Thursday 21 February 2013

Memahami Autisme - Bagian 3

Memahami Autisme
Gejala-gejala Ikutan Autisme
Bagian 3


Para penyandang autisme kadang-kadang menunjukkan gejala-gejala tertentu yang muncul sesuai perkembangan usianya. Sangatlah penting untuk tidak mencampuradukkan gejala yang timbul belakangan ini sebagai hal primer atau pokok. Bagaimana pun juga, gejala itu hanya bersifat sekunder dibandingkan sindroma autisme itu sendiri.
Apa saja sih gejala ikutan atau simptomatologi itu? Antara lain, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), gangguan bipolar, depresi, gangguan kecemasan, epilepsi, dan gangguan kurang perhatian/hiperaktivitas (ADHD).
Berikut ini daftar gangguan/sindroma yang muncul sebagai perilaku yang serupa dengan gangguan autisme dan/atau menjadi lebih nyata (gampang terlihat) pada individu-individu penyandang autisme:
• sindroma Cornelia deLange
• sindroma Tourette
• sindroma Fragile X
• sindroma Williams
• sindroma Down
• Tuberous Sclerosis
• sindroma Landau-Kleffner (tuli)
• sindroma Rubella Kongenital (seperti yang dialami tokoh Helen Keller yang menderita buta dan tuli)
• Phenylketonuria (PKU) yang tak dirawat
• sindroma Kluver-Bucy
• sindroma Prader-Willi
• sindroma Lesch-Nyhan.

Gangguan Inderawi
Anak autis memiliki ambang batas penerimaan bunyi yang lebih rendah dibandingkan anak normal. Mereka kerap menutup telinga jika mendengar suara keras, seperti petasan, sirine atau gonggongan anjing.
Indera peraba juga lebih sensitif. Sentuhan yang menurut orang normal tidak terasa menyakitkan maka mungkin saja terasa berbeda bagi penyandang autis. Karenanya mereka menolak untuk disentuh, karena sentuhan kerap terasa menyakitkan bagi mereka.

Kejang-Kejang
Kejang atau konvulsi merupakan gerakan otot yang kuat dan tidak terkontrol datang secara tiba-tiba. Gejalanya, tidak sadar, mata terbalik ke atas, kedua kaki dan tangan kaku kemudian timbul gerakan kejutan yang kuat selama beberapa detik hingga menit. Setelah sadar dapat menyebabkan mual muntah pusing dan mengantuk hingga tertidur.
Kelainan genetik pada sel otak dapat mengakibatkan kejang-kejang. Jadi gangguan penyerta yang akan muncul sesuai dengan fungsi otak yang terganggu.

Retardasi Mental
Penyebab kelainan mental ini adalah faktor genetika atau tak jelas sebabnya (simpleks). Keduanya disebut retardasi mental primer. Sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi waktu dalam kandungan atau anak-anak.
Faktor luar ini antara lain infeksi jaringan otak, keracunan kehamilan, ruda paksa sebelum lahir, serta gangguan pertumbuhan akibat kurang gizi berat dan lama. Penyebab lainnya adalah gangguan jiwa pada masa anak-anak dan kurangnya rangsangan sosial dari lingkungan.
Berat-ringannya retardasi mental tergantung tingkat kecerdasan anak, kemampuan dididik, dan kemampuan sosial atau kerja.
Para penyandang biasanya ditangani dengan pemberian pendidikan dan latihan khusus. Pendidikan itu didapat dari sekolah luar biasa, terutama untuk taraf retardasi sedang hingga sangat berat. Obat-obatan hanya diberikan bila anak gelisah dan terlalu aktif. Di samping pendidikan bagi penyandang, pihak keluarganya perlu pula diberikan konseling untuk keberhasilan pengobatan.

Sindroma Fragile X
Sindroma X yang rapuh (sindroma Martin-Bell, Fragile X syndrome) adalah kelainan genetika yang ditandai dengan keterbelakangan mental, yang disebabkan perubahan pada rantai panjang kromosom X.
Gejalanya antara lain kesulitan belajar, menghindari kontak mata, mengucapkan kata berulang atau senantiasa bersikap kasar. Sedangkan secara fisik ciri-ciri yang dimunculkan antara lain dahi dan telinga yang lebar serta rahang yang menonjol.

Tuberous Sclerosis
Penyakit ini juga disebabkan kelainan genetika, yaitu dihasilkannya protein harmatin dan tuberin oleh tubuh. Kedua protein ini tidak dihasilkan oleh tubuh orang normal.
Harmatin dan tuberin mengakibatkan pengapuran daerah-daerah tertentu otak. Semakin banyak protein tersebut dihasilkan, kemungkinan pengapuran serta kemunduran atau gangguan fungsi otak juga lebih besar.
Gabungan dari gejala yang ada dapat menyebabkan hambatan perkembangan, kejang, gangguan perilaku, ketidak-normalan pada kulit, penyakit paru serta ginjal.
Penyandang autis dengan gangguan penyerta tuberous sclerosis ini menampilkan ciri-ciri fisik tertentu, seperti wajah kotak dengan dagu memanjang, jidat memanjang, hidung melebar, langit-langit rongga mulut yang melengkung tinggi, dan telinga yang besar dan menggantung.
Untuk mengurangi produksi protein harmatin dan tuberin dalam tubuh belum dapat dilakukan melalui obat karena memang belum ada obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan produksi kedua protein tersebut. Maka hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengatur asupan makanan melalui diet khusus protein. DB
Dr. Dono Baswardono, AISEC, MA, Ph.D – Marriage & Family Therapist, Sexologist, Psychoanalyst, Graphologist. Untuk konsultasi, hubungi Hita di 0878-8170-5466 atau pin 2849C490.

No comments:

Post a Comment