami Autisme - Bagian 4

Memahami Autisme
Gejala Utama Autisme: Kelemahan Interaksi Sosial
Bagian 4


Gangguan Perkembangan Pervasif (PDD) adalah istilah yang banyak dipakai kalangan profesional untuk merujuk pada anak-anak dengan autisme dan gangguan-gangguan terkait lainnya. Akan tetapi, para pakar memang belum sepakat mengenai label PDD ini.
Diagnosis PDD, termasuk autisme atau gangguan perkembangan lainnya, dilandaskan pada Pedoman dan Diagnostik Gangguan Jiwa Edisi ke empat (PPDGJ-IV). PPDGJ sendiri adalah versi Indonesia dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders - Fourth Edition (DSM-IV) yang diterbitkan oleh the American Psychiatric Association (di Indonesia, setara dengan Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia dan Ikatan Dokter Jiwa Indonesia).
Menurut DSM-IV, istilah PDD bukanlah satu diagnosis khusus, melainkan satu istilah payung. Di bawah golongan inilah akan ditegakkan beberapa diagnosis khusus.
Apa sih perlunya label diagnostik? Penggolongan ini dipakai untuk menunjukkan kesamaan-kesamaan di antara banyak individu. Gejala utama autisme lah yang membedakannya dari sindroma dan/atau kondisi lainnya. Lalu, apa gejala utama autisme? “Kecacatan mendasar dalam interaksi sosial” (Frith, 1989).
Diagnosis autisme menunjukkan adanya kelemahan dalam kecakapan komunikasi dan sosial, serta kurangnya serangkaian minat dan aktivitas. Karena tidak ada tes medis untuk menentukan ada tidaknya autisme atau PDD lainnya, maka diagnosis autisme didasarkan atas ada atau tidak adanya serangkaian perilaku tertentu. Misalnya, seorang anak didiagnosis mengalami PDD-NOS jika ia menunjukkan beberapa perilaku yang tampak dalam autisme, tetapi tidak memenuhi seluruh kriteria autisme. Tapi yang terpenting, apakah seorang anak didiagnosis menderita PDD (seperti autisme) atau PDD-NOS, perawatannya akan serupa.
Autisme adalah suatu spektrum gangguan, dengan gejala-gejala mulai dari ringan sampai berat. Sebagai suatu spektrum gangguan, tingkat keterlambatan perkembangan tiap anak sangatlah individual.
Kalau diagnosisnya PDD-NOS, alih-alih autisme, maka sang dokter atau psikolog yang mendiagnosisnya harus dengan jelas merinci perilaku-perilaku yang tampak. Hasil atau laporan evaluasi ini akan lebih berguna jika disebutkan secara spesifik, sehingga di kemudian hari bisa dipakai kembali oleh orangtua atau dokter lainnya untuk kepentingan evaluasi berikutnya.
Idealnya, bukan hanya dokter atau psikolog saja yang menegakkan diagnosis autisme, melainkan sekumpulan profesional. Tim ini tak hanya terbatas pada psikiater atau psikolog saja, tetapi juga ahli patologi wicara, dokter anak khusus perkembangan, dan dokter ahli syaraf. Bahkan orangtua dan guru juga perlu dilibatkan karena mereka memiliki informasi untuk membantu diagnosis anak tersebut. Peranan orangtua sangat penting untuk membantu diagnosis karena orangtua akan memberi informasi mengenai kronologi perkembangan anak, sehingga orangtua harus dilibatkan dalam melakukan diagnosis.
Jauh lebih penting, orangtua musti lebih peduli untuk menemukan perawatan pendidikan yang tepat bagi anaknya, sesuai kebutuhan anaknya, daripada menghabiskan usaha untuk mendapatkan diagnosis yang sempurna. Program-program yang dirancang khusus untuk anak autis akan jauh lebih bermanfaat. Sebaliknya, label PDD juga bisa membuat anak itu tidak mendapatkan perawatan dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Berikut ini kode penggolongan PDD menurut DSM-IV, beserta penjelasan singkatnya (lebih lengkapnya, baca halaman 9 dan 10):
• Autistic Disorder (299.00 DSM-IV)
• Asperger’s Disorder (299.80 DSM-IV)
• Rett’s Disorder (299.80 DSM-IV)
• Childhood Disintegrative Disorder (299.10 DSM-IV)
• PDD-NOS (299.80 DSM-IV).

Dr. Dono Baswardono, AISEC, MA, Ph.D – Marriage & Family Therapist, Sexologist, Psychoanalyst, Graphologist. Untuk konsultasi, hubungi Hita di 0878-8170-5466 atau pin 2849C490.

No comments:

Post a Comment