Friday, 26 March 2010

MITOS ANAK TIDAK BERPRESTASI

ANAK ANDA TIDAK BERPRESTASI?
INI DIA RESEP DARI Dono Baswardono Parenting

“Anak laki-laki saya biasanya mendapat nilai 10. Tapi hasil rapor kemarin, tanpa alasan yang bisa saya fahami, ia menjadi pemalas dan tidak termotivasi. Rata-rata nilainya turun jadi 7. Saya tidak tahu apa yang terjadi padanya.”

Anak perempuan saya sering sekali dapat nilai C atau D, tapi ia kelihatannya tenang-tenang saja. Tidak peduli. Ia sangat tidak punya motivasi. Bagaimana caranya agar ia bisa berusaha lebih keras dan berprestasi?”

“Saya tahu kalau anak saya cerdas. Ia punya banyak potensi. Tapi mengapa ia seperti tidak peduli kalau nilai-nilainya jelek di sekolah? Mengapa ia sangat malas dan tidak bersemangat?”

Mitos Tidak Berprestasi
Tiga keluhan orangtua itu mewakili ribuan lainnya, dari tahun ke tahun. Tidak sedikit orangtua yang sampai putus asa. Tetapi, ternyata, menurut para pakar – termasuk yang lebih dari seperempat abad berspesialisasi dalam menangani anak-anak yang kurang berprestasi – semua keluhan orangtua itu menggambarkan bukan hanya persepsi yang keliru tapi bahkan konsep yang salah kaprah. Sebagian pakar menyebutnya, “Mitos Tak Beprestasi.”

“Mitos Tak Berprestasi” ini menganggap semua anak yang prestasinya menurun akibat malas dan tak punya motivasi, karenanya mereka perlu insentif agar bisa maju kembali. Mereka membutuhkan dorongan. Mereka perlu dinasehati, disemangati, agar bisa berprestasi.

Orangtua bukan satu-satunya pihak yang pikirannya dikabuti Mitos Tak Beprestasi ini. Para guru, konselor, teman-teman anak tersebut, kakek-nenek, paman dan bibi, bahkan sebagian psikolog juga percaya dengan mitos itu. Mereka bilang, “Kita tahu kalau anak ini malas. Apa yang bisa kita lakukan untuknya?” Sulitnya lagi, anak-anak itu juga menerima mitos itu sebagai kebenaran. “Ya, aku tahu kalau aku memang malas dan tidak punya motivasi.”

Nah, menurut mitos ini, tugas Anda sebagai orangtua, guru dan konselor adalah memotivasi anak-anak yang berprestasi rendah itu. Lalu mengumpulkan semua potensinya, dan membangkitkan hasrat dan kemauannya yang selama ini mati agar mau berlari meraih prestasi.

Begitulah, para orangtua yang putus asa itu mencoba memotivasi “anaknya yang malas dan tidak bermotivasi” dengan cara:
- menjanjikan ganjaran dan hadiah
- menegakkan hukuman
- mencoba membantu agar tugas-tugas sekolah menjadi lebih menarik dan menghibur
- menekankan pentingnya pendidikan untuk masa depan mereka
- membantu mereka berprestasi agar bisa merasakan senangnya kesuksesan
- mengikutkan pelajaran tambahan atau les
- mendorong mereka untuk bicara dengan orang-orang sukses agar bisa meneladani dan sekaligus memberi motivasi
- mendorong mereka untuk bicara dengan orang-orang gagal untuk menyadarkan mereka betapa menderitanya tidak sukses itu
- memindahkan sekolah ke lingkungan yang lebih disiplin, kompetitif dan peduli
- memindahkan jurusan ke program yang lebih disukai anak

Pernahkah Anda garuk-garuk kepala kebingungan mencoba segala cara untuk memotivasi anak, hanya untuk bertemu dengan kekecewaan – lagi dan lagi? Anda merasa tidak ada satu pun cara yang manjur atau yang efeknya lama.

Lebih baik Anda tenang sejenak, karena Anda tidak sendiri. Anda berada di dalam barisan ribuan orangtua yang frustrasi yang punya pengalaman sama dengan Anda. Bahkan tidak sedikit profesional – pendidik dan psikolog – yang juga menghadapi dilema serupa; tertantang untuk menemukan cara-cara untuk memotivasi anak-anak yang kurang berprestasi.

Mengapa tidak satu pun dari metoda itu yang berhasil? Mengapa tampaknya tidak mungkin mendorong anak-anak yang “malas dan tidak bermotivasi” itu? Anda tentu pernah mendengar keluhan orangtua, bahwa anak-anak itu menunda-nunda belajar sampai akhirnya semua sudah terlambat. Mereka membolos dari kelas. Mereka berjanji untuk bersikap lebih baik, “Jangan khawatir Bu. Semester depan aku akan lebih baik.”

Mereka harus diingatkan untuk belajar. Mereka harus diperintah agar mengerjakan PR. Mereka musti dikejar-kejar agar tidak terlambat memenuhi tenggat projek sekolahnya.
Bukankah itu semua membuktikan bahwa mereka malas dan tidak punya motivasi?
Tidak. Sama sekali tidak!

Dono Baswardono Parenting menyimpulkan bahwa anak-anak yang tidak berprestasi sesungguhnya sangat bermotivasi – hanya saja dalam arah berbeda, bukan ke arah nilai-nilai yang bagus. Jadi, kunci untuk membantu anak-anak itu agar berprestasi di sekolah adalah “Menemukan dengan tepat motivasinya ke arah mana!”

Agar orangtua bisa tahu ke arah mana motivasi anaknya, pertama-tama musti mengetahui anaknya termasuk tipe underachiever yang seperti apa. Dan begitu orangtua tahu tipe underachiever anaknya, mereka akan sadar bahwa ada yang keliru dalam Mitos Tidak Berprestasi. Tidak ada yang seragam pada diri anak-anak yang tidak beprestasi. Masing-masing, ternyata, unik.

Hasil akhir anak-anak itu memang seragam: sama-sama prestasinya anjlok, tapi masing-masing menempuh jalan yang berbeda-beda untuk sampai ke sana. Analoginya, “Anak-anak underachiever itu punya warna dan bentuknya sendiri.” Oleh karena itu, saran DB Parenting, “Mengenali apa yang sesungguhnya memotivasi tiap jenis underachiever itu merupakan pondasi untuk memahami anak-anak tersebut dan membantu mereka memenuhi potensinya.”

Enam Tipe Anak Tak Berprestasi
Gaya kekurangberhasilan yang paling jamak adalah:
- Penghindar. Mereka selalu menunda-nunda pekerjaan. Biasanya digambarkan orangtuanya sebagai anak yang tak bertujuan dan pemalas. Mayoritas anak yang tidak berprestasi bertipe Angin-anginan atau Penghindar ini.
- Pencemas. Mereka ingin berprestasi lebih baik tetapi terlalu tegang dan khawatir untuk belajar efektif.
- Pencari Identitas. Mereka sibuk menunjukkan dan mengetahui siapa dirinya sehingga teralihkan dari tugas-tugas sekolah.
- Semau Gue. Mereka instinktif, mempesona, suka memanipulasi, dan mau cepat puas sehinga mereka tidak peduli dengan prestasi sekolahnya.
- Kelabu. Suasana hatinya yang gundah, harga dirinya rendah, dan kesulitannya mengambil keputusan membuat seluruh energinya terserap, tak tersisa lagi untuk sekolah.
- Pemberontak. Mereka tidak berprestasi sebagai alat untuk memberontak pada orangtua.

Dono Baswardono, CHT, AISEC, MA, Ph.D

Thursday, 25 March 2010

SCHOOL OF CHAMPIONS!






SCHOOL OF CHAMPIONS!

Dono Baswardono Parenting
Anak-anak adalah misi kami.Karena masa depan lebih cepat dari yang Anda kira.

Tahun ini akan mengubah kehidupan anak Anda! Anak-anak Anda akan menjadi pribadi yang berkarakter kuat. Mereka bagai pokok pohon yang tumbuh besar, bukan hanya mampu menghadapi segala masalah, tetapi juga menjadi naungan bagi lingkungannya dengan rendah hati.

Dan itu barulah permulaannya...

SCHOOL OF CHAMPIONS! memberikan kepada anak-anak kerangka hidup berbudipekerti. Ringkasnya, kami membantu anak-anak membuat pilihan-pilihan hidup yang lebih baik agar hidup Anda, keluarga Anda dan semua orang menjadi lebih baik.

SCHOOL OF CHAMPIONS! adalah pendidikan yang menanamkan karakter, nilai-nilai universal dan budaya perubahan. SCHOOL OF CHAMPIONS! mengidentifikasi nilai-nilai universal yang disebut Enam Pokok Karakter: kejujuran, kehormatan, tanggung jawab, keadilan, kepedulian, dan kewargaan.

SCHOOL OF CHAMPIONS! adalah lembaga nirlaba, nonpartisan, dan nonsektarian. SCHOOL OF CHAMPIONS! bukan sekadar kurikulum, pelajaran tambahan atau program pengisi liburan. SCHOOL OF CHAMPIONS! adalah pendidikan karakter yang sesuai dengan program-program yang sudah ada. Silahkan baca lebih lanjut dan temukan betapa mudah memahaminya dan... mengikutinya.

Para orangtua, guru, kepala sekolah dan pendidik dari seluruh Indonesia telah melihat betapa anak-anak yang pernah mengikuti SCHOOL OF CHAMPIONS! kembali sebagai anak-anak dengan karakter yang lebih positif sehingga masalah perilakunya jauh menurun, tidak pernah membolos, dan sekaligus meningkatkan nilai-nilai akademik mereka. Intinya, bila anak-anak belajar sekumpulan nilai-nilai universal secara konsisten dan guru-guru yang mengikuti SCHOOL OF CHAMPIONS! juga memberikan teladan akan nilai-nilai itu, maka perilaku makin membaik dan fokus pendidikannya meningkat pesat.

Bila sekolah Anda memasukkan SCHOOL OF CHAMPIONS! ke dalam mata pelajaran atau program yang sudah ada, anak-anak akan lebih fokus pada ganjaran karakter daripada hukuman. SCHOOL OF CHAMPIONS! menyediakan pelatihan, program, seminar, dan integrasi kurikulum yang membuat program-program pendidikan sekolah/lembaga Anda berhasil.

CONTOH KEGIATAN SEHARI DALAM SCHOOL OF CHAMPIONS!
- Bangun pagi dimulai dengan berdoa kepada Tuhan – secara pribadi maupun bersama-sama, dikelompokkan sesuai dengan keyakinan/agama masing-masing.
- Setelah membereskan tempat tidur masing-masing dan membersihkan diri, anak-anak diajak untuk menikmati alam sekitarnya, sekaligus melakukan serangkaian aktivitas yang membuat mereka mampu menyadari betapa Tuhan sangat menyayangi mereka sehingga mereka pun musti menyayangi diri sendiri, teman-teman maupun tetangga mereka.
- Senam pagi bersama sekaligus kegiatan dinamika kelompok yang membuat mereka solid sebagai kelompok tetapi sekaligus percaya akan identitas pribadinya.
- Sarapan pagi bersama di SCHOOL OF CHAMPIONS! adalah sekaligus sarana untuk menanamkan karakter kepedulian, kejujuran, dan tanggung jawab, serta beberapa sifat turunannya seperti berbagi dan merasa cukup.
- Usai sarapan, anak-anak berbagi tugas kerumahtanggaan, seperti memberi makan kelinci, memerah susu kambing/sapi, menyiram tanaman, menyiangi gulma, dsb.
- Mandi pagi, istirahat dan snack sebelum mengikuti serangkaian aktivitas sesuai kurikulum. Aktivitas untuk penanaman karakter ini sebagian besar berupa permainan, kegiatan di alam, aktivitas outbond , dan kegiatan preservasi lingkungan hidup yang menyenangkan dan membuat anak-anak bersemangat.
- Istirahat, berdoa dan beribadah, makan siang, dan kegiatan di “dalam kelas.” Kegiatan ini dilakukan di teras rumah dan/atau di pendopo kelurahan, selain agar fisik anak-anak beristirahat sekaligus sebagai sarana bagi mereka untuk mampu melakukan ‘evaluasi diri.’
- Menjelang sore hari, anak-anak mulai melakukan “Rally Kehidupan.” Contoh rally sebagai berikut: “Bertandang ke rumah Nek Sastro untuk membantunya membuat kue Serabi, sekaligus mengenal riwayat hidup Nek Sastro. Kemudian mengantarkan Serabi itu ke Pak Jogoboyo dan musti membantu memecahkan kasus yang tengah dihadapi Pak Jogoboyo, hilangnya kambing pak Tris. Bersama Pak Jogoboyo ke rumah Pak Tris dan harus menjagai sepeda di luar rumah Pak Tris, sementara kedua orang itu mengobrol di dalam. Tiba-tiba datang Bu Sinden bersama anaknya yang sakit untuk minta diantarkan ke Puskesmas.” (Tiap anak, tiap kelompok, memiliki variasi rally yang berbeda-beda, meski kecakapan hidup dan karakter yang dipelajari sama. Untuk tiap musim liburan di tahun yang berbeda, selalu dirancang rally yang berbeda sehingga anak-anak yang hendak ikut kembali tidak akan pernah mendapati rally yang sama.)
- Istirahat, berdoa dan beribadah, melakukan tugas kerumahtanggaan sore, dan mandi sore. Lalu mengudap snack sambil menikmati dan merenungi keindahan matahari tenggelam.
- Berdoa dan beribadah, makan malam bersama. Kemudian melakukan serangkaian “brain games,” “emotional games,” dan “fantasy games.”
- Berdoa dan beribadah menjelang tidur. Mendengarkan ‘dongeng’ dan menceritakan ‘dongeng harian’ masing-masing.
- Catatan:
o Kegiatan setiap hari berbeda-beda, meski pola hidupnya seragam.
o Kegiatan hari pembuka dan hari penutup berbeda (ada aktivitas yang membuat mereka cepat beradaptasi dengan teman-temannya; dan aktivitas yang membuat mereka akan tetap berteman walau telah berpisah).

IKRAR SCHOOL OF CHAMPIONS!
- Ikrar KoC: Kids of Champions!
o Aku berikrar untuk menjadi seorang anak dengan karakter Juara.
o Aku Juara karena aku bisa dipercaya.
o Aku Juara karena aku bertanggung jawab melakukan apa yang seharusnya.
o Aku Juara karena menghargai semua.
o Aku Juara karena aku bertindak adil.
o Aku Juara karena aku peduli kepada sesama.
o Dan karena aku seorang warga yang baik yang selalu melakukan bagianku, maka aku seorang Juara!

PROGRAM PENDUKUNG SCHOOL OF CHAMPIONS!
- Accelerated Readers (anak-anak akan senang membaca dan mampu membaca lebih cepat daripada sebayanya)
- Anti Cheating Programs (anak-anak tidak akan lagi suka menyontek mapun berbohong)
- Tips untuk Orangtua: Pengajaran Karakter di Rumah sebagai Kelanjutan Program SCHOOL OF CHAMPIONS! (Usai mengikuti SCHOOL OF CHAMPIONS!, orangtua diharapkan melanjutkan proses penanaman karakter itu di rumah, sesuai dengan panduan yang diberikan)
- Formulir Kesepakatan Orangtua

WAKTU KEGIATAN
- Usia 6 – 12 Tahun: 3 Hari
- Usia 13 – 16 Tahun: 4 Hari
- Catatan: terhitung mulai dari penjemputan anak di pick-up point di Bandara Juanda dan/atau Bandara Abdurraman Saleh, Malang, sampai dengan penyerahan anak kembali kepada orangtua.
- Kalender Program SCHOOL OF CHAMPIONS!
o Juni 2010:
 Usia 6 – 12 Tahun : 22 - 24 Juni 2010
 Usia 13 – 16 Tahun: 22 – 25 Juni 2010
o Desember 2010: TBA
o Juni 2011: TBA
o Desember 2011: TBA

TEMPAT KEGIATAN
- Desa Wonosari, Gunung Kawi, Kabupaten Malang.

BIAYA KEGIATAN
- Usia 6 – 12 Tahun: Rp 3.500.000
o Early Bird untuk Juni 2010 (pembayaran lunas sebelum 12 April): Rp 3.000.000,00
- Usia 13 – 16 Tahun: Rp 4.000.000
o Early Bird untuk Juni 2010 (pembayaran lunas sebelum 12 April): Rp 3.500.000
- Cicilan:
o DP saat pendaftaran: Rp 250.000 (no refund)
o Cicilan I: 14 Maret 2010
 Usia 6 – 12 Tahun: Rp 1.000.000
 Usia 13 – 16 Tahun: Rp 1.250.000
o Cicilan II: 11 April 2010
 Usia 6 – 12 Tahun: Rp 1.250.000
 Usia 13 – 16 Tahun: Rp 1.250.000
o Cicilan III: 9 Mei 2010
 Usia 6 – 12 Tahun: Rp 1.000.000
 Usia 13 – 16 Tahun: Rp 1.250.000
- No. Rekening:
o BNI: 0101831293 Cab Menteng, a/n Dono Baswardono
o BCA: 0950978635 KCU Bogor, a/n Dono Baswardono

PEOPLE IN CHARGE & CONTACTS
- Intan
- Cell: 0813-1641-0088
- E-mail: dono.baswardono@gmail.com atau donobaswardono@yahoo.com
- Facebook: www.facebook.com/donobaswardono.parenting

Jangan Nonton Film Horor Bareng Anak!

Jangan Nonton Film Horor Bareng Anak!

Setelah sempat mereda, bioskop-bioskop di Indonesia kembali dibanjiri film-film lokal bertema horor. Itu belum termasuk film-film horor produksi Korea dan Jepang – plus versi remake ala Hollywood. Tidak sedikit keluarga yang suka nonton bersama di bioskop, bahkan tetap mengajak anggota keluarga yang masih kanak-kanak, walau film yang ditonton jelas-jelas berlabel 17 tahun ke atas. Kalau tidak di bioskop, kebiasaan nonton bareng juga berlangsung di rumah, dengan menyaksikan DVD (bajakan). Bagaimana sebenarnya efek menonton film horor ini pada perkembangan anak-anak?

Sebaiknya orangtua mengarahkan anak-anak untuk menghindari film horor. Jika anak tersebut tetap meminta menonton film horor hendaknya orangtua menemaninya.

Mental anak belum mampu menerima jenis film horor. Horor ini bukan hanya pada tampilan darah, setan dan hal-hal menyeramkan lainnya, tetapi juga yang substansinya mengeksploitasi rasa takut, seperti bencana perang, maupun menciptakan “suasana kegelapan.” Cukup banyak film-film animasi yang walau diperuntukkan anak-anak, namun bernuansa ketakutan. Sebut saja, Inuyasha yang suka membasmi setan, Ghost in Shell yang berlatar belakang perang masa depan, Batman yang bersuasana kelam, juga Girl from Hell yang malah sengaja membikin situs agar anak-anak mau mengkliknya untuk memanggil setan dari neraka.

Karena itu, saya menegaskan agar orangtua menyadari bahwa anak usia di bawah 5 tahun belum bisa membedakan mana yang nyata dan mana khayalan. Oleh sebab itu, balita akan ketakutan jika melihat film horor. Dan dampaknya, akan trauma.

Apakah itu berarti anak usia sekolah tidak takut? Walau anak-anak usia SD sudah bisa membedakan antara realitas dan khayalan, namun hanya sebatas membedakan. Mereka belum bisa berpikir lebih jauh. Akibatnya, sama saja, ketakutan!

Bukan hanya film horor, sebaiknya anak juga tidak menonton film yang penuh kekerasan dan seks. Karena jika anak kerap menonton kekerasan, di dalam pikirannya akan beranggapan kekerasan bisa menjadi solusi segala masalah. Sehingga jika suatu saat anak-anak terkena masalah, mereka akan menyelesaikannya dengan jalan kekerasan.

Tidak ada referensi film horor mana yang boleh ditonton. Karena film horor hanya akan membuat anak ketakutan belaka. Orang dewasa saja katakutan, apalagi anak-anak. Rekomendasi saya agar semua film horor yang telah, tengah dan akan diputar di bioskop, sama sekali tak usah ditonton anak-anak, seperti Kuntilanak, Hantu Bangku Kosong, dan Hantu Jeruk Purut. Dr. Dono Baswardono, Graph, Psych, AISEC, MA, Ph.D

CERDAS BERKAT UDANG


Cerdas Berkat Udang

Tidak banyak yang tahu bahwa anak tumbuh cerdas sejak dalam kandungan. Sel otak tumbuh pesat ketika janin berumur 3 – 8 minggu. Dan salah satu makanan yang bisa mempesatkan pertumbuhan sel otak adalah si bongkok udang. Tapi bagaimana kalau anak alergi seafood?

Dari keseluruhan organ-organ tubuh, perkembangan otak dapat dikatakan lebih cepat dan unik. Proses pembentukan perkembangan sel neuron otak dimulai dari proses pembentukan dan pertumbuhan sel neuron otak sejak sel telur dan sel sperma bertemu.
Proses pembentukan sel neuron otak diawali dengan pembelahan pada fase embrionik. Terhitung sejak minggu ketiga kehamilan hingga minggu ke delapan. Pembelahan ini lah yang menjadi cikal bakal otak.

Pembentukan sel neuron otak mengalami tiga tahap. Pertama, proliferasi atau penambahan sel neuron otak. Kedua migrasi, perpindahan. Dan ketiga, organisasi, termasuk di dalamnya diferensiasi.

Setelah sel neuron otak bertambah, sel tersebut berpindah tempat ke depan, tengah dan belakang. Perpindahan yang sesuai dengan tempatnya ini disebut organisasi. Di dalam organisasi, sel neuron otak berubah fungsinya sesuai dengan penyebarannya yang disebut diferensiasi.

Ada beberapa perubahan dalam diferensiasi, seperti sel bertambah besar, cabang-cabangnya bertambah banyak, dan yang sebelumnya tanpa selubung menjadi diselubungi mielin. Selubung syaraf dan masing-masing sel neuron otak mempunyai fungsi-fungsi sendiri, jadi harus berhubungan dengan bagian-bagian lain.

Proliferasi dan migrasi sel neuron otak terjadi setelah lahir hingga usia 1 hingga 2 tahun saja. Yang masih berlangsung hingga dewasa adalah organisasi. Dalam organisasi ada meilinisasi, pembentukan selubung syaraf otak sebagai penghantar rangsangan lebih cepat ke otak. Dilanjutkan dengan perubahan bentuk sel dan sinapsis, sel satu berhubungan dengan sel lainnya.

Secara umum, sebelum anak lahir, sel neuron otak berkembang lebih pada jumlahnya. Sedangkan setelah anak lahir, sel neuron otak mengarah lebih pada maturasi atau pematangan.

Dalam semua perkembangan otak ini, faktor stimulasi dan gizi sangatlah penting. Alasannya, sel neuron otak mengalami percepatan luar biasa pada trimester ketiga hingga anak usia dua tahun pertama setelah lahir.

Stimulasi yang dibutuhkan anak pada percepatan sel neuron otak adalah stimulasi sensorik dan motorik. Anak-anak mulai mengenal rangsangan melalui indera pendengaran, penglihatan, penciuman, perasa dan peraba.
Orangtua juga harus memperhatikan asupan gizi anak. Beri anak-anak makanan yang bergizi dan seimbang untuk otak. Gizi seimbang mengandung protein, karbohidrat dengan jumlah tertentu, air, mineral, vitamin, ikan, sayur dan susu.

Tidak hanya unsur asupan makanan yang harus diperhatikan orangtua, tetapi juga dari segi kesehatan. Termasuk dengan menjaga kesehatan dengan imunisasi.

Bagi anak-anak usia 1- 2 tahun memerlukan makanan yang kaya kandungan protein tinggi, asam lemak esensial yang tinggi. Protein ini dapat diperoleh melalui baik hewani maupun tumbuhan. Asam lemak esensial sendiri mengandung Omega 6, omega 3 dan DHA. Sayangnya tubuh tidak bisa memproduksinya di dalam tubuh, sehingga memerlukan asupan makanan dari luar tubuh. Bila tidak dipenuhi, kerja sel-sel neuron kurang efektif pada usia tumbuh kembang otak. Padahal ledakan pertumbuhan sel neuron otak terjadi sejak bayi lahir trimester ketiga hingga anak usia dua tahun.

Udang adalah salah satu makanan laut yang mengandung DHA bagi otak. Tapi karena udang selalu dihubungkan dengan alergi, maka jarang sekali orangtua berani memberikan asupan udang kepada anak. Anak-anak sebetulnya tidak ada pantangan terhadap makanan apapun. Alergi hanya berlaku pada individu tertentu.


Tips Memasak Udang Goreng
Sudah tahu manfaat udang, khan? Ayo coba masak penganan udang, namanya Ebi Fry alias udang goreng. Tenang saja, mudah kok cara buatnya.

Bahan Dasar:
 Tepung Panir
 Tepung terigu
 Telur
 Bumbu (garam, lada dan bawang putih)
 Udang Pancet 1 kg (isi 25 biji) atau 1 kg (isi 18 biji)
 Minyak goreng
 Saos (kalau suka bisa dicampur mayonaise)

Cara membuat:
 Bersihkanlah udang terlebih dahulu
 Campurkan bumbu (garam, lada dan bawang putih) ke dalam tepung terigu
 Campurkan pula bawang putih ke dalam telur
 Setelah udang siap, masukkan dalam udang yang sudah dibersihkan kedalam campuran bawang putih dan telur. Lalu bolak-balikkan dalam adonan tepung berbumbu. Setelah udang dibaluti tepung berbumbu. Segera masukkan udang ke dalam minyak panas.
 Setelah matang, sajikan hangat.

Tips pilih udang:
 Bauilah udang yang hendak dipilih. Bila berbau tidak enak menandakan udang itu kurang bagus.
 Carilah udang yang kepalanya masih utuh. Bila kepala lepas menyebabkan udang mudah busuk.
 Sebaiknya tidak memilih udang berwarna kuning atau kehijauan.
 Sebaiknya tidak disimpan di kulkas lebih dari satu bulan.

Cara membersihkan udang:
 Kepala udang sebaiknya tidak diambil
 Agar lebih mudah mengupas udang, mulailah dari kaki udang.
 Sungut udang sebaiknya dipotong setengah.
Dono Baswardono, CHT, AISEC, MA, Ph.D

ASPIRIN ATAU NON-ASPIRIN?

Aspirin atau Non-Aspirin?

Demi anak-anak, jawabannya mudah: non-aspirin. Aspirin, meskipun bermanfaat menyembuhkan banyak penyakit pada orang dewasa, jarang sekali direkomendasi untuk anak-anak karena punya daftar panjang efek samping. Pada anak-anak dengan penyakit virus, aspirin bisa menimbulkan sindroma Reye – suatu penyakit berat. Jadi, jangan beri aspirin kepada anak-anak, kecuali dokter memerintahkan.

Seperti aspirin, asetaminofen (mereknya antara lain: Tylenol, Tempra, Panadol, Liquiprin, Anacin-3) adalah zat antipiretik (pengurang demam) dan penghilang rasa sakit. Tetapi tidak seperti aspirin, asetaminofen relatif bebas efek samping (walau kadang-kadang bisa menimbulkan gangguan liver jika diberikan dalam dosis tinggi).
Asetaminofen bisa berbentuk cairan untuk diberikan dalam pipet, sendok ukur, atau mangkuk. Ada pula yang berbentuk tablet kunyah untuk balita besar; dan dalam bentuk supositoria untuk balita yang tak mau minum obat; atau berbentuk tabur untuk anak yang gampang curiga kalau ada obat dalam makanannya.

Ibuprofen (merek: Advil, Motrin) sama efektifnya seperti asetaminofen dalam mengurangi demam dan menghilangkan rasa sakit, tetapi juga mengandung efek anti-inflamasi. Seperti aspirin, ibuprofen bisa mengganggu lambung, namun pemakaian pada anak-anak tidak menyebabkan sindroma Reye. Ibuprofen tersedia untuk anak-anak hanya dengan resep dokter.

Obat antipiretik perlu waktu antara setengah sampai satu jam untuk menurunkan demam; dan efeknya berlangsung antara 4 – 6 jam jika asetaminofen atau 6 – 8 jam jika ibuprofen. Respon terhadap obat jauh lebih cepat pada balita berumur di bawah dua tahun daripada anak yang lebih tua.

Karena semua obat berbahaya dalam jumlah yang lebih besar daripada yang dianjurkan, jangan pernah memberi lebih dari yang diperintahkan dokter. Dan sebelum pemberian obat berikutnya, simpan obat di luar jangkauan anak. Dono Baswardono, CHT, AISEC, MA, Ph.D

Thursday, 4 March 2010

‘Tata Tertib’ Meminumkan Obat

Fahami dan Perhatikan ‘Tata Tertib’ Meminumkan Obat

Orangtua tentu akan mengobati anaknya yang sakit. Ada yang segera membawanya ke dokter, tapi ada pula yang memberikan obat bebas. Sayangnya, tidak sedikit orangtua yang tak memahami “tata-tertib” pemberian obat untuk anaknya. Maklum, tidak semua ‘berani’ bertanya kepada dokter atau apoteker. Padahal, keliru memberikan obat bisa berakibat fatal bagi kesehatan anak kita. Nah, bagaimana sih cara memberikan obat yang aman? Bagaimana agar anak gampang minum obat?

Terimakasih atas tersedianya obat-obat modern sehingga dunia menjadi tempat yang lebih sehat bagi bayi dan anak-anak. Obat bisa mencegah komplikasi serius yang beberapa abad lalu bisa mematikan atau membuat anak cacat tetap. Infeksi telinga tak lagi membuat anak tuli. Infeksi urin tak lagi menimbulkan kerusakan ginjal. Infeksi tenggorokan tak lagi melemahkan jantung atau mencabut nyawa anak.

Akan tetapi, kemujaraban obat itu bisa berbalik menjadi bencana jika obat diberikan secara serampangan dan sembarangan. Entah karena salah pemberian, dosis berlebihan maupun penyalahgunaan obat. Karena itu, sangat penting belajar bagaimana memanfaatkan obat secara aman dan efektif ketika anak kita sakit.


Apa Saja yang Perlu Anda Ketahui
Agar dokter bisa memberikan obat yang tepat, ia perlu mendapat informasi yang tepat dan akurat. Sampaikan semua pengamatan dan kekhawatiran Anda kepada dokter. Bersikaplah proaktif, jangan hanya menunggu dokter anak Anda memeriksa dan mendiagnosis anak Anda. Dokter butuh bantuan orangtua untuk bisa menegakkan diagnosis yang akurat.

Tetapi yang juga tidak kalah pentingnya, orangtua juga harus mengenal dan mempelajari obat yang diresepkan untuk anak Anda. Apa obatnya, bagaimana cara kerja obat tersebut, dan apa saja efek sampingnya. Nah, untuk mengetahui semua itu, orangtua bisa bertanya kepada dokter atau apoteker. Tetapi karena di Indonesia biasanya apoteker tidak langsung berhadapan dengan pembeli obat, lebih baik pergunakan waktu Anda menerima resep dari dokter anak Anda.


Apa Saja yang Perlu Ditanyakan kepada Dokter
Ketika Anda diberi resep untuk anak Anda oleh dokter, ajukan beberapa pertanyaan berikut ini:
- Kalau obat diberikan tiga kali sehari, apakah ada alternatif yang sama efektifnya yang bisa diberikan hanya sekali atau dua kali sehari?
- Kalau dosis yang kita berikan dimuntahkan atau disemburkan oleh anak kita, apakah kita boleh memberinya sekali lagi?
- Bagaimana kalau kita lupa memberikan obatnya, misalnya pada siang hari karena lupa menelpon ke rumah saat kita di kantor. Apakah boleh diberi dosis ekstra atau pada malam harinya diberi dosis dobel? Sebaliknya, bagaimana kalau kita secara tak sengaja memberikan dosis ekstra?
- Seberapa cepat kita bisa berharap terjadi perubahan? Kapan harus ke dokter lagi jika tak terlihat tanda-tanda perbaikan?
- Kapan obat harus dihentikan? Apakah seluruh obatnya harus dihabiskan?


Membaca Brosur Obat
Selain informasi yang bisa kita dapat dari dokter atau apoteker, Anda juga bisa memperoleh informasi dari label atau lembar yang disertakan oleh produsen obat di dalam kemasan obat. Sebaiknya, baca dengan saksama lembar yang dilampirkan pabrik obat itu. Jangan dibuang. Kalau Anda masih tidak memahami apa yang Anda baca di brosur tersebut, jangan segan-segan untuk menelpon dokter atau apotekernya.
Hal ini sangat penting dilakukan terutama jika Anda membeli obat bebas (OTC – over the counter). Apa saja yang musti ditanyakan?
- Apa nama generik obat ini? Kalau ada, apa nama mereknya?
- Bagaimana cara kerja obat ini?
- Berapa dosis yang tepat untuk anak saya?
- Berapa kali obat ini harus diberikan dalam sehari? Haruskah anak saya dibangunkan di tengah malam untuk minum obat ini?
- Apakah obat ini harus diberikan sebelum atau sesudah makan?
- Bolehkah obat ini diberikan dengan susu, jus atau cairan lainnya? Apakah minuman-minuman itu berinteraksi negatif dengan obat tersebut?
- Apa saja efek samping yang mungkin terjadi?
- Reaksi berat apa yang mungkin terjadi? Haruskah hal ini diberitahukan kepada dokter?
- Apakah obat ini bisa menimbulkan efek yang tak diharapkan pada kondisi anak saya yang mengalami penyakit kronis?
- Kalau anak saya sedang minum obat lain (baik yang diresepkan maupun yang bebas) apakah obat ini menimbulkan interaksi yang berat? – DB

Dono Baswardono, AISEC, MA, Ph.D

Wednesday, 3 March 2010

8 Cara Agar Anak Mau Minum Obat dengan Gampang

8 Cara Agar Anak Mau Minum Obat dengan Gampang

Salah satu pertengkaran soal kesehatan yang paling sering dialami antara orangtua dan anak adalah minum obat. Bayi Anda memuntahkan kembali cairan obatnya, sementara kakaknya suka mengatupkan mulutnya atau malah mendebat. Anak-anak bisa bertempur ‘sampai titik darah penghabisan.’ Nah bagaimana triknya agar mau minum obat sambil mengerti bahwa itu demi kesembuhannya?

Mengapa anak-anak menolak obat? Mungkin karena rasa obat memang tidak enak, bahkan jika sudah ditambahkan rasa yang biasanya disukai anak-anak, entah stroberi atau jeruk. Dan juga, karena menurut anak yang sakit, segalanya terasa seperti perintah, permintaan dan gangguan.


Apa yang Anak Alami
Anak yang sakit sudah berada dalam keadaan emosional dan regresi. Ini bisa melahirkan penolakan pada apapun yang disarankan.
Untuk menghindari perdebatan dan pertengkaran, akui perasaan anak Anda. Anda bisa mengatakan, “Kamu mungkin tidak ingin minum obat ini sekarang, tetapi setelah kamu meminumnya, kamu akan segera merasa lebih sehat.” Kemudian berikan pilihan untuk membuat obat itu lebih bisa ditelan dan menyenangkan.
Lebih gampang dikatakan daripada dilakukan? Nah, tip-tip di bawah ini yang sudah teruji, mungkin bisa membantu Anda.


Jelaskan bagaimana obat membuat anak-anak sembuh
Anak-anak kecil tidak selalu memahami bagaimana cara kerja obat. Anda dapat menjelaskannya dengan mengatakan, “Obat ini akan membantumu merasa lebih baik supaya kamu bisa segera kembali bermain di taman.” Anda juga dapat menjelaskan apa yang bisa dicapai oleh obat. “Tadi malam kamu tidak terbangun sama sekali. Nah itu karena obat sudah mengambil rasa sakitmu.”


Buatlah rasa obat menjadi lebih enak, asalkan disetujui dokter
Kadang-kadang, obat cair yang telah didinginkan menjadi lebih mudah ditelan anak-anak. Dan kalau dokter Anda membolehkan, Anda juga bisa memasukkan obat itu ke dalam jus atau menambahkan rasa ke dalamnya. Tanyakan kepada dokter atau apoteker, apakah obat yang akan diberikan kepada anak Anda rasanya tidak enak, dan apakah aman jika ditambahkan rasa ke dalamnya. Anda juga bertanya apakah aman mencampur obat cair dengan jus atau makanan. Yang terpenting, bertanya dulu kepada dokter atau perawat khusus anak-anak untuk memastikannya, sebelum Anda melakukannya. Jus jeruk orange kerap dipakai untuk menyembunyikan rasa obat yang tidak enak.


Beri obat pada waktu dan tempat yang sama
Ini membantu menciptakan titik tertentu di rumah Anda untuk memberi obat dan menciptakan rutinitas. Agar bisa sesuai jadwal, tempelkan daftarnya di pintu kulkas atau pintu kamar anak Anda. Setiap kali selesai minum obat, mintalah anak Anda untuk mencoretnya atau menempelkan stiker di daftar tersebut.


Berikan pilihan kapan pun Anda bisa
Minum obat adalah hal yang tidak boleh dinegosiasikan, tetapi hal-hal lainnya bisa. Bahkan pilihan paling sederhana akan memuaskan kebutuhan anak yaitu rasa kontrol terhadap keadaan dan tubuhnya. Berikan dua pilihan sederhana seperti, “Apakah kamu ingin minum obatnya sebelum berpakaian atau setelahnya?” atau “Setelah minum obat kamu mau jus apel, jeruk atau anggur?”


Hindari pemaksaan secara fisik
Kalau Anda mulai memegang erat anak untuk memberinya obat maka pada kesempatan berikutnya Anda terpaksa melakukannya lagi dan lagi. Nah, kalau Anda sudah sampai memaksa anak secara fisik untuk minum obat secara teratur, sebaiknya segera berkonsultasi ke dokter atau perawat untuk mendapat saran profesional.


Jelaskan konsekuensi-konsekuensinya
Apabila anak menolak minum obat, jelaskan bahwa ia sedang membuat pilihan yang memiliki beberapa konsekuensi. Anda dapat mengatakan, “Berarti Mama sedang melihat kamu sengaja memilih untuk tetap diam di rumah dan tidak pergi keluar untuk bermain, kecuali kamu mau minum obat ini.” Dan kalau ia tetap tidak mau minum obat dan Anda nyaris memaksanya minum, cobalah mengatakan seperti, “Mama lihat kamu memilih untuk agar Mama yang meminumkan obat daripada minum sendiri.”


Kalau anak Anda tetap menolak, beri ia ‘jeda’
Sebelum Anda mengambil paksa hak istimewanya, cobalah memberi anak Anda semacam jeda atau istirahat sebentar. Hal ini memungkinkannya untuk menyelamatkan mukanya dan mengembalikan dirinya, secara fisik maupun emosional. Mungkin Anda sendiri juga perlu jeda, peluk anak Anda atau minum air putih dan ambil nafas dalam-dalam. Tetapi pastikan bahwa jeda lima atau sepuluh menit ini ya hanya berlangsung selama itu, tidak molor. Biasanya, setelah jeda, anak maupun Anda sendiri akan lebih mudah, tak lagi perlu berdebat.


Biarkan orang lain mengambil alih
Untuk anak yang benar-benar menolak obat, orangtua bisa membagi tanggung jawab siapa yang harus memberi obat. Jangan hanya ibu atau ayah terus menerus. Kalau ibu tidak berhasil, ayah bisa mengambil alih, begitu pula sebaliknya. Hal ini memberi kesempatan pada orangtua yang tengah bertugas untuk beristirahat dan membantu anak menyadari bahwa kedua orangtuanya mampu menangani perjuangan meminumkan obat ini. DB

Dono Baswardono, AISEC, MA, Ph.D

Bila Si Buyung Suka Mengintip Rok Temannya

Bila Si Buyung Suka Mengintip Rok Temannya

Apakah si buyung suka mencoba mengintip rok temannya? Sesekali coba perhatikan tingkah polahnya. Jika memang anak pernah mencuri-curi untuk mengintip rok temannya, bukan berarti ia nakal. Ini normal saja. Sebab, pada tahap ini, mereka sedang mencari tahu tentang perbedaan kelamin. Lantas, bagaimana seharusnya orangtua bersikap?

Jika mendapatkan anak Anda sedang mengintip rok temannya, jangan langsung panik dan memarahi anak. Sebab pada masa tumbuh kembang anak ada tahap yang disebut dengan fase phallic. Menurut Sigmund Freud, pada usia anak tiga hingga enam tahun disebut dengan fase phallic. Pada tahap ini, anak mulai tertarik pada organ genital.


Rasa Ingin Tahu
Ini adalah hal yang wajar saja, sebagai perwujudan rasa ingin tahu anak seputar perbedaan kelamin dengan lawan jenisnya. Anak lelaki ingin tahu apakah anak perempuan memiliki alat kelamin yang sama dengan miliknya. Kalau sebelumnya dia tidak tahu perbedaan kelamin laki-laki dan perempuan dan orangtua tidak menjelaskan sejak dini, maka dia suka mengintip rok untuk menjawab rasa ingin tahunya.
Pada usia anak masuk Taman Bermain, anak memang sedang mempelajari peran jenis kelamin mengenai ciri atau karakteristik anak perempuan maupun laki-laki. Hal ini inilah yang memancing eksplorasi untuk mengetahui lebih jauh. Anak pun jadi ingin tahu apa yang ada di dalam rok. Ini bukan berarti anak sudah tertarik dengan lawan jenis. Hanya sebatas rasa ingin tahu saja.


Kenalkan Sejak Dini
Karena itu, alangkah baiknya jika sejak dini orangtua mengenalkan tentang perbedaan jenis kelamin. Sesuai dengan usia tentunya. Misalnya, ketika si anak berusia 1-2 tahun, sang ibu mengajaknya untuk mandi bersama. Dari situ, si anak dapat mengetahui perbedaan kelamin pria dan wanita. Demikian Retha menguatkan.
Kalau anak memiliki adik bayi perempuan, bisa dijelaskan perbedaan jenis kelamin ketika sedang membersihkan alat kelamin adiknya. Dengan memberikan pengertian secara visual, rasa ingin tahu anak tidak lagi menggebu-gebu sehingga kemungkinan dia mengintip rok temannya pun mengecil. Berikan gambar atau visualisasi nyata kepada anak.


Iseng
Kadang orangtua sering menganggap tingkah anak yang suka mengintip rok sebagai kenakalan atau iseng belaka. Padahal, di balik keisengan itu, si anak ingin tahu reaksi orang lain ketika dia membuka rok temannya. Kebanyakan orangtua tidak sadar kalau dorongan ingin tahu seputar seksual sudah ada dalam diri anak. Ketika anak ingin membuka rok temannya, biasanya orangtua akan bertanya, ‘Kok, kamu iseng sih, membuka rok temanmu?’ Si anak pasti tidak bisa menjawab, karena dia sendiri tidak mengerti.”
Hingga usia 7-8 tahun pun jika masih sering mengintip rok temannya, masih dianggap normal. Karena, biasanya dia belum mendapat jawaban atas rasa ingin tahunya. Dan ini adalah tugas orangtua untuk terus memberitahu dan menjelaskan.


Tidak Hilang Sendiri
Lain halnya jika anak tidak hanya mengintip, tapi juga memaksa, misal langsung membuka. Ini tidak wajar. Retha kembali mengingatkan bahwa tingkah anak yang suka mengintip rok jangan dianggap bisa hilang sendiri seiring tumbuh kembangnya. Kembali orangtua harus mengingatkan. Sebab, tumbuh kembang anak bisa berlanjut ke tahap berikutnya karena ada bimbingan.
Sama halnya jika anak sudah usia enam tahun masih suka menghisap jempol. Padahal hal tersebut wajar dilakukan anak usia 0-1 tahun. Jadi tidak bisa dibiarkan sendiri. Kalau tidak ada penjelasan, bisa saja ketika besar, si anak bisa melakukan pelecehan terhadap temannya, misalnya mencolek-colek di bagian tertentu.


Jangan Dimarahi
Bila ada anak yang mengintip rok temannya, sebaiknya jangan langsung ditegur dan dimarahi. Sebab, anak ini akan bingung, kok saya dimarahi, apa salah saya. Bahkan, si anak bisa semakin penasaran dan mencari tahu dengan terus mengintip rok temannya. Dampaknya juga buruk untuk anak perempuan karena rasa malu di depan teman-teman. Apalagi sampai mengata-ngatai si anak dengan sebutan, “Ih, tukang ngintip.” Ini akan membuat anak malu.
Lebih baik mengalihkan perhatian anak, misalnya dengan memanggilnya, “Ade’ ke sini dulu.”
Jadi jangan langsung dimarahi. Saat berdua, tanyakan kepadanya kenapa dia membuka rok. Jelaskan pelan-pelan dan katakan lain kali tidak perlu membuka rok temannya. Anda bisa mengatakan, “Tidak sopan dan kasihan temannya malu. Nanti tidak ada temannya. Tanya sama Mama saja kalau ingin tahu.”
Sama halnya dengan situasi dimana anak masuk kolong meja dan mengintip rok. Biasanya untuk kasus ini, sebenarnya anak sudah tahu, tapi masih ingin tahu lebih lagi. Jelaskan kepada anak bahwa hal itu tidak baik dan membuat orang lain merasa tidak nyaman. “Jangan bilang, ‘ih adik ngintip’. Tapi katakan, ‘adik lagi apa? Ada tikus, ya. Sini sama mama saja.”
Orangtua perlu menjelaskan kepada anak dampak negatifnya. Misalnya, dia akan dijauhi temannya kalau suka mengintip rok. Dan berikan konsekuensi yang efektif, apabila anak berkali-kali mengulangi perbuatannya.


Celana Tambahan
Disarankan pula, sebaiknya anak perempuan saat memakai rok menambahkan celana pendek atau bike pants. Tujuannya ketika ada teman di sekolah yang mengintip roknya, ia tidak lantas malu karena ketika roknya dibuka, anak masih mengenakan bike pants yang menutupi pakaian dalamnya.
Ini persiapan untuk anak perempuan. Sehingga kalau ada kejadian diintip roknya, dia tidak langsung panik, malu atau menangis. Bahkan menjerit-jerit sampai heboh, membuat anak lain melirik dan si anak pun jadi perhatian. Juga ingatkan agar anak duduk dengan sopan dan baik. DB

Dono Baswardono, AISEC, MA, Ph.D

Penambahan Dahulu, Baru Pengurangan!

(3 + 4 - 2 + 8 - 7= ? ). Anda yang telah memahami konsep penambahan dan pengurangan tentu tak sulit mengerjakan soal tersebut. Namun bagi anak yang baru mengenal angka tentu bukan hal mudah untuk memahaminya. Benarkah dengan bermain dan menggunakan alat peraga mempermudah anak memahami operasi tambah-kurang? Lantas antara proses penjumlahan dan pengurangan mana yang sebaiknya terlebih dulu diajarkan?


Sebagai orang tua, anda pasti ingin sekali memahami bagaimana cara mengajarkan keterampilan berhitung secara cepat dan tepat kepada anak-anak. Hal yang selama ini dilakukan secara ’turun-temurun’ dari generasi ke generasi adalah setelah memperkenalkan anak dengan angka 1 sampai 10 pasti hal berikutnya yang diajarkan adalah operasi tambah-kurang.

Pengurangan merupakan konsep matematika utama yang seharusnya dipelajari oleh anak-anak setelah penambahan. Biasanya pengurangan diajarkan hampir bersamaan dengan penambahan, tepatnya adalah penambahan diajarkan terlebih dahulu baru kemudian pengurangan, kemudian keduanya akan diajarkan secara pararel.


Hitung ke Atas, Jangan ke Bawah

Metoda untuk mengajarkan pengurangan pada tahap awal yang paling sesuai adalah dengan menghubungkan pada konsep penambahan, yaitu dengan pendekatan menghitung ke atas atau counting up, contohnya (7 + ? = 9), bukan dengan pendekatan menghitung ke bawah atau counting down, contohnya (9 – 7 = ?).

Melalui pendekatan counting up, anak dapat menggunakan pemahaman yang telah didapat selama mempelajari operasi penambahan untuk selanjutnya digunakan mempelajari pengurangan. Melalui pendekatan ini konsep pengurangan dipandang oleh anak sebagai perkembangan wajar dari konsep penambahan yang telah dimengerti sebelumnya.


Tahap Pengenalan

Dalam tahap ini anak mulai diperkenalkan dengan konsep selisih dalam kehidupan sehari-hari. Agar perpindahan dari konsep penambahan ke pengurangan berjalan dengan mulus, gunakan pendekatan counting up yaitu dengan dengan mencari beberapa kumpulan benda yang dibutuhkan agar jumlahnya sama dengan kumpulan benda lain yang lebih banyak.

Misalnya saat bermain dengan kelereng, jika ada tiga kelereng di lantai, si anak dapat ditanyakan berapa kelereng yang harus ditambahkan agar jumlahnya menjadi sepuluh kelereng, contohnya (3 + ? = 10). Di sini objek kelereng tentu saja dapat diganti dengan objek-objek yang lain, misalnya teman bermain mereka, bola warna-warni, buah-buahan, permen atau pun benda-benda lainnya yang menarik perhatian anak.


Plus Penjelasan Verbal

Setelah anak memahami pengurangan dengan pendekatan counting up berarti mereka telah siap untuk mengenal pendekatan counting down yang bersifat lebih langsung ke persoalannya. Pendekatan ini dapat diajarkan dengan cara mengambil satu kelereng dari sepuluh kelereng, kemudian ditanyakan hasilnya kepada si anak, contohnya (10 – 1 = ?).

Namun pendekatan ini harus diiringi dengan kata-kata yang menjelaskan konsep pengurangan tersebut, misalnya “sepuluh dikurangi satu sama dengan sembilan.”

Diharapkan dengan mengajarkan fakta-fakta ini terus menerus kepada anak, mereka akan dapat menarik kesimpulan tentang operasi pengurangan dengan tepat walaupun hal ini belum disampaikan dalam bentuk angka tertulis.


Abstraksi Konsep

Lantas tahap berikutnya dimulai dengan penulisan angka dan simbol operator pengurangan (-). Pada tahap ini, anak-anak sudah harus bisa mengabstraksi konsep bilangan ke dalam sebuah notasi desimal tertulis. Urutan penyajian materinya berdasarkan tingkat kesulitan yang harus dikerjakan oleh anak yakni berdasarkan banyaknya digit bilangan yang terlibat, misalnya satuan, puluhan, ratusan dan seterusnya. Pada setiap digit bilangan ini dilakukan latihan yang berulang-ulang agar siswa dapat menguasai dengan mahir. Baru kemudian berpindah ke digit bilangan yang lebih banyak.

Penting pula untuk selalu mendahulukan anak untuk mengerti proses penghitungan, meliputi cara-caranya dalam mengerjakan operasi tambah-kurang tersebut. Jangan hanya sekadar menghafal hasil akhirnya saja, karena yang terpenting adalah ketika anak mengerti proses pengerjaan hingga mendapatkan hasil akhirnya.


Menghafal Juga Perlu

Tapi keterampilan anak menghafal juga perlu. Ini akan mengefisiensi waktu dalam mengerjakan soal yang jumlahnya banyak.

Lebih baik lagi jika guru dan orangtua tak menuntut murid harus menghafal. Dampak tuntutan tersebut pasti membebani anak. Biarlah anak mengerti dan hafal dengan alamiah, sesuai kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Penting juga untuk tidak membanding-bandingkan kemampuan dan daya tangkap tiap anak, karena pada dasarnya tiap anak unik serta memiliki kelebihan serta kekurangan masing-masing!


PAIKEM GEMBROD

Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif Menyenangkan Gembira dan Produktif (PAIKEMGEMBROD), itulah yang kini sedang rajin didengungkan sekolah-sekolah di Jakarta. Proses belajar mengajar harus diselenggarakan dalam keadaan menyenangkan, tak terkecuali dalam mempelajari operasi tambah-kurang.

Penambahan dan pengurangan bagi anak-anak yang baru mengenal angka mungkin dirasa sebagai materi yang sulit. Namun jika diterapkan dengan suasana bermain, disertai alat peraga yang menarik, anak akan lebih mudah menyerap materi.

Agar pemahaman anak makin mendalam, orang tua perlu mengetahui apa saja materi pelajaran yang telah didapatkan anak di sekolah. Operasi tambah-kurang yang telah dipelajari anak di sekolah dapat diulang kembali oleh orang tua di rumah.

Melalui kreativitas yang tinggi orang tua dapat menerapakan metoda yang sama dengan yang diterapkan guru di sekolah, yaitu bermain sambil belajar. Alat peraga pun dapat dibuat secara sederhana dengan menggunakan benda-benda yang ada di dalam rumah. Sehingga anak pun tak bingung dengan adanya perbedaan pola mengajar di sekolah dengan di rumah. - DB

Dono Baswardono, AISEC, MA, Ph.D


6 Langkah Agar Anak Tak Menyontek

6 Langkah Agar Anak Tak Menyontek:

1. Tumbuhkan rasa percaya diri dan kemandirian anak sejak dini.

2. Biarkan anak tumbuh menjadi dirinya sendiri yang mungkin berbeda dari temannya ataupun saudaranya.

3. Biarkan anak melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahan yang dia buat. Jangan memarahi anak yang membuat kesalahan sementara anak tidak mengerti bahwa ia telah melakukan kesalahan.

4. Hindari tuntutan yang berlebihan serta tidak realistis terhadap anak yang tidak sesuai dengan potensi dan kapasitas anak.

5. Tanamkan pendidikan moral sejak dini terhadap anak, terutama tentang nilai-nilai kejujuran.

6. Hargai usaha yang dilakukan anak dalam proses belajar, sekecil apapun itu.