Tuesday, 29 June 2010

5 Langkah Deteksi Dini Keterlambatan Bicara

Orangtua harus memahami tahap-tahap perkembangan bicara anak. Artinya apabila pada usia tertentu kemampuan anak tidak sesuai dengan tahap perkembangannya, orangtua harus curiga. Tahap bicara musti diperhatikan sedini mungkin, karena dapat dijadikan parameter ada tidaknya gangguan perkembangan pada anak. Tentu saja, tanpa mengabaikan tahap-tahap perkembangan lain, seperti motorik kasar-halus dan sosialisasi/interaksi, yang punya peran penting juga dalam menentukan optimal tidaknya perkembangan anak.

Dengan mengerti tahap bicara si kecil, diharapkan gangguan bicara dapat segera ditemukan. Karena itu, 12 bulan pertama kehidupan bayi merupakan masa yang paling penting untuk mendeteksi tumbuh kembang bicaranya. Disarankan apabila pergi ke dokter jangan lupa menanyakan perkembangan bicara anak juga.

Multi Sebab
Ada beberapa penyebab terjadinya keterlambatan bicara pada anak: gangguan pendengaran, autisme, retardasi mental (keterbelakangan mental), gangguan perkembangan multi-sistem, kurang stimulasi, cacat neurologis, dan multi bahasa.

Bahasa Ekspresif
Sebenarnya, bicara atau berkomunikasi sudah dimulai sejak masa bayi. Normalnya, bayi menangis dan bergerak. Orangtua biasanya bereaksi terhadap tangisan dan gerakan bayi tersebut, sehingga terjadilah interaksi. Melalui interaksi inilah, bayi akan belajar bahwa sikap orangtua akan terpengaruh oleh tangisannya.

Bahasa bayi ada tiga, yaitu reseptif, visual, dan ekspresif. Yang dimaksud orangtua ketika mempertanyakan, “Apakah anakku terlambat berbicara?” sebenarnya merujuk pada bahasa ekspresif. Bahasa ekspresif adalah kemampuan anak untuk mengeluarkan kata-kata.

Padahal, sebelumnya bayi telah melalui tahap bahasa reseptif dan bahasa visual. Bahasa visual yang disebut juga ‘bahasa tubuh,’ tampak sebagai perubahan ekspresi muka atau sikap. Bahasa ini mencerminkan apakah seorang bayi atau anak dalam keadaan gembira, marah, tidak mau diganggu, atau keadaan yang berhubungan dengan emosi lainnya.

Bahasa visual ini kurang berkembang pada anak-anak yang termasuk golongan spektrum autisme. Bahasa visual ini merupakan salah satu tahapan bicara pada seorang anak yang dapat dipakai untuk mendeteksi apakah seorang anak terlambat bicara sebelum bahasa ekspresifnya timbul.

Terapi Wicara
Apabila setelah melakukan pemeriksaan gabungan antara dokter dan psikolog, sang buah hati positif mengalami keterlambatan bicara, maka penanganan yang dilakukan bisa berupa terapi okupasi atau terapi wicara.

Terapi yang diberikan berupa instruksi untuk melatih kemampuan bahasanya. Juga membantu anak lebih tenang dan mengerti perintah dengan teknik bermain.

Terapi ini penting dilakukan untuk menstimulasi kemampuan bicara anak. Karena apabila dibiarkan, akan berpengaruh pada emosi anak. Anak yang kemampuan bicaranya kurang akan lebih banyak bergerak, karena tidak bisa menggungkapkan dengan kata-kata. Dan akhirnya anak akan marah-marah. Hal ini akan berpengaruh pada saat dia masuk sekolah. Anak yang mengalami terlambat bicara percaya dirinya juga akan terganggu.

Tanda-tanda yang Musti Diwaspadai
Orangtua harus waspada apabila:
 Pada usia 6 bulan, bayi tidak melirik atau menoleh pada sumber suara yang datang dari belakang atau sampingnya
 Usia 10 bulan, bayi tidak merespons bila dipanggil namanya
 Pada umur 15 bulan, anak tidak mengerti atau merespons terhadap kata “tidak” atau “jangan”
 Pada usia 21 bulan, anak tidak merespons terhadap perintah “duduk,” “ke sini,” atau “berdiri”
 Umur 24 bulan, anak tidak dapat menunjuk dan menyebutkan bagian tubuh seperti mulut, hidung, mata atau kuping.

Apabila terjadi hal-hal di atas, orangtua musti segera berkonsultasi dengan ahli perkembangan anak supaya keterlambatan bicara dapat dideteksi dan ditangani lebih dini.

Tabel Perkembangan Bicara Anak

Usia Kemampuan
0-1 bulan Respons bayi saat mendengar suara dengan melebarkan mata atau perubahan irama pernapasan atau kecepatan mengisap susu
2-3 bulan Respons bayi dengan memerhatikan dan mendengar orang yang sedang bicara
4 bulan Menoleh atau mencari suara orang yang namanya dipanggil
6-9 bulan Babbling, mengerti bila namanya disebut
9 bulan Mengerti arti kata “jangan”
10-12 bulan Imitasi suara, mengucapkan mama/papa dari tidak berarti sampai berarti, kadang-kadang meniru 2-3 kata. Bayi juga mengerti perintah sederhana seperti “Ayo berikan pada mama”
13-15 bulan Perbendaharaan 4-7 kata, 20% bicara mulai dimengerti orang lain
16-18 bulan Perbendaharaan 10 kata, beberapa ekolalia (meniru kata yang diucapkan orang lain), 25% dapat dimengerti orang lain
22-24 bulan Perbendaharaan 50 kata, kalimat 2 kata, 75% dapat dimengerti orang lain
2-2,5 tahun Perbendaharan >400 kata, termasuk nama, kalimat 2-3 kata, mengerti 2 perintah sederhana sekaligus
3-4 tahun Kalimat dengan 3-6 kata; bertanya, bercerita, berhubungan dengan pengalaman, hampir semua dimengerti orang lain
4-5 tahun Kalimat dengan 6-8 kata, menyebut 4 warna, menghitung sampai 10

Monday, 28 June 2010

AH, ITU “MASALAH KECIL”

Anda pernah pergi ke toko benang? Saya senang sekali mengantar istri saya berbelanja bahan-bahan pembuat kerajinan tangan. Toko itu sangat kaya warna. Melihat deretan benang itu bagai memandangi pelangi.

Ya seandainya saja hidup kita kaya warna seperti itu. Sesungguhnya, memang begitu. Hanya saja, kita kerap malah menginginkan hidup ‘yang lurus-lurus saja’ bagai benang. Tanpa kusut, tanpa masai. Kalau bisa, sejak bangun pagi sampai mau tidur malam, tidak terjadi masalah apa pun. Hmm...

Begitu mobil hendak meninggalkan garasi, eh terpaksa kembali lagi ke rumah karena kunci laci kantor belum terbawa. “Ah leganya bisa berangkat lima menit sebelum pk 06.00 sehingga tak bakal terjebak macet sejak Cibubur.” Eh baru saja terlontar kalimat itu, tampak mobil-mobil melambat... dan akhirnya berhenti total; rupanya ada kecelakaan. Kejengkelan pun mengisi kepala. Mulut bersungut-sungut, meracaukan padatnya jadwal kerja hari Senin, dan kepalan tangan berkali-kali menghentak gagang stir.

“Mumpung Nadja masih tidur, mau masak bolu kesukaannya ah.” Telur sudah dikocok, tepung, bubuk coklat, dan sedikit gula sudah disiapkan. Loyang sudah diolesi mentega. Mendadak gelap. “Aduh, koq pakai acara mati listrik segala sih!” Sumpah serapah terhadap janji Direktur PLN pun mengular tiada habis dari bibir. Apalagi sudah terlanjur berjanji akan mengadakan lelang baju anak-anak secara online siang ini. Aduh bagaimana ini?
***

Ini memang tak patut disebut krisis karena efeknya memang tidak fatal atau malah katastrofik. Tetapi daftarnya, memang panjangnya luar biasa: jalanan macet, antrean panjang, kunci tertinggal di dalam mobil, koin habis padahal sudah terlanjur membuka jendela mobil, cucian menumpuk, setrikaan rusak, sekring listrik longgar, isi bolpen tiba-tiba macet padahal kemarin baru saja dibeli, denging suara nyamuk di telinga, payung sulit terbuka padahal gerimis sudah membasahi kepala, suami memeluk padahal ia belum mandi dan Anda sudah hampir selesai dandan, anak-anak ribut bermain saat Anda ingin istirahat sejenak, sepatu kesukaan Anda mendadadak ujungnya terasa sakit padahal Anda sudah terlanjur mengenakan pakaian yang serasi dipadu dengannya, dan sejuta ‘gangguan’ kecil lainnya.

Tetapi ‘gangguan-gangguan kecil’ inilah yang kerap mengubah hidup kita. Gara-gara si kecil rewel tak mau mandi, Anda bersungut-sungut sepanjang perjalanan ke kantor, tidak bersemangat saat bekerja, makin jengkel saat makan siang karena ternyata si kecil juga sulit makan, dan terus dalam kegeraman sampai pulang kantor.

Apa yang yang kita alami sehari-hari itulah yang membentuk diri kita. Mengasah watak kita. Mencetak karakter kita.

Diri kita bukan terbentuk hanya oleh peristiwa-peristiwa besar seperti kelahiran, perkawinan, kematian, dan tindakan-tindakan heroik semacamnya, tetapi oleh ‘gangguan-gangguan kecil’ yang datang setiap hari. Bagaimana Anda menghadapi jutaan ‘masalah kecil’ inilah yang akhirnya menunjukkan siapa Anda. Apakah orang yang dengan mudah dikendalikan oleh si pengganggu kecil ini atau sebaliknya, orang yang sanggup mengendalikan diri sendiri?

Anda tak perlu menjawab saya, Anda termasuk yang mana. Cukuplah dengan melihat apa yang terjadi beberapa menit yang lalu atau kemarin; apakah ada momen dimana si pengganggu kecil ini mengubah suasana hati Anda bahkan perjalanan hidup Anda hari itu? Jika ya, tak perlu patah semangat. Selalu masih ada harapan untuk memperbaikinya.

Bagaimana caranya? Bukan cara-cara filosofis yang sulit dan bukan pula teknik-teknik pengembangan diri yang pelik. Cukup dengan cara-cara sederhana yang telah terbukti.

Pertama, mensyukuri setiap masalah kecil Anda. Seperti anak kecil yang mendapatkan kado dari Papanya sepulang kantor. Penuh kegembiraan, penuh suka cita. Ya, bukan sekadar syukur yang suam-suam kuku. Meluap-luaplah dari lubuk hati Anda. Jadi, cucilah baju-baju kotor penuh noda lumpur itu seperti menemukan lukisan yang memetakan kecerdasan anak Anda. Dan yang paling penting, sadarilah bahwa tiap ‘masalah kecil’ itu adalah dari Allah, sebagai penanda bahwa kita masih berguna, masih dipakaiNya sebagai alat perkakasNya. Ia sedang menajamkan Anda. Jadi, kalau ‘masalah kecil’ ini datangnya dari Allah, bagaimana mungkin kita menghadapinya dengan bersungut-sungut?

Kedua, belajar dari gangguan-gangguan kecil Anda. Lebih baik kita realistis saja; hadapi saja kenyataan bahwa tidak satu pun manusia yang hidupnya bagai benang lurus tanpa masalah. Semua orang, setiap orang mendapatkan masalah dan gangguannya sendiri-sendiri. Tanpa kecuali. Jadi, kalau sudah begitu, masih adakah gunanya berkeluh kesah? Bukankah lebih baik energi mental yang tadinya hendak dipakai untuk jengkel dan marah-marah itu diubah menjadi semangat untuk menebar senyum, kepada diri sendiri dan orang lain? Apakah memasak sambil bersungut-sungut akan membuat nasih menjadi lebih cepat matang? Apakah menonton TV sambil memberengut akan membuat acaranya berubah menjadi lebih lucu? Apakah marah-marah di SMS akan membuat si dia terlepas dari kemacetan dan lebih cepat datang menjemput Anda? Lihatlah setiap masalah kecil ini sebagai kesempatan emas untuk meningkatkan kesabaran kita. Pandanglah gangguan kecil ini sebagai peluang langka untuk memperbaiki ketekunan kita.

Ketiga, kenali dan sadari “masa-masa penuh serangga pengganggu” Anda. “Saya tahu, setiap hari Senin pasti macetnya dua kali lipat. Karena itu, setiap Senin saya berangkat ke kantor sejam lebih awal,” kiat seorang teman. Kawan yang lain punya pengamatan berbeda, “Setiap hari Rabu, antara pk 10-12, sinyal di stasiun Manggarai kerap rusak sehingga perjalanan kereta api bisa makan waktu 3 jam. Karena itu, setiap Rabu saya memilih naik bus.” Ya, kenalilah hari-hari atau masa-masa dimana Anda mengalami lebih banyak gangguan kecil. Kalau perlu, lakukan sedikit penelitian, apa saja yang biasa Anda lakukan pada hari iu yang bisa memicu timbulnya masalah kecil tersebut. Lalu lakukan hal-hal untuk mencegah atau menghindarinya. Dan jangan lupa, tambahkan esktra doa menjelang dan sepanjang hari itu.

Ingatlah, tidak satu pun dari masalah kecil itu yang membawa malapetaka. Semua masalah kecil itu hanya untuk kebaikan diri kita semata jika kita mengasihi dan menaati Allah.
Dono Baswardono

Friday, 26 March 2010

MITOS ANAK TIDAK BERPRESTASI

ANAK ANDA TIDAK BERPRESTASI?
INI DIA RESEP DARI Dono Baswardono Parenting

“Anak laki-laki saya biasanya mendapat nilai 10. Tapi hasil rapor kemarin, tanpa alasan yang bisa saya fahami, ia menjadi pemalas dan tidak termotivasi. Rata-rata nilainya turun jadi 7. Saya tidak tahu apa yang terjadi padanya.”

Anak perempuan saya sering sekali dapat nilai C atau D, tapi ia kelihatannya tenang-tenang saja. Tidak peduli. Ia sangat tidak punya motivasi. Bagaimana caranya agar ia bisa berusaha lebih keras dan berprestasi?”

“Saya tahu kalau anak saya cerdas. Ia punya banyak potensi. Tapi mengapa ia seperti tidak peduli kalau nilai-nilainya jelek di sekolah? Mengapa ia sangat malas dan tidak bersemangat?”

Mitos Tidak Berprestasi
Tiga keluhan orangtua itu mewakili ribuan lainnya, dari tahun ke tahun. Tidak sedikit orangtua yang sampai putus asa. Tetapi, ternyata, menurut para pakar – termasuk yang lebih dari seperempat abad berspesialisasi dalam menangani anak-anak yang kurang berprestasi – semua keluhan orangtua itu menggambarkan bukan hanya persepsi yang keliru tapi bahkan konsep yang salah kaprah. Sebagian pakar menyebutnya, “Mitos Tak Beprestasi.”

“Mitos Tak Berprestasi” ini menganggap semua anak yang prestasinya menurun akibat malas dan tak punya motivasi, karenanya mereka perlu insentif agar bisa maju kembali. Mereka membutuhkan dorongan. Mereka perlu dinasehati, disemangati, agar bisa berprestasi.

Orangtua bukan satu-satunya pihak yang pikirannya dikabuti Mitos Tak Beprestasi ini. Para guru, konselor, teman-teman anak tersebut, kakek-nenek, paman dan bibi, bahkan sebagian psikolog juga percaya dengan mitos itu. Mereka bilang, “Kita tahu kalau anak ini malas. Apa yang bisa kita lakukan untuknya?” Sulitnya lagi, anak-anak itu juga menerima mitos itu sebagai kebenaran. “Ya, aku tahu kalau aku memang malas dan tidak punya motivasi.”

Nah, menurut mitos ini, tugas Anda sebagai orangtua, guru dan konselor adalah memotivasi anak-anak yang berprestasi rendah itu. Lalu mengumpulkan semua potensinya, dan membangkitkan hasrat dan kemauannya yang selama ini mati agar mau berlari meraih prestasi.

Begitulah, para orangtua yang putus asa itu mencoba memotivasi “anaknya yang malas dan tidak bermotivasi” dengan cara:
- menjanjikan ganjaran dan hadiah
- menegakkan hukuman
- mencoba membantu agar tugas-tugas sekolah menjadi lebih menarik dan menghibur
- menekankan pentingnya pendidikan untuk masa depan mereka
- membantu mereka berprestasi agar bisa merasakan senangnya kesuksesan
- mengikutkan pelajaran tambahan atau les
- mendorong mereka untuk bicara dengan orang-orang sukses agar bisa meneladani dan sekaligus memberi motivasi
- mendorong mereka untuk bicara dengan orang-orang gagal untuk menyadarkan mereka betapa menderitanya tidak sukses itu
- memindahkan sekolah ke lingkungan yang lebih disiplin, kompetitif dan peduli
- memindahkan jurusan ke program yang lebih disukai anak

Pernahkah Anda garuk-garuk kepala kebingungan mencoba segala cara untuk memotivasi anak, hanya untuk bertemu dengan kekecewaan – lagi dan lagi? Anda merasa tidak ada satu pun cara yang manjur atau yang efeknya lama.

Lebih baik Anda tenang sejenak, karena Anda tidak sendiri. Anda berada di dalam barisan ribuan orangtua yang frustrasi yang punya pengalaman sama dengan Anda. Bahkan tidak sedikit profesional – pendidik dan psikolog – yang juga menghadapi dilema serupa; tertantang untuk menemukan cara-cara untuk memotivasi anak-anak yang kurang berprestasi.

Mengapa tidak satu pun dari metoda itu yang berhasil? Mengapa tampaknya tidak mungkin mendorong anak-anak yang “malas dan tidak bermotivasi” itu? Anda tentu pernah mendengar keluhan orangtua, bahwa anak-anak itu menunda-nunda belajar sampai akhirnya semua sudah terlambat. Mereka membolos dari kelas. Mereka berjanji untuk bersikap lebih baik, “Jangan khawatir Bu. Semester depan aku akan lebih baik.”

Mereka harus diingatkan untuk belajar. Mereka harus diperintah agar mengerjakan PR. Mereka musti dikejar-kejar agar tidak terlambat memenuhi tenggat projek sekolahnya.
Bukankah itu semua membuktikan bahwa mereka malas dan tidak punya motivasi?
Tidak. Sama sekali tidak!

Dono Baswardono Parenting menyimpulkan bahwa anak-anak yang tidak berprestasi sesungguhnya sangat bermotivasi – hanya saja dalam arah berbeda, bukan ke arah nilai-nilai yang bagus. Jadi, kunci untuk membantu anak-anak itu agar berprestasi di sekolah adalah “Menemukan dengan tepat motivasinya ke arah mana!”

Agar orangtua bisa tahu ke arah mana motivasi anaknya, pertama-tama musti mengetahui anaknya termasuk tipe underachiever yang seperti apa. Dan begitu orangtua tahu tipe underachiever anaknya, mereka akan sadar bahwa ada yang keliru dalam Mitos Tidak Berprestasi. Tidak ada yang seragam pada diri anak-anak yang tidak beprestasi. Masing-masing, ternyata, unik.

Hasil akhir anak-anak itu memang seragam: sama-sama prestasinya anjlok, tapi masing-masing menempuh jalan yang berbeda-beda untuk sampai ke sana. Analoginya, “Anak-anak underachiever itu punya warna dan bentuknya sendiri.” Oleh karena itu, saran DB Parenting, “Mengenali apa yang sesungguhnya memotivasi tiap jenis underachiever itu merupakan pondasi untuk memahami anak-anak tersebut dan membantu mereka memenuhi potensinya.”

Enam Tipe Anak Tak Berprestasi
Gaya kekurangberhasilan yang paling jamak adalah:
- Penghindar. Mereka selalu menunda-nunda pekerjaan. Biasanya digambarkan orangtuanya sebagai anak yang tak bertujuan dan pemalas. Mayoritas anak yang tidak berprestasi bertipe Angin-anginan atau Penghindar ini.
- Pencemas. Mereka ingin berprestasi lebih baik tetapi terlalu tegang dan khawatir untuk belajar efektif.
- Pencari Identitas. Mereka sibuk menunjukkan dan mengetahui siapa dirinya sehingga teralihkan dari tugas-tugas sekolah.
- Semau Gue. Mereka instinktif, mempesona, suka memanipulasi, dan mau cepat puas sehinga mereka tidak peduli dengan prestasi sekolahnya.
- Kelabu. Suasana hatinya yang gundah, harga dirinya rendah, dan kesulitannya mengambil keputusan membuat seluruh energinya terserap, tak tersisa lagi untuk sekolah.
- Pemberontak. Mereka tidak berprestasi sebagai alat untuk memberontak pada orangtua.

Dono Baswardono, CHT, AISEC, MA, Ph.D

Thursday, 25 March 2010

SCHOOL OF CHAMPIONS!






SCHOOL OF CHAMPIONS!

Dono Baswardono Parenting
Anak-anak adalah misi kami.Karena masa depan lebih cepat dari yang Anda kira.

Tahun ini akan mengubah kehidupan anak Anda! Anak-anak Anda akan menjadi pribadi yang berkarakter kuat. Mereka bagai pokok pohon yang tumbuh besar, bukan hanya mampu menghadapi segala masalah, tetapi juga menjadi naungan bagi lingkungannya dengan rendah hati.

Dan itu barulah permulaannya...

SCHOOL OF CHAMPIONS! memberikan kepada anak-anak kerangka hidup berbudipekerti. Ringkasnya, kami membantu anak-anak membuat pilihan-pilihan hidup yang lebih baik agar hidup Anda, keluarga Anda dan semua orang menjadi lebih baik.

SCHOOL OF CHAMPIONS! adalah pendidikan yang menanamkan karakter, nilai-nilai universal dan budaya perubahan. SCHOOL OF CHAMPIONS! mengidentifikasi nilai-nilai universal yang disebut Enam Pokok Karakter: kejujuran, kehormatan, tanggung jawab, keadilan, kepedulian, dan kewargaan.

SCHOOL OF CHAMPIONS! adalah lembaga nirlaba, nonpartisan, dan nonsektarian. SCHOOL OF CHAMPIONS! bukan sekadar kurikulum, pelajaran tambahan atau program pengisi liburan. SCHOOL OF CHAMPIONS! adalah pendidikan karakter yang sesuai dengan program-program yang sudah ada. Silahkan baca lebih lanjut dan temukan betapa mudah memahaminya dan... mengikutinya.

Para orangtua, guru, kepala sekolah dan pendidik dari seluruh Indonesia telah melihat betapa anak-anak yang pernah mengikuti SCHOOL OF CHAMPIONS! kembali sebagai anak-anak dengan karakter yang lebih positif sehingga masalah perilakunya jauh menurun, tidak pernah membolos, dan sekaligus meningkatkan nilai-nilai akademik mereka. Intinya, bila anak-anak belajar sekumpulan nilai-nilai universal secara konsisten dan guru-guru yang mengikuti SCHOOL OF CHAMPIONS! juga memberikan teladan akan nilai-nilai itu, maka perilaku makin membaik dan fokus pendidikannya meningkat pesat.

Bila sekolah Anda memasukkan SCHOOL OF CHAMPIONS! ke dalam mata pelajaran atau program yang sudah ada, anak-anak akan lebih fokus pada ganjaran karakter daripada hukuman. SCHOOL OF CHAMPIONS! menyediakan pelatihan, program, seminar, dan integrasi kurikulum yang membuat program-program pendidikan sekolah/lembaga Anda berhasil.

CONTOH KEGIATAN SEHARI DALAM SCHOOL OF CHAMPIONS!
- Bangun pagi dimulai dengan berdoa kepada Tuhan – secara pribadi maupun bersama-sama, dikelompokkan sesuai dengan keyakinan/agama masing-masing.
- Setelah membereskan tempat tidur masing-masing dan membersihkan diri, anak-anak diajak untuk menikmati alam sekitarnya, sekaligus melakukan serangkaian aktivitas yang membuat mereka mampu menyadari betapa Tuhan sangat menyayangi mereka sehingga mereka pun musti menyayangi diri sendiri, teman-teman maupun tetangga mereka.
- Senam pagi bersama sekaligus kegiatan dinamika kelompok yang membuat mereka solid sebagai kelompok tetapi sekaligus percaya akan identitas pribadinya.
- Sarapan pagi bersama di SCHOOL OF CHAMPIONS! adalah sekaligus sarana untuk menanamkan karakter kepedulian, kejujuran, dan tanggung jawab, serta beberapa sifat turunannya seperti berbagi dan merasa cukup.
- Usai sarapan, anak-anak berbagi tugas kerumahtanggaan, seperti memberi makan kelinci, memerah susu kambing/sapi, menyiram tanaman, menyiangi gulma, dsb.
- Mandi pagi, istirahat dan snack sebelum mengikuti serangkaian aktivitas sesuai kurikulum. Aktivitas untuk penanaman karakter ini sebagian besar berupa permainan, kegiatan di alam, aktivitas outbond , dan kegiatan preservasi lingkungan hidup yang menyenangkan dan membuat anak-anak bersemangat.
- Istirahat, berdoa dan beribadah, makan siang, dan kegiatan di “dalam kelas.” Kegiatan ini dilakukan di teras rumah dan/atau di pendopo kelurahan, selain agar fisik anak-anak beristirahat sekaligus sebagai sarana bagi mereka untuk mampu melakukan ‘evaluasi diri.’
- Menjelang sore hari, anak-anak mulai melakukan “Rally Kehidupan.” Contoh rally sebagai berikut: “Bertandang ke rumah Nek Sastro untuk membantunya membuat kue Serabi, sekaligus mengenal riwayat hidup Nek Sastro. Kemudian mengantarkan Serabi itu ke Pak Jogoboyo dan musti membantu memecahkan kasus yang tengah dihadapi Pak Jogoboyo, hilangnya kambing pak Tris. Bersama Pak Jogoboyo ke rumah Pak Tris dan harus menjagai sepeda di luar rumah Pak Tris, sementara kedua orang itu mengobrol di dalam. Tiba-tiba datang Bu Sinden bersama anaknya yang sakit untuk minta diantarkan ke Puskesmas.” (Tiap anak, tiap kelompok, memiliki variasi rally yang berbeda-beda, meski kecakapan hidup dan karakter yang dipelajari sama. Untuk tiap musim liburan di tahun yang berbeda, selalu dirancang rally yang berbeda sehingga anak-anak yang hendak ikut kembali tidak akan pernah mendapati rally yang sama.)
- Istirahat, berdoa dan beribadah, melakukan tugas kerumahtanggaan sore, dan mandi sore. Lalu mengudap snack sambil menikmati dan merenungi keindahan matahari tenggelam.
- Berdoa dan beribadah, makan malam bersama. Kemudian melakukan serangkaian “brain games,” “emotional games,” dan “fantasy games.”
- Berdoa dan beribadah menjelang tidur. Mendengarkan ‘dongeng’ dan menceritakan ‘dongeng harian’ masing-masing.
- Catatan:
o Kegiatan setiap hari berbeda-beda, meski pola hidupnya seragam.
o Kegiatan hari pembuka dan hari penutup berbeda (ada aktivitas yang membuat mereka cepat beradaptasi dengan teman-temannya; dan aktivitas yang membuat mereka akan tetap berteman walau telah berpisah).

IKRAR SCHOOL OF CHAMPIONS!
- Ikrar KoC: Kids of Champions!
o Aku berikrar untuk menjadi seorang anak dengan karakter Juara.
o Aku Juara karena aku bisa dipercaya.
o Aku Juara karena aku bertanggung jawab melakukan apa yang seharusnya.
o Aku Juara karena menghargai semua.
o Aku Juara karena aku bertindak adil.
o Aku Juara karena aku peduli kepada sesama.
o Dan karena aku seorang warga yang baik yang selalu melakukan bagianku, maka aku seorang Juara!

PROGRAM PENDUKUNG SCHOOL OF CHAMPIONS!
- Accelerated Readers (anak-anak akan senang membaca dan mampu membaca lebih cepat daripada sebayanya)
- Anti Cheating Programs (anak-anak tidak akan lagi suka menyontek mapun berbohong)
- Tips untuk Orangtua: Pengajaran Karakter di Rumah sebagai Kelanjutan Program SCHOOL OF CHAMPIONS! (Usai mengikuti SCHOOL OF CHAMPIONS!, orangtua diharapkan melanjutkan proses penanaman karakter itu di rumah, sesuai dengan panduan yang diberikan)
- Formulir Kesepakatan Orangtua

WAKTU KEGIATAN
- Usia 6 – 12 Tahun: 3 Hari
- Usia 13 – 16 Tahun: 4 Hari
- Catatan: terhitung mulai dari penjemputan anak di pick-up point di Bandara Juanda dan/atau Bandara Abdurraman Saleh, Malang, sampai dengan penyerahan anak kembali kepada orangtua.
- Kalender Program SCHOOL OF CHAMPIONS!
o Juni 2010:
 Usia 6 – 12 Tahun : 22 - 24 Juni 2010
 Usia 13 – 16 Tahun: 22 – 25 Juni 2010
o Desember 2010: TBA
o Juni 2011: TBA
o Desember 2011: TBA

TEMPAT KEGIATAN
- Desa Wonosari, Gunung Kawi, Kabupaten Malang.

BIAYA KEGIATAN
- Usia 6 – 12 Tahun: Rp 3.500.000
o Early Bird untuk Juni 2010 (pembayaran lunas sebelum 12 April): Rp 3.000.000,00
- Usia 13 – 16 Tahun: Rp 4.000.000
o Early Bird untuk Juni 2010 (pembayaran lunas sebelum 12 April): Rp 3.500.000
- Cicilan:
o DP saat pendaftaran: Rp 250.000 (no refund)
o Cicilan I: 14 Maret 2010
 Usia 6 – 12 Tahun: Rp 1.000.000
 Usia 13 – 16 Tahun: Rp 1.250.000
o Cicilan II: 11 April 2010
 Usia 6 – 12 Tahun: Rp 1.250.000
 Usia 13 – 16 Tahun: Rp 1.250.000
o Cicilan III: 9 Mei 2010
 Usia 6 – 12 Tahun: Rp 1.000.000
 Usia 13 – 16 Tahun: Rp 1.250.000
- No. Rekening:
o BNI: 0101831293 Cab Menteng, a/n Dono Baswardono
o BCA: 0950978635 KCU Bogor, a/n Dono Baswardono

PEOPLE IN CHARGE & CONTACTS
- Intan
- Cell: 0813-1641-0088
- E-mail: dono.baswardono@gmail.com atau donobaswardono@yahoo.com
- Facebook: www.facebook.com/donobaswardono.parenting

Jangan Nonton Film Horor Bareng Anak!

Jangan Nonton Film Horor Bareng Anak!

Setelah sempat mereda, bioskop-bioskop di Indonesia kembali dibanjiri film-film lokal bertema horor. Itu belum termasuk film-film horor produksi Korea dan Jepang – plus versi remake ala Hollywood. Tidak sedikit keluarga yang suka nonton bersama di bioskop, bahkan tetap mengajak anggota keluarga yang masih kanak-kanak, walau film yang ditonton jelas-jelas berlabel 17 tahun ke atas. Kalau tidak di bioskop, kebiasaan nonton bareng juga berlangsung di rumah, dengan menyaksikan DVD (bajakan). Bagaimana sebenarnya efek menonton film horor ini pada perkembangan anak-anak?

Sebaiknya orangtua mengarahkan anak-anak untuk menghindari film horor. Jika anak tersebut tetap meminta menonton film horor hendaknya orangtua menemaninya.

Mental anak belum mampu menerima jenis film horor. Horor ini bukan hanya pada tampilan darah, setan dan hal-hal menyeramkan lainnya, tetapi juga yang substansinya mengeksploitasi rasa takut, seperti bencana perang, maupun menciptakan “suasana kegelapan.” Cukup banyak film-film animasi yang walau diperuntukkan anak-anak, namun bernuansa ketakutan. Sebut saja, Inuyasha yang suka membasmi setan, Ghost in Shell yang berlatar belakang perang masa depan, Batman yang bersuasana kelam, juga Girl from Hell yang malah sengaja membikin situs agar anak-anak mau mengkliknya untuk memanggil setan dari neraka.

Karena itu, saya menegaskan agar orangtua menyadari bahwa anak usia di bawah 5 tahun belum bisa membedakan mana yang nyata dan mana khayalan. Oleh sebab itu, balita akan ketakutan jika melihat film horor. Dan dampaknya, akan trauma.

Apakah itu berarti anak usia sekolah tidak takut? Walau anak-anak usia SD sudah bisa membedakan antara realitas dan khayalan, namun hanya sebatas membedakan. Mereka belum bisa berpikir lebih jauh. Akibatnya, sama saja, ketakutan!

Bukan hanya film horor, sebaiknya anak juga tidak menonton film yang penuh kekerasan dan seks. Karena jika anak kerap menonton kekerasan, di dalam pikirannya akan beranggapan kekerasan bisa menjadi solusi segala masalah. Sehingga jika suatu saat anak-anak terkena masalah, mereka akan menyelesaikannya dengan jalan kekerasan.

Tidak ada referensi film horor mana yang boleh ditonton. Karena film horor hanya akan membuat anak ketakutan belaka. Orang dewasa saja katakutan, apalagi anak-anak. Rekomendasi saya agar semua film horor yang telah, tengah dan akan diputar di bioskop, sama sekali tak usah ditonton anak-anak, seperti Kuntilanak, Hantu Bangku Kosong, dan Hantu Jeruk Purut. Dr. Dono Baswardono, Graph, Psych, AISEC, MA, Ph.D

CERDAS BERKAT UDANG


Cerdas Berkat Udang

Tidak banyak yang tahu bahwa anak tumbuh cerdas sejak dalam kandungan. Sel otak tumbuh pesat ketika janin berumur 3 – 8 minggu. Dan salah satu makanan yang bisa mempesatkan pertumbuhan sel otak adalah si bongkok udang. Tapi bagaimana kalau anak alergi seafood?

Dari keseluruhan organ-organ tubuh, perkembangan otak dapat dikatakan lebih cepat dan unik. Proses pembentukan perkembangan sel neuron otak dimulai dari proses pembentukan dan pertumbuhan sel neuron otak sejak sel telur dan sel sperma bertemu.
Proses pembentukan sel neuron otak diawali dengan pembelahan pada fase embrionik. Terhitung sejak minggu ketiga kehamilan hingga minggu ke delapan. Pembelahan ini lah yang menjadi cikal bakal otak.

Pembentukan sel neuron otak mengalami tiga tahap. Pertama, proliferasi atau penambahan sel neuron otak. Kedua migrasi, perpindahan. Dan ketiga, organisasi, termasuk di dalamnya diferensiasi.

Setelah sel neuron otak bertambah, sel tersebut berpindah tempat ke depan, tengah dan belakang. Perpindahan yang sesuai dengan tempatnya ini disebut organisasi. Di dalam organisasi, sel neuron otak berubah fungsinya sesuai dengan penyebarannya yang disebut diferensiasi.

Ada beberapa perubahan dalam diferensiasi, seperti sel bertambah besar, cabang-cabangnya bertambah banyak, dan yang sebelumnya tanpa selubung menjadi diselubungi mielin. Selubung syaraf dan masing-masing sel neuron otak mempunyai fungsi-fungsi sendiri, jadi harus berhubungan dengan bagian-bagian lain.

Proliferasi dan migrasi sel neuron otak terjadi setelah lahir hingga usia 1 hingga 2 tahun saja. Yang masih berlangsung hingga dewasa adalah organisasi. Dalam organisasi ada meilinisasi, pembentukan selubung syaraf otak sebagai penghantar rangsangan lebih cepat ke otak. Dilanjutkan dengan perubahan bentuk sel dan sinapsis, sel satu berhubungan dengan sel lainnya.

Secara umum, sebelum anak lahir, sel neuron otak berkembang lebih pada jumlahnya. Sedangkan setelah anak lahir, sel neuron otak mengarah lebih pada maturasi atau pematangan.

Dalam semua perkembangan otak ini, faktor stimulasi dan gizi sangatlah penting. Alasannya, sel neuron otak mengalami percepatan luar biasa pada trimester ketiga hingga anak usia dua tahun pertama setelah lahir.

Stimulasi yang dibutuhkan anak pada percepatan sel neuron otak adalah stimulasi sensorik dan motorik. Anak-anak mulai mengenal rangsangan melalui indera pendengaran, penglihatan, penciuman, perasa dan peraba.
Orangtua juga harus memperhatikan asupan gizi anak. Beri anak-anak makanan yang bergizi dan seimbang untuk otak. Gizi seimbang mengandung protein, karbohidrat dengan jumlah tertentu, air, mineral, vitamin, ikan, sayur dan susu.

Tidak hanya unsur asupan makanan yang harus diperhatikan orangtua, tetapi juga dari segi kesehatan. Termasuk dengan menjaga kesehatan dengan imunisasi.

Bagi anak-anak usia 1- 2 tahun memerlukan makanan yang kaya kandungan protein tinggi, asam lemak esensial yang tinggi. Protein ini dapat diperoleh melalui baik hewani maupun tumbuhan. Asam lemak esensial sendiri mengandung Omega 6, omega 3 dan DHA. Sayangnya tubuh tidak bisa memproduksinya di dalam tubuh, sehingga memerlukan asupan makanan dari luar tubuh. Bila tidak dipenuhi, kerja sel-sel neuron kurang efektif pada usia tumbuh kembang otak. Padahal ledakan pertumbuhan sel neuron otak terjadi sejak bayi lahir trimester ketiga hingga anak usia dua tahun.

Udang adalah salah satu makanan laut yang mengandung DHA bagi otak. Tapi karena udang selalu dihubungkan dengan alergi, maka jarang sekali orangtua berani memberikan asupan udang kepada anak. Anak-anak sebetulnya tidak ada pantangan terhadap makanan apapun. Alergi hanya berlaku pada individu tertentu.


Tips Memasak Udang Goreng
Sudah tahu manfaat udang, khan? Ayo coba masak penganan udang, namanya Ebi Fry alias udang goreng. Tenang saja, mudah kok cara buatnya.

Bahan Dasar:
 Tepung Panir
 Tepung terigu
 Telur
 Bumbu (garam, lada dan bawang putih)
 Udang Pancet 1 kg (isi 25 biji) atau 1 kg (isi 18 biji)
 Minyak goreng
 Saos (kalau suka bisa dicampur mayonaise)

Cara membuat:
 Bersihkanlah udang terlebih dahulu
 Campurkan bumbu (garam, lada dan bawang putih) ke dalam tepung terigu
 Campurkan pula bawang putih ke dalam telur
 Setelah udang siap, masukkan dalam udang yang sudah dibersihkan kedalam campuran bawang putih dan telur. Lalu bolak-balikkan dalam adonan tepung berbumbu. Setelah udang dibaluti tepung berbumbu. Segera masukkan udang ke dalam minyak panas.
 Setelah matang, sajikan hangat.

Tips pilih udang:
 Bauilah udang yang hendak dipilih. Bila berbau tidak enak menandakan udang itu kurang bagus.
 Carilah udang yang kepalanya masih utuh. Bila kepala lepas menyebabkan udang mudah busuk.
 Sebaiknya tidak memilih udang berwarna kuning atau kehijauan.
 Sebaiknya tidak disimpan di kulkas lebih dari satu bulan.

Cara membersihkan udang:
 Kepala udang sebaiknya tidak diambil
 Agar lebih mudah mengupas udang, mulailah dari kaki udang.
 Sungut udang sebaiknya dipotong setengah.
Dono Baswardono, CHT, AISEC, MA, Ph.D

ASPIRIN ATAU NON-ASPIRIN?

Aspirin atau Non-Aspirin?

Demi anak-anak, jawabannya mudah: non-aspirin. Aspirin, meskipun bermanfaat menyembuhkan banyak penyakit pada orang dewasa, jarang sekali direkomendasi untuk anak-anak karena punya daftar panjang efek samping. Pada anak-anak dengan penyakit virus, aspirin bisa menimbulkan sindroma Reye – suatu penyakit berat. Jadi, jangan beri aspirin kepada anak-anak, kecuali dokter memerintahkan.

Seperti aspirin, asetaminofen (mereknya antara lain: Tylenol, Tempra, Panadol, Liquiprin, Anacin-3) adalah zat antipiretik (pengurang demam) dan penghilang rasa sakit. Tetapi tidak seperti aspirin, asetaminofen relatif bebas efek samping (walau kadang-kadang bisa menimbulkan gangguan liver jika diberikan dalam dosis tinggi).
Asetaminofen bisa berbentuk cairan untuk diberikan dalam pipet, sendok ukur, atau mangkuk. Ada pula yang berbentuk tablet kunyah untuk balita besar; dan dalam bentuk supositoria untuk balita yang tak mau minum obat; atau berbentuk tabur untuk anak yang gampang curiga kalau ada obat dalam makanannya.

Ibuprofen (merek: Advil, Motrin) sama efektifnya seperti asetaminofen dalam mengurangi demam dan menghilangkan rasa sakit, tetapi juga mengandung efek anti-inflamasi. Seperti aspirin, ibuprofen bisa mengganggu lambung, namun pemakaian pada anak-anak tidak menyebabkan sindroma Reye. Ibuprofen tersedia untuk anak-anak hanya dengan resep dokter.

Obat antipiretik perlu waktu antara setengah sampai satu jam untuk menurunkan demam; dan efeknya berlangsung antara 4 – 6 jam jika asetaminofen atau 6 – 8 jam jika ibuprofen. Respon terhadap obat jauh lebih cepat pada balita berumur di bawah dua tahun daripada anak yang lebih tua.

Karena semua obat berbahaya dalam jumlah yang lebih besar daripada yang dianjurkan, jangan pernah memberi lebih dari yang diperintahkan dokter. Dan sebelum pemberian obat berikutnya, simpan obat di luar jangkauan anak. Dono Baswardono, CHT, AISEC, MA, Ph.D