Thursday, 14 July 2011

Prestasi = (Bakat + Minat) x Karakter


Anakku gemar sekali menyanyi, padahal umurnya ketika itu baru menginjak tiga tahun. Setiap lirik lagu yang sering muncul di televisi dengan mudah dihapalnya. Berbeda dengan teman-teman sepantarannya. Rasanya bangga sekali melihat kelebihan yang dimiliki anakku. Tapi sayangnya ketika masuk sekolah dan ikut les menyanyi, ia malah terlihat enggan dan kurang berminat menyanyi di depan umum. Ternyata usut punya usut, ia kecewa lantaran nilai menyanyinya jelek. Apakah nilai bisa membuat bakat dan minat anak menjadi surut? – Nydia, Semarang.

Pertanyaan ini menggambarkan pengertian kebanyakan orang bahwa bakat itu bisa meningkat atau menyurut. Padahal, bakat itu bersifat bawaan. Bakat tidak bisa dipengaruhi lingkungan. Kalau pun bisa, pengaruhnya sangat kecil.

Jadi, seorang anak yang berbakat matematis, mekanis, seni atau olahraga misalnya, tidak bakal bakatnya hilang atau turun hanya karena kejadian seperti nilai akademik rendah. Nilai buruk itu mempengaruhi perasaan anak, sehingga minatnya untuk menyanyi berkurang.

Akan tetapi, seorang anak berbakat umumnya memiliki motivasi yang kuat, sehingga biasanya peristiwa seperti mendapatkan nilai akademik rendah seperti itu tidak membuatnya gentar, tidak menyurutkan semangatnya, malah memacunya. Boleh jadi, orangtua, guru maupun anak itu sendiri belum atau keliru mengenali bakatnya. Mungkin, ia memang kurang memiliki bakat menyanyi, sehingga kurang memiliki komitmen dan keteguhan. Besar kemungkinan, bakatnya malah ada di bidang lain.

Apa sih Bakat Itu? Kalau Minat?
Bakat adalah sesuatu yang berasal dari gen, dibawa sejak lahir. Bakat dibawa dari orangtua (kakek-nenek, buyut, dst).

Bukan berarti kalau sudah punya bakat ini dan itu, tidak perlu diasah. Bakat itu sendiri hanyalah potensi (modal dasar). Karenanya, bakat perlu ditajamkan, dirangsang agar muncul dan dapat terlihat sebagai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus yang akan menjadi bekal di masa depannya.

Kalau tidak diasah? Bakat tersebut tidak akan surut; hanya terpendam, tidak terlihat dalam kecakapan.

Proses merangsang, menajamkan dan mengasah bakat tersebut membutuhkan minat. Minat merupakan ketertarikan anak terhadap suatu hal yang memotivasi dirinya melakukan hal tersebut tetapi belum tentu ia memiliki bakat di dalamnya. Minat bisa kita anggap seperti “kegemaran.”

Minat ini pada anak-anak kecil biasanya masih seperti gelombang laut: naik-turun, kadang kuat, di lain waktu turun drastis, bahkan benci. Karena itu, minat bisa dipengaruhi oleh suasana hati dan sikap lingkungan, khususnya teman-teman dekat anak Anda. Kalau teman-temannya suka balet, ia juga ingin ikut les balet.

Nah, tugas orangtualah untuk menumbuhkan minat anak – setelah berhasil mengidentifikasi bakat anaknya. Bagaimana cara menumbuh-kuatkan minat tersebut?

Sebagai contoh, anak Anda punya bakat logika visual, berarti nantinya ia bisa menjadi, antara lain, arsitek. Nah, agar ia punya minat kuat, sering-seringlah ajak memandangi bermacam-macam rumah dan gedung. Bahaslah detail-detail bangunan itu, potretlah, gambarlah. LIhat dari depan, belakang, samping. Ajak ia ke bank yang bangunannya serba kaca. Lain kali ajak pergi ke museum yang gedungnya peninggalan Portugis. Belikan, bacakan dan diskusikan buku-buku yang banyak gambar-gambar gedung dan bangunan.

Jadi, urutan yang ideal adalah: mengetahui bakatnya sedini mungkin, baru kemudian menumbuhkan minatnya sesuai dengan bakatnya. Sesuai? Ya, tidak jarang (berarti sering, ya… ) orangtua sudah punya keinginan tertentu, “profesi” yang menurutnya cocok untuk dijalani anaknya ketika dewasa nanti. Maka, orangtua sejak kecil “memaksakan” sejumlah les dan hobby untuk anaknya. Bisa saja, si anak benar-benar berminat akan bidang itu – tetapi sesungguhnya bakatnya di bidang itu kecil saja. Atau sebaliknya, minatnya tetap tidak tumbuh juga (ini sebenarnya tak terlalu masalah bagi si anak karena toh bakatnya memang kecil).

Kalau terlambat mengetahui bakatnya? Ya, kesempatan untuk menumbuhkan minatnya jadi berkurang. Apakah kalau tak pernah ketahuan bakatnya, ia tak bakal berprestasi?


Bakat + Minat = Prestasi
Ringkasnya, yang ideal adalah antara bakat dan minat selaras. Maka, besar kemungkinan, prestasinya di bidang bakat itu akan sangat tinggi. Kalau bakatnya besar tapi tak punya minat? Ya bisa saja tetap berprestasi, tetapi motivasinya gampang turun; sukacitanya tidak meledak-ledak.

Sebaliknya, jika tak punya bakat tetapi minatnya membuncah? Bisa saja ia berprestasi, tetapi karya-karyanya nanti terasa biasa saja. Seperti tidak ada “roh”nya. Lagipula, pada saat belajar atau berkarya, ia membutuhkan waktu dan usaha yang berlipat-lipat lebih lama dan lebih keras dibandingkan anak yang bakatnya besar.


Siapakah Anak Berbakat Itu?
Semua anak tentu memiliki bakat. Ada yang hanya kuat di satu bidang saja, misalnya batak ‘seni verbal’ seperti berpidato atau menyanyi. Tetapi ada yang memiliki bakat di beberapa bidang sekaligus. Anak terakhir ini disebut “multi-talented” alias berbakat darab. Misalnya, ia punya bakat kuat dalam berhitung, memainkan tubuh dan anggota badannya, dan berfikir dalam kata-kata. Anak ini akan cakap dalam matematika, mengingat banyak nomor telepon, menari, bermain sirkus, bercerita, mendongeng, dan berpidato.

Dalam khasanah psikologi, ada istilah “gifted child” atau “anak berbakat.” Ini maksudnya bukan sekadar anak yang punya satu atau banyak bakat. Seorang anak disebut “anak berbakat” jika ia sekaligus memiliki tiga hal: kemampuan umum di atas rata-rata, komitmen kuat terhadap tugas-tugas (yang berkaitan dengan bakatnya) dan kreativitas yang tinggi.

Kemampuan di atas rata-rata itu bisanya juga diukur dengan intelijensinya. Anak Berbakat umumnya memiliki skor intelijensi di atas 130. Komitmen itu tampak dari semangat dan kegigihannya. Walau Anda tidak memberikan alat-alat gambar yang memadai, ia tetap terus menggambar di mana pun dan dengan sarana apa pun. Kreativitas bisa ditengarai dari ide-idenya (maupun tindakan dan karya-karyanya) yang kerap tak terpikir oleh kebanyakan anak atau bahkan orang dewasa; bahkan mungkin dianggap aneh.

Anak berbakat ditandai dengan sikap kritis, banyak bertanya, agak susah diatur, punya rasa ingin tahu yang besar dan memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi. Misalnya, anak yang berbakat tak cuma ingin main ke mal, namun mereka juga memiliki keinginan untuk mengunjungi museum dan berbagai tempat lainnya.

Bila anak Anda selain memiliki bakat tetapi juga berintelijensi superior atau malah genius, gigih pantang menyerah dan kreatif, maka ia bukan hanya layak disebut “anak berbakat” tetapi sebaiknya masuk sekolah atau kelas khusus untuk anak-anak berbakat – yang sayang sekali di Indonesia belum ada. (berbeda konsep maupun aplikasi dari kelas akselerasi).

Bagaimana Mengidentifikasi Bakat dan Keberbakatan Anak?
Cara paling mudah dan murah adalah dengan mengamati perilakunya, sejak lahir sampai balita. Kalau ia sering menggambar, jari-jemarinya saat memegang krayon tampak tidak tegang dan menggambar dengan hati selalu gembira, besar kemungkinan ia berbakat seni visual.

Kelemahan cara ini ada pada pihak orangtua dan lingkungan. Kalau orangtua kurang peka atau tidak punya waktu untuk mengobservasi, ya sulit untuk mengenali bakat anak. Lagi pula, karena keterbatasan pengetahuan dan akibat mitos masyarakat, boleh jadi perilaku tertentu tidak dianggap sebagai bakat oleh awam. Misalnya, anak yang senang memanjat pohon, cakap berlari di atas pematang sempit, pintar melompat dari tempat tidur tanpa pernah jatuh, bisa saja malah dicap sebagai anak “nakal,” alih-alih sebagai anak yang punya bakat “seni-kinestetik.”

Karenanya, orangtua musti selalu mengamati dan memperhatikan kegiatan anak, apa yang disukai dan bagaimana anak melakukan kegiatan tersebut.
Termasuk ketika anak mulai bersekolah dan tampak memiliki prestasi yang baik, misalnya mampu melukis atau menari dengan baik, orangtua bisa mengarahkan dengan mulai memasukkan anak untuk ikut kursus-kursus yang sesuai.

Cara lain untuk identifikasi bakat anak yang paling jamak dilakukan selama ini adalah dengan mengikutkan anak pada “tes bakat” yang dijalankan oleh psikolog. Sekolah jamak mengadakan “psikotes” pada saat menjelang penjurusan di SMA. Ini sebenarnya bukan hanya terlambat (walau ada yang bilang lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali) tetapi sesungguhnya ini praktek yang membuat awam semakin tidak memahami apa itu psikotes, entah itu tes intelijensi, tes bakat, tes minat atau tes kepribadian. (tetapi tentang apa sebenarnya psikotes ini, saya akan menulisnya di kesempatan lain).

Selain itu, “tes bakat” yang selama ini dijalankan sesungguhnya masih kontroversial, diperdebatkan apakah memang bisa mengukur atau mengidentifikasi “bakat” atau sebenarnya hanya mengukur intelijensi saja. Saya termasuk dalam barisan yang memandang “tes bakat” sebenarnya hanya mengukur intelijensi, bukan bakat (menurut definisi di atas).

Cara pengukuran lain yang baru berkembang di Eropa adalah melalui “Aura-Graphology Psychodiagnostics.” (Anda bisa membaca FAQ tentang metoda ini di note saya yang lain.) Prinsip metoda ini adalah “membaca” gelombang elektrofotonik yang dipancarkan dari tiap area otak anak: tiap jenis bakat dipancarkan dari area otak yang berbeda.

Bagaimana kalau setelah anak mengikuti tes bakat dan minat, ternyata hasilnya berbeda dari yang selama ini sudah dikenali orangtua? Dan yang lebih jamak lagi, berbeda dari minat anak? Sebagai contoh, teman-teman Nadja – bungsu saya – banyak yang menangis setelah membaca hasil tes bakat-minat mereka karena berlawanan dengan minat mereka. Hal ini biasa terjadi karena ada bakat atau potensi yang memang belum tergali dan belum dioptimalkan oleh anak maupun orangtuanya.

Kalau hasil tes bakat berbeda dengan minat anak, maka anak dan orangtua tinggal menimbang-nimbang kembali beberapa pilihan hidup seperti saya utarakan di atas:
A. Bakat besar + minat besar di bidang yang sama = usaha kecil saja sudah menghasilkan prestasi besar.
B. Bakat kecil + minat besar di bidang yang berbeda = usaha sangat keras & waktu cukup lama untuk berprestasi & karya tanpa “jiwa”.
Mana yang akan anak pilih, apakah pilihan A atau B, bisa jadi sangat bergantung pada karakter dan kepribadiannya. Selain itu, untuk menjadi sukses dan beprestasi, tidak hanya butuh bakat dan minat, tetapi banyak faktor lainnya seperti kemauan, motivasi, sikap hidup, kepribadian, potensi kepemimpinan dan terutama karakter. DB

Dr. Dono Baswardono, AISEC, MA, Ph.D – Psikolog, Family Therapist
Untuk konsultasi, permintaan seminar dan mengikuti “Aura-Graphology Psychodiagnostics,” hubungi Intan di 0813-1641-0088.

Monday, 4 July 2011

MEMILIH PASTA GIGI ANAK

Apa pun Rasanya, Pilih Pasta Gigi Anak yang Mengandung Fluorida

Tanya: Saya ibu dari satu putri. Belakangan ini, saya mulai mengajarkan si kecil untuk menyikat giginya sendiri. Dok, saya agak bingung memilih pasta gigi untuk si kecil, apalagi beredar banyak sekali pilihan rasa. Sebenarnya, bagaimana cara memilih pasta gigi yang baik? Apa saja kandungan yang penting? Bagaimana jika pasta gigi tertelan? Terimakasih. Artika – Jakarta.

Jawab: Bu Artika, pada usia 3-5 tahun anak sudah bisa diajarkan untuk menyikat gigi. Patokannya, jika anak sudah mampu membuang ludahnya sendiri, berarti ia sudah boleh diberikan pasta gigi. Pertimbangannya, agar pasta gigi tersebut tidak tertelan.

Pasta gigi anak-anak beraneka pilihan rasa buah, antara lain jeruk, apel, strawberi. Sebaiknya biarkan anak memilih pasta gigi sesuai seleranya. Bila anak sudah menyukai rasa tertentu, otomatis waktu menggosok giginya lebih lama. Sebab durasi anak-anak untuk membuka mulut dan menyikat gigi, tentu tidak selama orang dewasa.

Kandungan Pasta Gigi
Pasta gigi yang beredar tentu sudah memenuhi standar tertentu. Di Indonesia, pasta gigi anak umumnya berisi bahan aktif (fluoride dan calcium), bahan abrasif (silica) serta bahan tambahan lainnya, seperti pemanis dan aroma.

Fluoride termasuk komponen yang dapat memperkuat gigi, mencegah terjadinya karies (lubang gigi) serta menghambat pembentukan karang gigi.
Pasta gigi balita dianjurkan mengandung fluoride sebanyak 500 ppm atau 0,5 mg/g pasta. Pasta gigi anak usia 6-11 tahun dianjurkan mengandung fluoride sebanyak 1000 ppm atau 1 mg F/g pasta. Bila pasta gigi berfluor digunakan secara rutin, dapat menurunkan terjadinya karies sebesar 25 persen.

Kalsium dalam pasta gigi umumnya ditemukan dalam bentuk calcium phosphate atau calcium gluconate. Kalsium berperan dalam proses pemulihan gigi berlubang.

Bahan abrasif yang umum ditemukan dalam pasta gigi adalah silica. Bahan abrasif ditambahkan ke dalam pasta gigi untuk menghilangkan plak. Sedangkan
bahan tambahan, misalnya xylitol atau sorbitol yang merupakan pemanis tetapi dapat mengurangi resiko terjadinya gigi berlubang. Serta ditambahkan aroma buah-buahan yang disukai anak-anak.

Amankah Bila Tertelan?
Pemakaian pasta gigi pada anak-anak sebaiknya dilakukan dengan pengawasan orangtua, terutama pada anak yang belum dapat meludah dengan baik. Dari hasil penelitian selama ini, ditemukan bahwa anak usia 2-4 tahun menelan pasta gigi yang diberikan sebanyak 35 persen, sedangkan pada usia 5-7 tahun menelan sebanyak 14 persen.

Walaupun hal ini tidak menyebabkan masalah kesehatan yang serius tetapi dapat menyebabkan terjadinya fluorosis (keropos) email yang ringan. Karena itu, pemberian pasta gigi pada anak usia pra sekolah sebaiknya sedikit saja, yakni di ujung sikat sebesar kacang polong.

Cermati Aturan Pakai
Perhatikan instruksi pada kemasan pasta gigi. Tidak semua pasta gigi anak-anak mencantumkan pernyataan bahwa pasta gigi aman bila tertelan. Bahkan ada pula pasta gigi anak yang mencantumkan peringatan agar pasta gigi tersebut jangan tertelan dan bagi anak usia di bawah 6 tahun harus dengan pengawasan orangtua.
Jangan abaikan pula pemilihan sikat gigi. Sebaiknya ibu membeli sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut dan sesuaikan dengan usia si kecil. Pilihlah diameter sikat gigi yang tidak terlalu lebar, mengingat rongga mulut anak masih sangat kecil. Sudah tidak bingung lagi kan Bu Artika? Salam hangat. DB

Kalau Anak Digigit Nyamuk

Sudah Biang Keringat, Digigit Nyamuk Pula

Tanya: Hampir tiga hari ini keluarga kami berkunjung ke tempat saudara. Kebetulan udara di daerah saudara saya panas sekali pada siang hari dan pada malam hari banyak sekali nyamuk. Walhasil putriku Nasya (3 tahun), badannya merah-merah seperti biang keringat dan juga bentol-bentol karena digigit nyamuk. Kasihan Nasya, dia terlihat tidak nyaman selama berada di tempat saudara saya. Tapi mau bagaimana lagi urusan kami belum selesai. Rencana kami akan berada di tempat saudara kami selama satu minggu. Apa yang musti saya lakukan untuk mengatasi biang keringat dan bentol-bentol tersebut? Nisrina - Jakarta

Jawab: Wah kasihan sekali ya Nasya, sudah terkena biang keringat digigit nyamuk pula. Memang udara atau suhu yang panas bisa sebabkan biang keringat pada anak. Tak jarang juga timbul pada orang dewasa. Biang keringat merupakan gangguan kulit yang sering ditemukan pada bayi dan balita. Biang keringat sendiri disebabkan produksi kelenjar keringat yang terlalu banyak. Gejala yang ada yaitu, rasa gatal yang menyengat, kulit kemerahan, dan ada bentolan yang berair di kulit. Ini bisa dicegah dengan menghindari penghalang penguapan keringat. Jadi menggunakan baju yang berlapis pada anak bukanlah tindakan yang benar lho Mums!

Bila si kecil berkeringat, sebaiknya basuh dengan washlap basah kemudian keringkan, dan yang tak kalah penting gunakan baju yang longgar dan menyerap keringat. Segera ganti bila baju anak yang dikenakan terlihat basah.

Mengatasi Gigitan Nyamuk
Untuk mengatasinya gigitan nyamuk yang terpenting adalah pencegahan, yaitu mencegah agar tak sampai digigit nyamuk, misalnya dengan menggunakan kelambu selama si kecil tidur.
Bila memang sudah bentol merah karena digigit nyamuk, beritahukan anak agar tidak menggaruknya, biasanya bercak hitam muncul karena bentol merah bekas gigitan nyamuk tersebut digaruk-garuk, sehingga timbul luka dan kemudian terjadi infeksi.

Untuk mengatasi bercak-bercak hitam akibat digigit nyamuk, Mums bisa memandikan si kecil dengan menggunakan air dingin dan gunakan sabun yang mengandung pelembab. Bila gatal-gatal pada anak berkelanjutan, segera konsultasikan kepada dokter yang bersangkutan. Karena diperlukan obat minum untuk mengatasi gatal dan salep pada daerah gigitan nyamuk. DB

KEHAMILAN BERISIKO

Kakak Sudah Beranjak Remaja, Adiknya Baru Nongol

Sepuluh tahun lalu Nina melahirkan anak pertama, kini di usia 39 tahun ia hamil lagi. Nina merasa senang, sekaligus khawatir. Dari informasi yang ia terima, semakin tua usia wanita saat hamil – utamanya 35 tahun ke atas - semakin tinggi pula risikonya. Hipertensi, keguguran, kelahiran prematur, diabetes, hamil di luar kandungan, cacat bawaan, bayi lahir mati dan deretan masalah lain yang bisa menimpa ibu maupun janin membuat Nina tak bisa bernafas lega. Waduh!!! Tenang, Anda bisa koq menjalani kehamilan secara aman, asal tahu caranya! Berikut tip singkat dari dr. Wulandari Ekasari, SpOG dari RS. Global Awal Bros, Kalimalang – Bekasi, untuk Moms yang menjalani kehamilan pada usia yang tak lagi muda!

Konsultasikan kehamilan kepada ahlinya
Pada usia rawan ini, BuMil memerlukan pengawasan khusus secara dini selama kehamilan dan proses persalinan. Jadi, sebaiknya BuMil ditangani oleh dokter ahli kandungan dan bukan bidan atau dokter umum. Bila kondisi tidak memungkinkan, setidaknya Anda pernah memeriksakan kehamilan pada dokter kandungan untuk dilakukan pemeriksaan USG minimal tiga kali selama kehamilan.

Lakukan deteksi kelainan pada janin
Bisa dilakukan melalui beberapa pemeriksaan (screening) seperti USG dan laboratorium. Contoh, kelainan down syndrome dapat dideteksi melalui pemeriksaan USG pada kehamilan 12 -16 minggu melalui pemeriksaan nuchal translucency (gambaran pembengkakan di sekitar leher janin). Bila ditemukan kecurigaan tersebut, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan amniocentesis (pengambilan cairan ketuban untuk pemeriksaan kromosom). Bahkan saat ini dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium yang tidak terlalu melukai ibu maupun janin yaitu melalui pemeriksaan darah (PAPP-A dan HCG). Beberapa pemeriksaan lain yang juga perlu dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium seperti gula darah untuk mendeteksi kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus, atau pemeriksaan hemoglobin untuk deteksi anemia dan kadar besi dalam darah.

Bersalin di rumah sakit dengan fasilitas yang memenuhi standar
Ya, Anda akan diminta untuk bersalin di rumah sakit besar atau lengkap mengingat risiko yang bisa ditimbulkan. Jangan khawatir, dengan adanya kemajuan di dunia kedokteran, risiko yang ada bisa dikurangi sehingga calon ibu dapat juga melahirkan anak yang sehat seperti ibu muda lainnya. DB